Paulus di Tirus dan di Kaisara
Kis. 21:1-14
Pdt. Dawis Waiman
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita baca pasal 21 ini, ini adalah pasal yang membicarakan mengenai perjalanan Paulus yang menuju ke Yerusalem. Dan sebelumnya, ia mampir ke Makedonia dan dari Makedonia ke Troas. Kenapa mampir ke situ? Untuk mengumpulkan persembahan yang diberikan atau dikumpulkan oleh orang-orang Kristen Makedonia untuk mendukung keadaan dari jemaat Kristen Yahudi yang ada di Yerusalem, yang dikabarkan oleh Agabus itu mengalami kesulitan di dalam kondisi hidup mereka, akibat dari adanya kekeringan yang menimpa mereka. Dan pada waktu Paulus di dalam perjalanan itu, maka timbullah satu berita yang Paulus terima yang bersumber dari Tuhan, yang menyatakan kalau di Yerusalem nanti, dia akan menerima sengsara. Dia akan menerima satu keadaan di mana dia akan ditangkap dan dibelenggu dan dia tidak tahu nasibnya itu seperti apa. Saudara bisa baca itu di dalam Kisah Rasul pasal yang ke-20. Dan pada waktu kita masuk dalam Kisah Rasul pasal 21, di ayat yang ke-4, di situ lebih dipertegas kembali mengenai kondisi yang akan menimpa Paulus ketika dia pergi ke Yerusalem itu. Dan kita ulangi saja ya, di ayat yang ke-4. “Di situ kami mengunjungi murid-murid dan tinggal di situ tujuh hari lamanya. Oleh bisikan Roh murid-murid itu menasihati Paulus, supaya ia jangan pergi ke Yerusalem.”
Tapi kalau Saudara perhatikan, di dalam cerita ini dari pasal 21 perikop sampai ayat 14, tidak ada satu pun dari murid-murid yang mencegah atau memberikan nasehat kepada Paulus itu yang didengarkan Paulus. Semua nasehat mereka, Paulus tolak dan bahkan Paulus bersikeras untuk tetap pergi menuju ke Yerusalem. Nah, akibat dari keputusan Paulus ini, kita tahu nanti Paulus akan ditangkap di Yerusalem, di perikop berikutnya, dan ketika dia ditangkap di Yerusalem, dia kemudian diserahkan ke tentara Roma, karena saat itu terjadi huru-hara yang dikira akan mengakibatkan pemberontakan di situ. Dan dari situ, Paulus kemudian naik banding untuk pergi ke Roma, menghadap kepada kaisar karena dia tahu, dia ingin dipersembahkan kepada orang-orang Yahudi. Dan kalau dia dipersembahkan kepada orang-orang Yahudi, maka di situ nyawanya tidak ada kepastian sama sekali, sedangkan dia memiliki hak untuk menuntut pengadilan karena dia adalah seorang Rum atau seorang Romawi. Dan akibat daripada sikap Paulus ini yang mengatakan kalau dia tetap harus pergi ke Yerusalem dan akhirnya ditangkap di situ, ada yang menafsirkan kalau itu menunjukkan kalau Paulus itu tidak mendengarkan nubuat dari Roh yang diberikan melalui orang-orang Kristen. Ia keras kepala. Ia akhirnya tidak taat kepada perkataan Tuhan dan berdampak di dalam penangkapan yang terjadi pada diri dia.
