Pembelaan Stefanus, 11 Juli 2021

Kisah Para Rasul 7:1-16; 51-53

Pdt. Dawis Waiman, M. Div.

Waktu kita membaca pasal yang ke-7 ini, ini adalah satu pasal yang berbicara berkenaan dengan pembelaan yang Stefanus berikan di hadapan orang-orang banyak yang hadir pada waktu itu dan juga di hadapan Mahkamah Agung. Orang-orang banyak yang hadir pada waktu itu diwakili oleh kata ganti, “Saudara-saudara dan bapa-bapa,” itu berbicara berkenaan dengan Mahkamah Agung, atau orang-orang yang duduk di dalam kepemimpinan dari orang-orang Israel. Apa yang membuat Stefanus harus mempertanggungjawabkan, atau memberikan satu pembelaan terhadap apa yang menjadi kepercayaannya, atau apa yang menjadi pengajaran yang dia beritakan di sinagoge-sinagoge, tempat orang-orang Yahudi yang berkebangsaan, atau berbicara dalam bahasa Yunani, dan bukan bahasa Ibrani tersebut? Maka kalau kita lihat di dalam pasal yang ke-6, di Kisah Para Rasul, kita menemukan adalah pada waktu Stefanus bersoal jawab dengan mereka, di situ bukan dalam bentuk perdebatan, tetapi Stefanus mengajarkan firman, lalu ada orang-orang yang menyanggah diri dia, dan dia kemudian mengajarkan kebenaran-kebenaran berkenaan dengan Mesias yang ada di dalam Perjanjian Lama, maka orang-orang yang ada di dalam sinagoge itu tidak bisa menyangkal kebijaksanaan atau bijaksana dan hikmat yang ada pada diri Stefanus, dan kebenaran yang Stefanus beritakan kepada mereka.

Akibatnya, pada waktu mereka terdesak, mereka tidak bisa lagi memberikan satu pembelaan terhadap apa yang menjadi kepercayaan mereka dan pengajaran mereka. Mereka kemudian mulai melakukan hasutan kepada orang banyak untuk menyerang Stefanus. Ini adalah satu kebiasaan ya, pada waktu seseorang terdesak, dia terpojok, dia tidak bisa lagi untuk mengatakan sesuatu atau berargumen untuk menyatakan bahwa dia ada dalam posisi yang benar, ketika dia terbukti salah biasanya orang akan tidak gampang untuk menerima itu, dan dia akan melakukan penyerangan. Dan penyerangan yang dilakukan itu adalah satu penyerangan yang bersifat pribadi dan personal kepada orang yang memojokkan dirinya. Nah itu yang terjadi kepada Stefanus.

Pada waktu mereka sudah tidak bisa lagi membantah hikmat daripada Stefanus itu, maka mereka kemudian mengeluarkan 4 fitnahan kepada Stefanus, yang Saudara bisa lihat di dalam ayat yang ke-10, dan ayat yang ke-13. Di dalam ayat 10 dikatakan seperti ini ya, “tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara. Lalu mereka menghasut beberapa orang untuk mengatakan: “Kami telah mendengar dia mengucapkan kata-kata hujat terhadap Musa dan Allah.”” Lalu kemudian lompat ke dalam ayat yang ke-13, “Lalu mereka memajukan saksi-saksi palsu yang berkata: “Orang ini terus-menerus mengucapkan perkataan yang menghina tempat kudus ini dan hukum Taurat.”” Jadi pada waktu mereka terdesak, mereka tidak bisa lagi menyangkal bijaksana yang dinyatakan oleh Stefanus, yang dipimpin oleh Roh Kudus, mereka berkata, atau mereka kemudian menghasut orang-orang untuk memberikan satu kesaksian palsu, yang mengatakan kalau Stefanus adalah seorang yang menghujat Musa, Stefanus adalah seorang yang menghujat Allah, Stefanus adalah seorang yang menghujat atau menghina tempat kudus dan hukum Taurat. Ini adalah 4 tuduhan yang diberikan oleh orang-orang yang merupakan pemimpin Yahudi kepada Stefanus pada waktu mereka tidak bisa menghadapi Stefanus itu.

Dan pada waktu Stefanus menghadapi situasi seperti ini, kemudian di dalam pasal 7 dia diberikan satu kesempatan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dia ajarkan dan mempertanggungjawabkan apakah atau membuktikan apakah tuduhan yang diangkat oleh saksi-saksi palsu itu adalah sebuah tuduhan yang benar atau tidak. Dan pada kesempatan itu, yang dilakukan oleh Stefanus adalah dia bukan hanya memberikan jawaban terhadap pertanyaan mereka, tetapi dia juga memberikan suatu khotbah, pengertian dia akan firman Tuhan yang membawa orang-orang yang mengikuti atau persidangan itu harus mengakui Stefanus adalah seorang yang menguasai Perjanjian Lama dengan baik. Lalu dia bukan hanya berbicara berkenaan dengan Perjanjian Lama yang baik, tetapi dia kemudian membukakan apa yang menjadi dosa dari orang-orang yang hadir di situ, atau orang-orang Yahudi yang sedang menuduh Stefanus dan mengadili Stefanus, lalu kemudian dia membawa mereka untuk mendengarkan Injil Kristus, atau melihat kebenaran dari Kristus melalui apa yang disampaikan di dalam pasal yang ke-7 ini.