Nah, apakah betul kalau Paulus itu adalah seorang yang tidak menaati Roh Kudus, pimpinan Roh, padahal sudah diperingatkan berkali-kali oleh Tuhan melalui orang-orang yang percaya atau orang-orang Kristen yang lain, sehingga akibatnya dia kemudian tetap pergi dan akhirnya dia ditangkap? Saya sendiri percaya bahwa Paulus bukan orang yang melanggar hukum Tuhan di sini, tetapi dia adalah orang yang betul-betul percaya dan yakin sekali kalau keputusan untuk pergi ke Yerusalem itu adalah kehendak Tuhan. Kenapa itu menjadi satu keputusan yang pasti? Karena kalau Saudara perhatikan di dalam pasal yang ke-20 dan seterusnya, itu merupakan satu peralihan dari pelayanan yang Paulus kerjakan, yang semulanya mungkin kalau kita lihat dari berita Kisah Para Rasul, dari pasal pertama, sebelumnya di Yerusalem, Yudea, Samaria, akhirnya kemudian mulai berkembang ke daerah-daerah yang ada di Eropa, tetapi belum sampai ke ujung bumi. Dan pasal 20 sampai 21 itu, ini menjadi satu peralihan untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi. Jadi, ini adalah satu bagian dari kerja Tuhan bagi pengabaran Injil melalui diri Rasul Paulus ini. Jadi, itu sebabnya saya tadi katakan, saya percaya kalau apa yang diputuskan Paulus ini adalah satu keputusan yang benar.
Tapi, bagaimana kita menyikapi dengan ayat 4, di mana di situ dikatakan bahwa banyak sekali orang-orang Kristen yang merupakan murid-murid dari Rasul Paulus, yang kemudian menasehati diri dia untuk tidak pergi ke Yerusalem? Padahal mereka mendapatkan bisikan dari Roh di situ. Lalu, kalau Saudara baca lagi di dalam ayat yang ke-10, dikatakan bahwa, (Kis 21:10-11) “Setelah beberapa hari kami tinggal di situ, datanglah dari Yudea seorang nabi bernama Agabus. Ia datang pada kami, lalu mengambil ikat pinggang Paulus. Sambil mengikat kaki dan tangannya sendiri ia berkata: “Demikianlah kata Roh Kudus: Beginilah orang yang empunya ikat pinggang ini akan diikat oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem dan diserahkan ke dalam tangan bangsa-bangsa lain.”” Lalu setelah itu, dikatakan di ayat 12, “Mendengar itu kami bersama-sama dengan murid-murid di tempat itu meminta, supaya Paulus jangan pergi ke Yerusalem.” “Kami” di situ berarti bahwa orang-orang yang merupakan orang Kristen di Kaisarea, murid-murid dari Yesus Kristus atau murid-murid yang mendapatkan berita Injil juga dari pelayanan Rasul Paulus, bahkan, Lukas sendiri yang menulis Kisah Para Rasul turut menasehati Paulus untuk tidak pergi ke Yerusalem. Tetapi semua itu tidak bisa menahan Rasul Paulus.
Nah, kita mengerti ini bagaimana? Ada beberapa orang yang menafsirkannya dengan baik di sini. Dan mereka mengatakan seperti ini. Pada waktu kita melihat ayat yang ke-4, seolah-olah memang Roh itu sepertinya berbicara kepada semua orang Kristen yang ada di tempat itu yang mengatakan Paulus jangan pergi ke Yerusalem, karena di situ dia akan mendapatkan sengsara dan bahkan ditangkap dan mungkin mati di situ, sehingga mereka kemudian berbicara kepada Rasul Paulus. Tetapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita membaca ayat yang ke-4, saya percaya, ini juga adalah semacam ringkasan dari apa yang terjadi sebelumnya, yang terjadi di Tirus, di mana mereka memperingatkan Paulus akan hal ini. Tetapi, cara kerjanya atau step-step yang terjadi sehingga menimbulkan kesimpulan di dalam ayat ke-4 ini seperti apa? Ada yang mengatakan seperti ini, ayat 4 memang berbicara tentang satu nasehat yang diberikan. Ayat 4 itu adalah satu pernyataan yang sepertinya jelas. Tetapi sebenarnya tidak terlalu jelas untuk kita bisa memahami situasi yang ada pada waktu itu, sehingga kita perlu ada dukungan ayat lain untuk meneguhkan pengertian kita, supaya kita bisa memahami ayat yang ke-4 ini. Lalu, bagaimana caranya? Yaitu melalui ayat 10 sampai ayat yang ke-12 yang tadi kita baca itu, di mana pada waktu itu kemungkinannya adalah ada nabi yang datang ke Tirus, lalu nabi ini kemudian berbicara kepada orang-orang Kristen yang ada di Tirus itu. Lalu, setelah mereka mendengarkan nubuat yang diberikan kepada mereka, mereka kemudian mengambil satu keputusan untuk menasehatkan Paulus agar tidak pergi ke Yerusalem.
Dan dari sini, kita bisa melihat ada 3 tahap yang terjadi. Pertama, ada seorang nabi yang mendapatkan nubuat dari Tuhan. Dan kalau saya mau kembangkan sedikit, saya bandingkan dengan ketika Paulus berada di Kaisarea. Dia mampir ke rumahnya Filipus. Lalu, di situ dikatakan, ada 4 anak Filipus yang juga memiliki karunia nubuat. Menariknya adalah, ada yang menafsirkan begini. Seharusnya, kalau ada 4 orang yang memiliki karunia bernubuat dan Paulus tinggal di situ, seharusnya kan berbicara kepada Paulus secara langsung. Tetapi, kenapa menunggu Nabi Agabus untuk datang dan mengatakan kepada Paulus kalau dia akan ditangkap dan diserahkan kepada bangsa-bangsa lain? Nah, di sini ada yang menafsirkan, itu berarti karunia nubuat memang satu sisi itu bisa berbicara tentang hal-hal yang akan datang, tetapi karunia nubuat juga kemungkinan besar berbicara tentang pengajaran terhadap firman Tuhan. Kalau Saudara bisa bandingkan itu di dalam 1 Korintus. Ketika Saudara baca tentang karunia bernubuat, di situ karunia bernubuat disandingkan dengan pengajaran firman Tuhan. Jadi, bukan berbicara hal-hal yang akan terjadi di depan saja. Boleh dibuka ya, 1 Korintus 14:6. “Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa roh, apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran? ” Jadi, di situ pengajaran disandingkan dengan nubuat atau karunia memiliki pengetahuan yang diajarkan kepada orang-orang Kristen. Nah, di sini kemudian ditafsirkan seperti ini. Kalau anak perempuan dari Filipus itu seharusnya dikatakan memiliki karunia bernubuat, tetapi dia tidak menyampaikan apa yang akan terjadi kepada Paulus, kemungkinan besar, di sini karunia bernubuat memang berbicara tentang karunia untuk mengajarkan firman Tuhan kepada jemaat Kristen yang ada di kota Filipi. Itu menjadi 1 hal yang mungkin kita bisa perhatikan. Memang, kita sering kali tertarik untuk mengatakan nubuat berbicara tentang hal-hal akan datang. Tetapi, belum tentu harus seperti itu.
Saya kembali kepada bagian ini. Jadi, pada waktu mereka ada di Tirus, pada waktu mereka ada di Kaisarea, pada waktu itu ada nabi yang datang berbicara kepada jemaat yang ada di sana. Akhirnya, jemaat yang di sana menangkap nubuat yang dikatakan oleh nabi itu. Dan ketika mereka menangkap nubuat yang dikatakan oleh nabi itu, pertanyaan berikutnya adalah, kalimat yang mereka kemudian berikan kepada Paulus, yang mengatakan bahwa, “Kamu jangan pergi ke Yerusalem, Paulus. Jangan pergi ke sana!” Jangan pergi ke Yerusalem. Pertanyaannya adalah, itu nubuat dari Tuhan atau kesimpulan dari nubuat? Banyak yang mengatakan, ini bukan isi dari nubuat, tapi ini adalah kesimpulan dari nubuat yang diberikan oleh nabi. Nubuat yang diberikan oleh nabi itu apa? Kalau Saudara bandingkan dengan pasal 20, seperti yang Paulus terima bahwa dia akan menerima sengsara di Yerusalem. Itu adalah nubuatnya. Kita buka pasal yang ke-20 ayat yang ke-22. (Kis 20:22-23) “Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku.” Jadi, penyataan dari Roh Kudus itu menyatakan kalau Paulus akan menerima sengsara, penjara di Yerusalem. Tapi sekarang, ketika kita tahu kebenaran firman Tuhan itu, respon kita apa? Kan ada dua. Satu, tetap pergi ke Yerusalem. Yang kedua adalah melarikan diri dari Yerusalem. Dari sengsara dan penderitaan penjara yang akan dialami. Dan pada waktu murid-murid, baik itu di Tirus maupun di Kaisarea ini mendengar tentang nubuat itu, mereka akhirnya mengambil satu kesimpulan atau respon untuk menasehati Paulus untuk tidak pergi ke Yerusalem karena di situ dia akan ditangkap dan penjara dia akan terima.