Kalau Saudara perhatikan, seolah-olah apa yang dikatakan oleh Stefanus di dalam pasal 7, kok sepertinya tidak nyambung dengan 4 poin itu ya, kepada Musa, Allah, lalu Bait Allah, tempat kudus Allah ataupun kepada hukum Taurat Musa. Tetapi kalau Saudara perhatikan lebih detail lagi, nanti kita akan lihat bagian ini, maka kita akan melihat Stefanus itu orang yang begitu berbijaksana dan berhikmat sekali, ketika dia memberikan pembelaannya kepada orang-orang yang banyak tersebut dan juga Mahkamah Agung yang hadir di saat itu, mereka tanpa disadari telah mendengar pemberitaan yang Stefanus lakukan, dan harus mengakui kebenaran yang Stefanus beritakan, sampai pada satu titik mereka baru mengerti, ternyata Stefanus sedang menjawab pertanyaan mereka, dan bahkan sedang menyerang mereka balik, yang menuduh Stefanus adalah orang yang tidak setia kepada Kitab Suci. Stefanus kemudian mengatakan balik, “Justru kamu yang tidak setia kepada pemberitaan Kitab Suci, justru kamu yang tidak setia kepada janji yang Tuhan berikan, kepada Juruselamat yang Tuhan sediakan, kamu tolak itu semua,” di dalam ayat 51 sampai 53.

Tetapi sebelumnya mereka nggak paham, mereka dengar, mereka tidak terlalu ngeh dengan argumentasi yang diangkat oleh Stefanus karena dia masuknya begitu halus sekali, begitu rapi sekali, begitu menarik sekali, dan tidak terbantahkan sekali. Dan pada waktu mereka dengar, awal mula mereka tidak sadar kalau sebenarnya Stefanus sedang membuat satu pembelaan kepada apa tuduhan yang diberikan kepada diri dia, tetapi sekaligus juga mereka tidak sadar kalau Stefanus sedang menyerang balik apa yang menjadi perbuatan jahat yang mereka lakukan terhadap Mesias dan juga terhadap berita Injil yang Stefanus beritakan itu ya.

Jadi, ini ada yang berkata merupakan apologetika yang Stefanus berikan untuk mempertahankan iman kepercayaannya. Dan ada yang berkata, dari pasal yang ke-7 kita bisa mempelajari bagaimana kita menghadapi orang-orang ketika orang-orang itu mempertanyakan iman kita. Jadi, apologetika itu berbicara mengenai bagaimana kita menjelaskan kepada orang-orang yang mempertanyakan iman kita, apa yang menjadi dasar kepercayaan kita, kenapa kita itu berpegang kepada satu kebenaran ini, atau prinsip ini. Buktinya apa? Kita bukan hanya ngomong, “Kamu adalah orang yang tidak percaya Tuhan ya? Kamu adalah orang yang terlalu menggunakan akal,” seperti itu, “kamu harusnya beriman, percaya saja kepada Tuhan.” Alkitab nggak pernah berbicara seperti itu.

Ketika Alkitab melihat ada orang-orang yang menyerang iman kita, mereka bisa mempertanggungjawabkan apa yang mereka percayai dengan sebaik mungkin, seteliti mungkin, berdasarkan kebenaran Kitab Suci, dan bahkan mereka bisa menunjukkan kesalahan orang yang menyerang, dan kemudian memasukkan Injil kepada pemberitaan yang mereka lakukan itu atau apologetika yang mereka lakukan itu. Nah ini menjadi satu dasar yang kita bisa pelajari dari apa yang Stefanus lakukan atau katakan di dalam pasal yang ke-7 ini, dan begitu halus sekali cara dia memasukkan itu. Poin-poin kecil, tetapi kemudian semuanya akhirnya kemudian membentuk satu kerangka yang akhirnya merucut kepada satu titik yang berkaitan dengan apa yang menjadi kejahatan dari para pemimpin Israel dan Mahkamah Agung dari orang-orang Yahudi itu.

Nah kita akan lihat dari mulai ayat yang ke-2 ya. Pada waktu Stefanus diberikan kesempatan berkenaan dengan atau untuk mempertanggungjawabkan, atau untuk menjawab tuduhan saksi palsu itu, maka Stefanus memulainya dengan satu kabar, kalau apa yang dikabarkan itu adalah sesuatu yang bersumber dari Allah yang Mahamulia, dan dia berkata di dalam ayat 2, “Allah yang Mahamulia telah menampakkan diri-Nya kepada bapa leluhur kita Abraham, ketika ia masih di Mesopotamia.” Maksudnya apa ketika Stefanus berbicara seperti ini ya, “Allah yang Mahamulia telah menampakkan diri-Nya kepada bapa leluhur kita Abraham”?