Jadi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini artinya apa? Pada waktu kita berbicara tentang nubuat Tuhan, maka nubuat yang Tuhan berikan belum tentu ditanggapi secara benar. Nubuat yang Tuhan nyatakan kepada kita, belum tentu diresponi secara benar dan itu juga termasuk ketika kita berbicara mengenai Alkitab, karena Alkitab juga adalah wahyu dari Tuhan, perkataan Tuhan yang diberikan kepada diri kita. Dan pada waktu kita membaca Alkitab, kita harus sadar satu hal. Ada kemungkinan kita salah dalam mengartikan apa yang Tuhan ingin kita lakukan. Dan menariknya adalah, pada waktu kita ingin menaati Tuhan, kadang kala, Tuhan izinkan ada nasehat-nasehat yang salah yang masuk dari orang-orang yang dekat dengan kita. Saudara, kalau di sini lihat, siapa itu yang memberi nasehat kepada Paulus? Mereka adalah orang-orang yang percaya kepada Kristus. Siapa orang-orang yang percaya kepada Kristus ini? Ya, tentunya orang Kristen. Tetapi, mereka bukan hanya percaya kepada Kristus, mereka adalah orang-orang yang begitu mengasihi Paulus. Mereka betul-betul tidak mau Paulus mengalami satu kesulitan atau bahkan kematian akibat keputusan yang dia ambil pada waktu itu untuk pergi ke Yerusalem.
Tetapi, masalahnya adalah seperti ini, pada waktu mereka menasehati Paulus untuk tidak pergi ke Yerusalem, mereka lupa kalau Tuhan juga berbicara kepada Paulus, menghendaki Paulus untuk pergi ke Yerusalem. Dan ini sering kali terjadi di Kitab Suci. Misalnya, ambil contoh ya. Kalau kita bicara secara nubuat, itu terjadi sebelumnya. Tetapi hal ini terjadi setelah anak dari Salomo itu naik takhta. Sebelum anak Salomo naik takhta, Tuhan pernah berkata bahwa kerajaan kerajaan dari Daud akan dipecah menjadi 2. Selama Salomo masih hidup, kerajaan itu tidak akan dipecah, tapi setelah Salomo mati, baru kerajaan itu dipecah pada zaman Rehabeam. Dan pada saat itu ada 2 pemimpin yang kuat. Satu Rehabeam, dan satu Yerobeam. Rehabeam adalah keturunan dari Raja Salomo. Yerobeam itu adalah orang lain, tapi dia berasal dari Israel sebelah utara. Dan pada waktu Rehabeam naik ke atas takhta, orang-orang Israel datang kepada diri dia dan mengatakan, “Tolong, raja! Berikan keringanan pajak kepada kami karena orang tuamu itu terlalu menindas kami dan menekan kami dengan pajak yang sangat tinggi sekali.” Dan pada waktu itu ada dua kelompok nasehat yang menjadi rujukan dari Rehabeam. Dan satu adalah tua-tua yang menjadi penasehat dari papanya, Salomo. Satu adalah teman-teman yang seangkatan dengan Rehabeam. Dan pada waktu Rehabeam tanya kepada tua-tua, tua-tua itu berkata, “Dengarkan rakyat karena dengan begitu, engkau akan mendapatkan hati dari rakyat itu.” Tetapi, kepada teman-teman dia, dia mendapatkan nasehat, “Jangan dengarkan! Bahkan tambah beban yang lebih berat pada rakyat itu.” Akibatnya adalah 10 suku mulai memisahkan diri dari anak Salomo. Itu terjadi di dalam nasehat ini. Lalu, yang kedua adalah mungkin kita bisa ambil contoh sendiri dari Raja Daud. Pada waktu Raja Daud duduk di atas takhta, setelah keadaan kerajaannya itu sudah mulai stabil, maka dia punya satu kerinduan untuk membangun rumah Tuhan.
Dan pada waktu dia ingin membangun rumah Tuhan, dia sampaikan niatnya itu kepada nabi Natan. Dan pada waktu Nabi Natan mendengar hal itu, dia langsung setuju. “Silahkan bangun, Daud. Rumah Tuhan. Itu adalah satu rencana yang sangat baik sekali.” Tapi, begitu dia keluar dari pintu itu, ya bersyukurnya Nabi Natan jujur dan rendah hati untuk mau mengubah keputusannya ya, dia dapat firman Tuhan yang menyatakan bukan Daud yang akan membangun rumah itu, tetapi anaknya. Dan dia cepat-cepat kembali kepada Raja Daud, lalu memberitahu kepada Raja Daud kalau bukan dia yang akan membangun. Dan Daud kemudian mempersiapkan bahan untuk membangun bait Allah.
Ada contoh lain lagi. Siapa? Ayub. Kita sering kali mendengar kalau Ayub itu orang yang benar dan memang dia adalah orang benar. Dan pada waktu kita berbicara tentang 3 sahabatnya, kita sering kali berkata bahwa sahabatnya memberikan nasehat yang ngaco kepada Ayub. Betul nggak, ngaco? Ayub jatuh dalam kondisi miskin. Dia jatuh di dalam 1 kondisi yang terpuruk sekali. Anak-anaknya semuanya mati. Harta kekayaannya itu habis semua dalam 1 hari. Tidak sampai di situ, bahkan seluruh tubuhnya dipenuhi dengan penyakit yang tidak sembuh-sembuh sama sekali. Dan pada waktu itu, datanglah ketiga sahabatnya, lalu mereka kemudian berbicara kepada Ayub. “Ayub, kamu kayak gini mungkin karena dosa. Karena itu, kamu harus bertobat dari dosamu.” Secara konsep itu perkataan benar atau salah? Benar sekali kan. Kita tahu dalam konsep Perjanjian Lama, orang yang diberkati Tuhan itu adalah orang yang tubuhnya sehat, punya kelimpahan materi seperti Bapak Abraham dan seperti Ayub yang diberkati oleh Tuhan di awal. Dan ketika kondisi mendadak berbalik, seperti itu, mereka memberi nasehat, “Jangan-jangan kamu berdosa ya? Kamu berlaku tidak adil ya? Karena itu kamu harus bertobat dan mengaku dosamu! Kamu penipu ya? Berlaku seperti orang yang baik untuk beribadah di hadapan Tuhan, tapi sebenarnya adalah orang yang munafik.” Tapi Ayub bisa bela diri, bagaimana pun nggak bisa didengarkan itu oleh teman-temannya. Karena apa? Memang nasehatnya salah. Tapi nasehat itu muncul dari hati yang menghakimi atau mengasihi? Mungkin ada penghakiman sedikit setelah akhir-akhir Ayub berkeras. Tetapi mungkin di awal-awal mereka memberi nasehat itu berdasarkan kasih mereka kepada Ayub untuk Ayub bertobat dan memulihkan keadaan.