Maksudnya adalah seperti ini, pada waktu orang-orang Yahudi ini menuduh Stefanus telah menghujat Allah, maka Stefanus ngomong seperti ini, “Aku tidak menghujat Allah, kalian tahu tidak, yang aku beritakan kepada kalian itu adalah Allah yang sama dengan Allah yang kalian percayai. Lalu Allah yang sama yang kalian percayai itu apa, yang sama seperti yang aku beritakan itu, yaitu, Allahmu kan Allah Abraham, aku juga memberitakan Allah Abraham. Allahmu adalah Allah yang Mahamulia itu, aku juga memberitakan Allah yang Mahamulia, yang telah memanggil Abraham keluar daripada Mesopotamia, atau Ur Kasdim.”

Dan istilah Allah yang Mahamulia itu merujuk kepada Allah yang tinggi, Allah yang kudus, Allah yang memiliki kemuliaan di dalam segenap karakter yang Allah miliki, itu bicara Allah yang Mahamulia. Jadi Dia adalah Allah yang kasihnya itu Mahamulia, Dia itu adalah Allah yang keadilannya itu Mahamulia, Dia itu Allah yang anugerahnya itu Mahamulia, Dia adalah Allah yang hikmatnya Mahamulia, dan seluruh karakter Allah yang ada pada diri Allah adalah suatu yang sangat mulia sekali di hadapan Stefanus dan Stefanus sungguh-sungguh percaya kepada kebenaran itu. Dan dia berkata, “Dialah Allah yang telah memanggil Abraham keluar dari Mesopotamia.”

Nah, Saudara kalau lihat di dalam Kitab Kejadian, maka Saudara bisa melihat, memang Abraham sebelumnya adalah seorang yang tinggal dengan orang tuanya di Ur Kasdim, dan orang tuanya adalah orang yang menyembah berhala, dan kelihatannya Abraham juga sebelumnya adalah seorang yang menyembah berhala seperti halnya orang tuanya di dalam Ur Kasdim tersebut, dan kita bisa lihat itu di dalam Kitab Yosua. Tetapi kemudian, suatu hari, Allah memanggil Abraham keluar dari Ur Kasdim itu, keluar dari kampung halamannya itu, untuk pergi ke satu tempat yaitu tanah Kanaan, yang dia tidak pernah tahu di mana itu, dan tanah apa itu sebelumnya. Karena yang Allah perintahkan kepada Abraham pada waktu itu, “Kamu harus keluar dari Ur Kasdim meninggalkan sanak saudaramu yang ada di sana, menuju kepada satu tanah yang Aku janjikan kepada engkau.”

Nah, setelah Stefanus berbicara berkenaan dengan ini, lalu dia kemudian berkata, “Tetapi perjalanan Abraham itu terhenti di Haran,” apa yang membuat terhenti di Haran? Alkitab tidak berbicara secara spesifik berkenaan dengan itu, tetapi ada yang menafsirkan kemungkinan karena ayahnya, si Terah, itu yang menghambat perjalanan Abraham menuju ke tempat tanah perjanjian yang Tuhan janjikan kepada Abraham. Sampai kapan? Sampai Terah mati. Baru di situ panggilan kepada Abraham diperbarui lagi untuk Abraham keluar dari tempat atau Haran itu, menuju kepada tanah yang Tuhan janjikan kepada Abraham. Lalu pada waktu Abraham mendengar perkataan Tuhan ini, lalu pada waktu Abraham mendengar tentang janji yang Tuhan katakan itu, apa yang Abraham lakukan? Nah di sini Stefanus mengangkat, bahwa Allah yang menjadi Allah Stefanus, yang berfirman kepada Abraham, yang dipercaya juga oleh Allah, atau oleh orang-orang Yahudi, sebagai Allah mereka itu, berkata seperti ini “Abraham pergi, Abraham tidak meragukan janji Tuhan, dan Abraham mengikuti kata-kata Allah, seperti yang Allah minta untuk dia lakukan.”

Jadi, pada waktu itu, Abraham memiliki sesuatu tidak? Di dalam bagian ini, Stefanus berkata, waku itu Abraham tidak memiliki bukti apapun. Abraham pada waktu itu justru harus meninggalkan seluruh kekayaan yang dia miliki di Ur Kasdim, rumah mewah mungkin, dan segala sesuatu yang hidup menyenangkan, dia harus tinggalkan itu semua, untuk pergi mengikuti perkataan Tuhan yang memberikan satu janji yang tidak pernah tergenapi di dalam hidup Abraham, kecuali satu, dia akan memiliki satu anak yang namanya Ishak. Tetapi satu anak yang namanya Ishak pun sendiri adalah sesuatu yang ketika diberitakan janji itu, dia belum memiliki anak itu. Tetapi Abraham di sini, terus mengikuti apa yang menjadi perkataan Tuhan kepada diri dia.

Nah maksud daripada bagian ini apa? Stefanus mau berkata seperti ini, “Hai orang-orang Israel, orang-orang Yahudi, kamu tahu tidak, bapa leluhurmu, Abraham itu, itu adalah bapaku juga. Tetapi pada waktu dia adalah seorang yang mendapatkan firman Tuhan, perkataan Tuhan, dia dengan segenap hati berpegang pada kebenaran itu, walaupun dia tidak melihat bukti dari perkataan Tuhan itu terjadi dalam hidup dia, tapi dia tetap berpegang dengan teguh.” Dan itu adalah sesuatu yang saya percaya sering kali tidak ada pada diri kita, dan juga pada diri orang-orang Yahudi di mana Stefanus memberitakan firman kepada mereka. Kita sering kali ada di dalam posisi yang berkata, “Saya percaya kepada Tuhan,” tetapi sekaligus juga pada waktu yang bersamaan, kita ada di dalam posisi yang tidak percaya kepada Tuhan.

Saudara pernah dengar istilah, “Aku percaya, tolonglah aku yang tidak percaya ini,” yaitu pada waktu Yesus Kristus turun dari bukit di mana Dia mengalami transfigurasi. Lalu ketika Dia turun bersama Petrus, Yakobus, dan Yohanes, dia bertemu dengan sekumpulan orang yang ada di bawah bukit itu, dan di situ murid-murid-Nya yang lain sedang berusaha mengusir setan dari anak yang kerasukan. Dan pada waktu mereka sampai di situ, murid-murid itu ternyata tidak berhasil untuk mengusir setan yang keluar dari anak itu sehingga si bapak kemudian ketika melihat Yesus Kristus lalu menghampiri Yesus dan berkata, “Tuhan kalau sekiranya Engkau bisa, tolong usir setan dari anakku ini. Sembuhkan dia.” Lalu Yesus bertanya kepada dia, “Kalau Saya bisa?” Dan di situlah bapak itu mengeluarkan statement, “Aku percaya, tapi tolonglah aku yang tidak percaya ini.”

Kita seringkali ada dalam kebimbangan itu. Satu sisi kita ngomong kita beriman, di sisi lain kita ragu-ragu, di sisi lain kita dipenuhi dengan ketakutan, di sisi lain kita dipenuhi dengan kekuatiran akan hidup kita, akan kesehatan kita, akan keuangan kita, akan usia kita, akan hari depan diri kita, padahal kita percaya Allah itu adalah Allah yang setia, yang baik, yang memimpin kehidupan kita atau Allah yang berdaulat. Nah di sini Stefanus mau mengatakan, “Kamu percaya Allah itu berdaulat? Kamu percaya Allah itu adalah Allah yang Mahamulia? Dan pada waktu Dia bersabda kepada Abraham, Abraham taat kepada kebenaran itu. Tetapi ketika kebenaran dibukakan di hadapan engkau,” ini adalah sesuatu yang saya pertajam sedikit supaya kita bisa mengerti atau melihat nantinya arah pembicaraan Stefanus itu ke arah mana nantinya di akhir kesimpulan khotbahnya itu. Pada waktu Allah berbicara berkenaan dengan kebenaran, Mesias, itu menjadi sesuatu yang sulit untuk dipahami oleh atau diterima oleh orang-orang Yahudi yang mendengarkan tentang Mesias padahal kebenaran Mesias ada persis di dalam Perjanjian Lama yang mereka miliki itu.

Jadi di sini Stefanus mau mengangkat kepada orang-orang yang menjadi penghakim diri dia itu, “Saya punya Allah itu adalah Allah yang sama dengan engkau, saya juga punya memiliki iman yang sama, dan bahkan saya berusaha berpegang teguh dengan perkataan Tuhan yang dikatakan di dalam Perjanjian Lama walaupun saya mungkin, mungkin bisa dikatakan tidak seperti bapa Abraham yang disebut bapa rohani itu, bapa iman, karena dia bisa berpegang pada suatu kebenaran tanpa ada bukti sebelumnya dalam hidup dia, tetapi mereka mempunyai bukti yaitu Perjanjian Lama yang sudah diwahyukan oleh Tuhan untuk berbicara berkenaan dengan Mesias itu.”

Tetapi satu hal yang kita perlu lihat juga Stefanus bilang, selain daripada Abraham yang percaya kepada perkataan Tuhan itu, tetapi kita juga harus lihat ternyata Allah kita itu adalah Allah yang setia kepada janji-Nya. Allah itu ketika memanggil Abraham keluar, Dia menjanjikan akan seorang anak, lalu kemudian dari anak ini dia akan memiliki keturunan yang banyak seperti banyaknya bintang di langit seperti pasir di pantai, nama Abraham akan menjadi masyur, dan juga dia akan menerima tanah perjanjian itu. Tetapi walaupun dia belum menerima, dia percaya dan Allah menyatakan kalau apa yang dijanjikan itu tergenapi dan dibuktikan sungguh-sungguh tergenapi. Dari mana? Dari perkataan, “Walaupun Allah kemudian menjanjikan Abraham tanah itu, tetapi dia tidak akan memiliki itu sampai keturunan atau 400 tahun kemudian baru dia akan mewarisi tanah itu.” Dan 400 tahun kemudian itu setelah apa? Setelah bangsa Israel ada di Mesir sebagai seorang budak. Setelah peristiwa itu berlalu, dia kemudian akan kembali ke tanah ini, dan dia akan memiliki tanah ini. Dan Stefanus berkata kita bisa tinggal di sini itu karena Allah adalah Allah yang setia kepada janji-Nya kepada Abraham. Allah yang mengatur segala sesuatu yang terjadi dan Allah yang bisa memastikan apa yang dijanjikan itu terjadi kepada bangsa Israel.