Tapi dari sini kita bisa mengetahui bahwa pada waktu kita mengikut Tuhan, mendengarkan firman Tuhan, atau mengalami satu peristiwa dalam hidup kita, jangan pikir bahwa respons kita itu bisa benar dan jangan pikir bahwa orang yang memberi nasehat kita itu pasti benar. Nah kalau gitu perlu nggak kita mendengarkan nasehat orang? Alkitab mengajarkan sangat perlu sekali. Ada di Amsal. Amsal berbicara bahwa anak-anak perlu mendengarkan nasehat dari orang tuanya. Kalau mendengarkan nasehat orang tuanya, mereka akan hidup. Dan kita akan hidup dan akan hidup di dalam berkat dan iman. Tapi bagaimana kita sinkronkan di sini? Kuncinya adalah pada waktu orang memberi nasehat kepada diri kita, hal pertama yang kita perlu lihat adalah nasehat itu sesuai dengan firman Tuhan atau tidak? Yang kedua adalah respons dari nasehat itu juga adalah satu aplikasi yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan atau tidak? Tetapi yang ketiga, ini menjadi hal yang penting, adalah pada waktu kita melihat respons yang diberikan kepada satu kebenaran firman untuk diri kita, kita perlu menggumulkan panggilan saya itu seperti yang dikehendaki oleh ketika meresponsi kebenaran firman itu sesuai tidak dengan yang Tuhan ingin saya lakukan dalam hidup saya. Kalau nggak, kita nggak mentaati Tuhan. Dan Paulus bukan tipe orang yang seperti itu. Dia tahu Roh Kudus memberikan panggilan kepada diri dia untuk pergi ke Yerusalem, harus menderita di situ, harus mengalami, mungkin, siksa dan aniaya di situ. Dan ketika dia jelas sekali mengerti bahwa dia dipanggil untuk pergi ke Yerusalem untuk mengalami itu semua, dan bahkan kalau Bapak, Ibu mau perhatikan sejak dari panggilan pertama yang Paulus alami, di dalam Kisah Para Rasul 9, sebenarnya apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Paulus itu sangat konsisten sekali. Ketika dia buta itu, dia dikasih tahu kan, dia akan menjadi saksi kepada bangsa-bangsa lain, tetapi dia juga akan mengalami yang namanya penderitaan dari apa yang dialami oleh Kristus. Dan itu terus dikerjakan oleh Paulus dengan begitu setia di dalam hidup dia. Waktu dia melayani, ada penganiayaan, penderitaan yang dia alami, tetap dia terima dan tetap dia jalani dengan begitu menjaga iman dan begitu taat untuk melewati situasi tersebut sampai akhirnya dia justru mendapatkan satu kekuatan dan penghiburan dan bisa dipakai Tuhan untuk menjadi berkat.
Salah satu contohnya adalah pada waktu Paulus berada di pejara Filipi, di situ dia Bersama dengan Silas. Dan pada waktu dia ditangkap tanpa ada satu pengadilan terlebih dahulu, dia langsung dicambuk atau disesah. Dengan tubuh yang penuh dengan luka, dia kemudian dilemparkan bersama-sama dengan Silas ke dalam penjara. Tangan dirantai atau dibelenggu, kaki dipasung. Nggak bisa berbuat apa-apa. Dan pada waktu tengah malam, dia sedang memuji Tuhan, terjadi gempa yang hebat yang membuat seluruh ikatan di tangan dan kaki itu lepas dan semua pintu penjara terbuka lebar. Dia ada kesempatan untuk lari, tapi dia tidak lari sama sekali. Karena apa? Dia tahu dia harus ada di dalam penjara itu.