Jadi pada waktu Stefanus berbicara seperti ini, dia betul-betul mengungkapkan pengertian dia tentang Allah, pengertian dia tentang Abraham, pengertian dia tentang bapa leluhur mereka, pengertian dia tentang kesetiaan Allah dan apa yang Allah sudah nyatakan berkenaan dengan Israel melalui bapa Abraham itu. Makanya Saudara kalau lihat di dalam bagian terakhir di dalam ayat ke-8, setelah Stefanus berbicara berkenaan kebenaran itu, Stefanus berkata, “Lalu Allah memberikan kepadanya perjanjian sunat; dan demikianlah Abraham memperanakkan Ishak, lalu menyunatkannya pada hari yang kedelapan; dan Ishak memperanakkan Yakub, dan Yakub memperanakkan kedua belas bapa leluhur kita.”

Saudara, ini adalah satu statement yang penting sekali untuk berbicara kepada orang-orang Yahudi dan Stefanus mengerti hal ini. Pentingnya di mana? Karena orang-orang Yahudi itu adalah orang-orang yang sangat-sangat menghargai atau bahkan bisa dikatakan mengutamakan, meninggikan keturunan dari bapa leluhur mereka yang dua belas orang itu. Dan kita bisa lihat itu di dalam Filipi 3, pada waktu Paulus berbicara berkenaan dengan diri dia sebelum dia mengalami pertobatan, dia adalah seorang dari kelompok Farisi, dia adalah seorang yang disunatkan pada hari yang ke delapan, dia adalah seorang yang taat kepada Taurat tanpa ada cacat celanya sama sekali. Tapi juga ada satu kalimat, dia adalah seorang yang merupakan keturunan Benyamin asli.

Lalu kalau Saudara lihat di dalam Yohanes ada kalimat seperti ini juga, ketika orang-orang itu mulai berselisih dengan Yesus Kristus dan mereka berkata bahwa, “Kami ini adalah bapa Abraham, kamu itu siapa bapamu? Kamu kan anak zinah,” begitu. Di situ ada pengertian kalau mereka adalah seorang yang lahir dari keturunan bapa Abraham, darah daging bapa Abraham yang asli, maka itu menjamin keselamatan mereka, itu menjamin kehidupan mereka yang diperkenan oleh Tuhan Allah. Makanya orang-orang Yahudi sangat mementingkan sekali untuk menelusuri garis silsilah mereka, apakah mereka ada bagian dalam dua belas keturunan daripada Yakub yang merupakan cucu daripada bapa Abraham. Kalau mereka ada di dalam garis keturunan itu, mereka bisa menunjuk, “Oh kami adalah dari Benyamin, kami dari Yusuf, kami dari Manasye,” dan lain-lain, maka mereka adalah keturunan yang sah, mereka ada dalam Kerajaan Allah, mereka mewarisi semua janji Allah dalam hidup mereka, dan itu menjamin keselamatan hidup mereka di hadapan Tuhan.

Dan Stefanus berkata, “Tahu tidak, saya juga percaya itu lho. Saya juga yakin bahwa bapa Abraham itu yang menerima perjanjian dan melalui itu dia melahirkan anak Ishak dan akhirnya melahirkan dua belas suku Israel yang merupakan bapa leluhur kita melalui cucu dari bapa Abraham yaitu Yakub.” Tetapi ketika orang-orang Israel itu mendengar statement ini, mereka menerima tetapi di sisi lain mereka tanpa sadar sedang dipersiapkan untuk menerima serangan dari Stefanus kembali. Serangannya di mana? Serangannya adalah berkaitan dengan ayat ke-51 kalau Saudara lihat, “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.”

Jadi kesimpulan dari pada khotbah Stefanus nantinya adalah Stefanus mau berkata kepada orang-orang yang merupakan orang yang menolak diri dia atau menghasut untuk memberikan saksi palsu berkenaan dengan berita yang dia kabarkan itu kalau mereka adalah orang-orang yang keras kepala, tidak bersunat hati dan telinga, menentang Roh Kudus sama seperti nenek moyangmu. Jadi bagaimana caranya Stefanus mau menyatakan kalau mereka adalah orang yang tegar tengkuk, tidak bersunat hati, lalu menentang Roh Kudus dan seperti nenek moyangmu itu? Yaitu dengan cara membuktikan kalau mereka yang hidup sezaman dengan Stefanus adalah orang-orang yang menentang Roh Kudus, orang-orang yang tegar tengkuk seperti bapa leluhur mereka, orang-orang yang menolak Tuhan dalam hidup mereka.