Saya kira itu bukan hal yang mudah, tapi kita di dalam mengikut Tuhan, kita perlu belajar untuk bergumul dengan Tuhan. Apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan dalam hidup kita. Dan panggilan itu sesuatu yang tidak bergantung dari nasehat orang lain. Kalau kita sudah mengerti secara jelas sekali, kalau Tuhan ingin kita melakukan sesuatu, orang ada memberi nasehat sesuatu kepada diri kita yang menyangkali panggilan kita itu. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau suatu hari kita berdiri di hadapan Tuhan, dan Tuhan tanya, “Kenapa engkau tidak mau melakukan apa yang Aku kehendaki?” Kita nggak bisa ngomong kayak Adam ngomong, “Tuhan, istri yang Kau taruh di sampingku itu yang membuat aku akhirnya melanggar hukum Tuhan” atau “Orang itu yang membuat aku akhirnya tidak mentaati-Mu”. Tuhan akan tetap menuntut kita karena kita tidak mentaati Tuhan berdasarkan panggilan Tuhan. Dan biasanya Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, panggilan itu bukan sesuatu yang, ya satu sisi bisa dikatakan orang Kristen harus melayani kan? Iya. Kita sudah melayani belum? Kita mungkin sudah ngomong sudah. Buktinya apa? Ya saya datang ke gereja, saya jadi usher, saya jadi kolektan, liturgis, dan song leader, dan yang lain-lain. Saya sudah melayani belum? Sudah. Tapi mohon tanya misalnya ibu-ibu, sebagai orang yang dipanggil untuk membangun keluarga, panggilan Tuhan untuk menjadi istri yang baik untuk mendampingi suami dan mengarahkan anak-anak, itu dikerjakan nggak? Panggilan sebagai seorang suami, kepala keluarga, yang diminta secara khusus untuk mendidik anak-anak di dalam iman, menguduskan istrinya dengan firman Tuhan, itu sudah dijalankan belum? Bukan hanya itu, tetapi ada hal lain yang mungkin secara spesifik Tuhan berikan kepada diri kita untuk kita kerjakan dalam hidup kita, sudah kita kerjakan belum?
Saya pernah ambil contoh ya, kalau saya punya pembantu rumah tangga. Lalu dia adalah orang yang sangat rajin sekali. Saya ketika kasih aturan tugas untuk dia kerjakan setiap hari, dia kerjakan dengan sangat bnaik sekali. Tapi suatu hari ketika saya lihat dia mengerjakan segala sesuatu dengan baik, pertanyaannya adalah dia melayani saya bukan? Melayani tentunya, karena dia mengerjakan apa yang saya kehendaki. Tapi suatu hari, saya minta dia, misalnya, “Tolong buatkan saya kopi.” Lalu dia dengan inisiatifnya dia bawakan teh di depan saya, atau air putih di depan saya. Saya ngomong, “Kenapa air putih? Kok bukan kopi? Saya kan minta kopi.” Dia ngomong, “Pak, yang penting kan saya bawakan Bapak air minum untuk diminum.” Pertanyaannya adalah dia melayani saya? Kayanya melayani tapi sebenarnya tidak. Karena apa yang dia lakukan tidak sesuai dengan apa yang saya kehendaki. Jadi pada waktu kita melayani Tuhan, kita juga harus melihat panggilan khusus kita itu apa. Dan saya percaya itu ada beberapa hal yang kita bisa uji, termasuk salah satunya karunia yang Tuhan ingin kita kerjakan, atau misalnya pada waktu kita percaya kepada Tuhan, Tuhan tempatkan kita di mana, dalam situasi seperti apa, dan Tuhan pimpin kita dalam lajur yang bagaimana. Itu adalah sesuatu yang kita harus jalankan dalam hidup kita. Dan kalau kita tidak jalankan itu, kita tidak sedang melakukan yang Tuhan ingin kita lakukan dalam hidup kita. Walaupun secara aktifitas, kegiatan, kita sepertinya rajin untuk mengerjakan firman Tuhan.
Itu sebabnya Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya pernah tanya kepada Bapak, Ibu, kita orang Kristen yang sepertinya beribadah kepada Tuhan, rajin. Tapi pernah nggak, di dalam hidup kita, ketika kita ambil keputusan, keputusan itu bukan karena saya mau, atau karena saya anggap ini adalah hal yang menguntungkan bagi saya, dan juga bukan karena saya menyayangi seseorang maka saya mendahulukan kepentingan dia karena itu akan menjaga satu relasi dalam hidup saya, tetapi saya ambil keputusan itu karena saya tahu jelas Tuhan ingin saya lakukan ini, dan saya harus lakukan itu. Walaupun itu berarti saya menyangkal diri saya, saya menyangkal satu kondisi relasi yang ada di dalam dunia. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hati-hati. Mungkin kita bisa tampilkan diri sebagai orang yang baik dan melayani Tuhan, tapi sebenarnya kita tidak melakukan apa yang menjadi panggilan Tuhan. Paulus orang yang beda. Dia tahu secara jelas panggilan dia. Dan dia lakukan itu, walaupun berarti dia harus berkorban.