Tetapi cara Stefanus kembali berbicara adalah pertama dia menarik perhatian mereka, dia menyatakan kalau dia adalah seorang yang betul-betul memahami Perjanjian Lama, memiliki iman yang sama dengan orang-orang itu, tetapi kemudian dia mulai secara halus memasukkan nanti kesimpulan ini di dalam cerita berikutnya yang dimulai dengan kalimat, “Karena iri hati, bapa-bapa leluhur kita menjual Yusuf ke tanah Mesir tapi Allah menyertai dia.”

Kalau Saudara perhatikan di dalam kitab Kejadian, maka ini sepertinya adalah satu peristiwa yang merupakana alur cerita yang kontinu. Pertama-tama Abraham punya anak Ishak, Ishak punya anak Yakub, Yakub melahirkan 12 anak, lalu di antara 12 anak itu ada seorang yang bernama Yusuf lahir di tengah-tengah mereka, lalu Yusuf ini adalah seorang yang begitu dikasihi oleh ayahnya sehingga dia diberikan pakaian yang indah-indah untuk dikenakan dan itu membuat iri hati dari saudara-saudaranya. Lalu bukan hanya pakaian indah yang diberikan pada diri dia, tapi kemudian dia juga mendapatkan wahyu Tuhan yang menyatakan kalau 11 berkas yang lain itu akan sujud kepada berkas diri dia, dan bahkan matahari dan bulan pun akan sujud kepada bintang dia. Dan di dalam Alkitab dikatakan justru memberitahukan itu semua kepada saudara-saudaranya, termasuk akhirnya saudaranya mengadu kepada papanya yang berkata bahwa Yusuf ngomong dia sombong sekali, bahkan papa mama pun harus sujud di hadapan dia sampai membuat Yusuf dipanggil oleh Yakub dan ditanyai berkenaan dengan mimpinya itu.

Kita nggak akan masuk terlalu ke arah situ tapi yang mau saya katakan adalah pada waktu Yakub itu mendapatkan mimpi, di dalam pemikiran orang-orang yang merupakan pemimpin agama yang mendengar Stefanus, mereka tahu bahwa itu adalah panggilan Tuhan kepada Yusuf untuk menjadi pemimpin atau orang kedua di tempat negara asing. Dan dia akan dipakai oleh Tuhan untuk menjadi juruselamat bagi orang-orang Israel yang ada di dalam kelaparan, tetapi juga kepada orang-orang bukan Yahudi atau Israel yang ada pada zaman Yusuf itu yang mengalami kekeringan selama 7 tahun.

Jadi mereka paham Yusuf itu adalah seorang yang diutus oleh Tuhan ke tanah Mesir untuk menyelamatkan satu bangsa, tetapi mereka juga paham yang membuat Yusuf pergi ke tanah Mesir itu adalah karena mereka iri hati kepada Yusuf yang begitu dikasihi oleh bapa mereka dan juga yang kemudian mendapatkan wahyu dari Tuhan Allah. Makanya di sini Stefanus berkata seolah-olah ini merupakan satu alur cerita dari bapa Abraham yang dipanggil keluar dari Ur Kasdim, kemudian ke Mesir, masuk ke dalam tanah kanaan, melahirkan anak, lalu kemudian anak-anaknya masuk ke dalam tanah Kanaan, lalu di situ ada peristiwa Yusuf yang dijual ke Mesir baru mereka bisa pergi ke Mesir. Sepertinya sesuatu yang kontinu seperti itu.

Tetapi Stefanus mau bilang peristiwa itu adalah diakibatkan oleh iri hati. Kata iri hati sudah dimasukkan di situ terlebih dahulu, tujuannya untuk apa? Saudara, saya nggak tahu apakah orang-orang pemimpin agama Mahkamah Agung ini mulai ada sense bahwa si Stefanus itu sedang menyerang diri dia atau mereka atau tidak. Kurang mengerti itu, tetapi paling tidak, mungkin di dalam pemikiran mereka, mereka diingatkan pada satu peristiwa di mana Yesus diserahkan untuk disalibkan. Nah pada waktu Yesus diserahkan untuk disalibkan, apa yang menjadi alasan Yesus untuk disalibkan, diserahkan itu? Kalau Saudara perhatikan di dalam Markus 15:10, Yesus di hadapan Pilatus, dan pada waktu itu orang-orang Yahudi dan imam-imam kepala itu membawa Yesus kepada Pilatus karena mereka tidak memiliki kuasa untuk menyalibkan Yesus atau membunuh Yesus karena hukum Romawi itu melarang orang Yahudi untuk melakukan hukuman mati menurut hukum agama mereka atau hukum yang mereka jalankan, dan itu harus dikembalikan kepada otoritas pemerintah Romawi. Pada waktu Pilatus berhadapan dengan orang-orang yang merupakan imam kepala itu yang menyerahkan Yesus Kristus, dikatakan di ayat 10, “Ia memang mengetahui bahwa imam-imam kepala telah menyerahkan Yesus karena dengki.” Jadi karena kebencian mungkin bisa dikatakan karena iri hati mereka kepada Yesus Kristus maka Yesus kemudian yang tidak bersalah itu diserahkan untuk disalibkan oleh Pilatus.

Jadi pada waktu Stefanus masuk ke dalam ayat ke-9 ketika berbicara mengenai bapa-bapa leluhur kita menjual Yusuf ke tanah Mesir karena iri hati, Stefanus sedang mempersiapkan untuk menyerang orang-orang yang merupakan Mahkamah Agung itu untuk dengan berkata bahwa, “Bukankah kamu juga telah menyerahkan orang benar itu karena iri hati? Kamu adalah orang yang persis seperti bapa leluhurmu. Apa yang menjadi kesalahan mereka? Allah sudah jelas-jelas berkata kalau Yusuf itu akan menjadi pemimpin, Allah sudah benar-benar memanggil Yusuf untuk menjadi orang yang menjalankan tugas yang Tuhan berikan tetapi mereka nggak bisa terima itu. Mereka justru iri hati, mereka membenci dan mereka menjual Yusuf ke Mesir.” Jadi, satu sisi mereka tahu kebenaran Tuhan, tetapi di sisi lain mereka menentang Tuhan secara terang-terangan melalui tindakan mereka menjual Yusuf ke Mesir itu atau dengan satu kesadaran mereka kemudian menjual Yusuf ke Mesir.

Itu sebabnya kalau kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Stefanus di sini, walaupun ada yang berkata kayaknya Yusuf itu tidak bisa dikatakan sebagai tipologi dari Yesus Kristus, Musa itu tipologi dari pada Yesus Kristus. Tetapi kelihatannya Stefanus ketika memasukkan kalimat berkenaan dengan apa yang terjadi pada Yusuf ini, itu bertujuan untuk menyamakan apa yang terjadi pada Yusuf dengan apa yang terjadi kepada Yesus Kristus. Dan sebabnya itu apa? Seperti halnya yang dialami oleh Yesus Kristus juga.

Jadi pada waktu Stefanus berbicara seperti ini, istilah lainnya adalah Stefanus sedang mau mengatakan kalau Yusuf itu adalah tipologi dari Yesus Kristus dan di dalam Perjanjian Lama sudah dikatakan kalau seperti halnya Yusuf yang Tuhan persiapkan untuk menjadi Juruselamat dari bangsanya, dari pada orang-orang Israel, begitupun Yesus adalah orang yang dipersiapkan Allah untuk menjadi Juruselamat bagi bangsa-Nya. Tetapi seperti halnya Yusuf yang kemudian ditolak oleh bangsanya sendiri oleh saudaranya sendiri, Yesus Kristus juga ditolak oleh kaum sebangsa-Nya sendiri. Dan seperti halnya Yesus, Yusuf kemudian dibuang ke dalam penjara, Yesus kemudian dibuang ke dalam alam maut, seperti itu. Dan kemudian setelah Yusuf keluar dari penjara itu dan duduk di atas takhta yang berkuasa sebagai orang yang nomor dua dari pada Firaun atau dikatakan sebagai tangan kanan Firaun maka Yesus Kristus pun kemudian setelah bangkit dari kematian duduk di sebelah kanan Allah Bapa.

Jadi, di dalam bagian ini Yusuf sebenarnya sedang mau mengarahkan pemikiran dari orang-orang yang mendengarkan pembelaan dia itu kepada, “Kamu seperti bapa leluhurmu itu lho.” Apa yang dilakukan bapa leluhur? Iri hati. Apa yang dilakukan mereka? Melakukan kejahatan. Dengan cara apa? Menjual seorang nabi Tuhan. Lalu apa yang terjadi lagi? Pokoknya lakukan segala kejahatan pada dia tetapi kemudian Tuhan memakai orang itu untuk dipersiapkan di dalam suatu posisi yang mulia menyelamatkan bangsanya sendiri tetapi juga bangsa asing di situ. Dan itu terjadi di dalam diri Yesus Kristus. Tetapi sekali lagi saya mau katakan, caranya halus sekali. Dengan cara apa? Dengan cara cerita tentang Yusuf. Dia nggak ngomong Yesus dulu di situ, tetapi dia ngomong kejahatan bapa leluhur kemudian dia ngomong apa yang dilakukan kepada Yusuf lalu kemudian apa yang terjadi pada diri Yusuf, baru terakhir dia tembak, kamu tegar tengkuk, kamu keras kepala, kamu adalah orang yang tidak patuh kepada Roh Kudus karena kamu menyerahkan Yesus Kristus.

Jadi, pada waktu kita melihat pembelaan yang Stefanus berikan, memang awal mula seolah-olah kita melihat kok kayaknya Stefanus ini bicaranya kemana-mana, kaya gitu. Orang bilang kamu menghujat Musa, kamu menghujat Allah, kamu menghujat Bait yang kudus, kamu menghujat hukum Taurat, tetapi kok mulai ceritanya itu dari bapa Abraham yang keluar dari Ur Kasdim? Tapi sebenarnya Stefanus tidak pernah lari dari titik persoalan. Dia justru sedang berbicara sesuatu kebenaran yang membawa mereka dengan cara menjawab keempat tuduhan ini secara halus tetapi ketika dia meruncing kepada kesimpulan, dia langsung ngomong berkenaan dengan kebenaran atau kejahatan yang mereka lakukan dan mereka sadar ternyata semua yang dikatakan di dalam ayat-ayat sebelumnya itu adalah berbicara berkenaan dengan Mahkamah Agung itu, orang-orang Yahudi yang menolak Yesus Kristus.