Dan bicara tentang pengorbanan ini, karena kita di dalam momen perjamuan kudus juga, saya juga mau ingatkan, mengapa Paulus rela untuk berkorban? Dan bagaimana kita sebagai orang Kristen, Alkitab mengajarkan pengorbanan Paulus itu adalah sesuatu yang wajar untuk dia alami. Mengapa? Karena dia pertama dipanggil untuk dikatakan harus mengalami penderitaan yang dialami oleh Yesus. Tapi bagaimana dengan kita yang tidak dipanggil dengan jelas seperti yang dikatakan kepada Paulus, “Kamu harus menderita” seperti itu? Bapak, Ibu, Saudara sekalian jangan kecewa, karena panggilan kita juga sama. Kita setiap orang yang mengikut Tuhan, dan mau mengikut Tuhan, itu harus rela untuk menderita bagi Kristus, dan bahkan penderitaan Kristus itu menjadi satu teladan untuk kita alami. Ciri dari anak Tuhan itu adalah turut menderita bersama dengan Tuhan. Saudara baca di dalam surat Timotius, Paulus berkata bahwa kalau engkau ingin beribadah kepada Tuhan, itu harus beribadah dalam penderitaan. Jadi itu adalah panggilan di dalam kehidupan semua yang percaya kepada Kristus. Secara khusus Tuhan sudah sampaikan itu bagi kita. Makanya bagi orang Kristen, ya satu sisi kita nggak perlu cari-cari penderitaan, tapi jikalau kita tahu Tuhan ingin kita sangkal diri, mengalami penderitaan, karena Kristus sudah mengalami itu terlebih dahulu, dan penderitaan kita itu bisa membawa kemuliaan bagi nama Tuhan, pertanyaannya, mau tidak? Kalau kita mau, karena Kristus telah melakukan itu dan melewati itu, dan saya mau mengalami itu demi nama Kristus dan demi nama Tuhan dimuliakan, maka kita melayani.
Apa yang Tuhan Yesus lakukan bukan sesuatu yang kita bisa lakukan, terutama pada waktu Dia menderita untuk menebus kita dari dosa. Tetapi apa yang Dia lakukan itu adalah sesuatu yang merupakan pemberian yang tidak ternilai sama sekali di dalam hidup kita. Kita seringkali tawar menawar terhadap Tuhan di dalam hal ketaatan hidup kita karena mungkin kita tidak menyadarai secara logika kita menyadari, tapi secara “ngeh” kita nggak menyadari kalau pengorbanan Kristus di atas kayu salib itu adalah pemberian yang tidak ada nilainya sama sekali. Sehingga kita masih tawar menawar dengan Tuhan. Tapi kalau kita sadar sekali dan mengerti apa yang kita terima dari Kristus itu adalah sesuatu yang kita tidak mungkin bisa dapatkan dengan segala harta dan kekayaan dan apapun yang kita miliki di dalam dunia ini, tapi Tuhan berikan kepada diri kita, saya yakin sikap kita akan menjadi seperti kita yang melihat pada harta karun di bawah tanah. Ketika dia lihat itu, dia kuburkan harta itu kembali, lalu dia jual seluruh mililk dia untuk membeli tanah itu. Itu adalah panggilan kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan.
Hari ini kita akan menjalankan perjamuan kudus, kiranya kematian dari Kristus di atas kayu salib 2000-an tahun lalu itu boleh mengingatkan kita kembali akan cinta kasih dan pengorbanan-Nya, dan darah yang sangat mahal itu telah dialirkan untuk menebus kita dari dosa kita. Dan dari situ, kita boleh memberikan satu respons kepada Tuhan atas anugerah Tuhan secara benar dalam hidup kita. Mari kita siapkan hati kita untuk menerima perjamuan kudus pada hari ini. (HSI)