Jadi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita melihat pada bagian ini seolah-olah ini adalah suatu argumentasi yang Stefanus lakukan atau pembelaan apologetika yang Stefanus lakukan berkenaan dengan iman mereka. Tetapi saya percaya dibalik dari pada penjabaran yang Stefanus lakukan, kita bisa melihat ada kebenaran-kebenaran theologis yang Alkitab juga ingin kita mengerti dan untuk kita pahami dalam kehidupan kita. Seperti yang tadi saya katakan di awal, kita harus mengerti kalau Allah kita itu adalah Allah yang tidak berbeda dengan Allah orang Yahudi yang dinyatakan di dalam Kitab Perjanjian Lama.

Maksudnya adalah di dalam pemikiran orang-orang Yahudi seringkali melihat kekristenan itu seperti melihat Kristen itu adalah kelompok sesat yang mengajarkan Allah lain yang berbeda dari pada Allah yang dikatakan sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Tetapi Stefanus mau bilang atau Alkitab mau menyatakan, Perjanjian Baru mau menyatakan kalau Allah yang kita sembah itu bukan Allah yang berbeda dari Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Allah kita itu adalah Allah yang sama dengan Allah yang dipercaya oleh Abraham, Ishak, dan Yakub yang kita kenal di dalam Yesus Kristus itu.

Jadi, Perjanjian Baru istilah lainnya adalah merupakan penggenapan dari Perjanjian Lama, nubuat di dalam Perjanjian Lama. Kita punya kepercayaan bukan suatu kepercayaan yang baru yang berbeda dari kepercayaan yang diajarkan dalam Perjanjian Lama. Tetapi kita punya kepercayaan adalah merupakan penggenapan atau merupakan suatu kulminasi ya atau suatu hal yang memang sudah dijanjikan di dalam Perjanjian Lama. Jadi apa yang kita percayai sekarang adalah suatu penggenapan atau istilah lainnya yang lebih tepat ya, adalah sesuatu kebenaran yang kita terima, mungkin karena kita percaya Perjanjian Lama berbicara berkenaan dengan apa yang kita imani saat ini. Itu iman kita.

Dan apa yang membuat semua itu bisa terjadi? Yaitu karena Allah adalah Allah yang setia kepada janji-Nya, Allah adalah Allah yang mampu memimpin dan mengarahkan sejarah manusia dan umatnya di dalam dunia ini untuk bisa menggenapi setiap perkataan-Nya, rencana-Nya sampai kepada hari Yesus Kristus lahir dalam dunia ini. Itu Allah kita. Dan mungkin kita juga bisa berkata seperti ini, pada waktu kita berhadapan dengan Allah seperti ini, kita jangan mengeraskan hati kita untuk menerima kebenaran ini. Cara mengeraskan hatinya bagaimana? Kalau bagi orang-orang Yahudi, mereka tidak mau menerima Yesus adalah Mesias itu. Mereka menentangnya dengan begitu keras sekali. Tetapi pada waktu zaman kita, kita bisa mengeraskan hati bagaimana? Mungkin bisa dalam bentuk saya menyia-nyiakan anugerah yang Tuhan berikan bagi diri saya di dalam Yesus Kristus. Maksud menyia-nyiakan itu adalah pada waktu kita mengerti bahwa keselamatan kita itu adalah anugerah, seharusnya kita paham bahwa keselamatan kita itu adalah sesuatu yang tidak mungkin kita bisa peroleh. Paham ya.

Kemarin di PA ada satu yang bertanya kepada saya berkenaan dengan, kenapa kita perlu disiplin rohani, pentingnya itu di mana? Karena PA saya bicara tentang disiplin rohani. Lalu di situ saya ada angkat contoh kasus ketika dia masuk kuliah, dia anggap penting nggak kuliah itu? Dia bilang penting sekali. Kenapa penting? Karena susah sekali masuk ke dalam bidang studi itu, maka itu penting sekali. Lalu saya ngomong, kita bisa diterima oleh Tuhan di dalam kekekalan itu sesuatu yang sulit nggak? Bukan saja sulit, tetapi mustahil. Kalau kita bisa menghargai apa yang sulit di dalam dunia ini karena kesulitan itu maka kita kemudian mengutamakan itu, mementingkan itu, menjaga supaya kita tidak dikeluarkan dari hal itu, misalnya kuliah, karena itu begitu sulit saya akan berjuang mati-matian untuk bisa mendapatkan nilai yang baik dan teruskan sampai selesai karena kesulitan untuk masuk ke dalamnya. Iman juga sebenarnya nggak terlalu jauh berbeda ya.

Pada waktu kita berkata iman itu adalah sesuatu yang tidak mungkin atau keselamatan itu tidak mungkin kita bisa mendapatkannya dengan kemampuan kita, Kerajaan Allah itu adalah sesuatu yang mustahil kita bisa masuk ke dalamnya dengan segala kekayaan kita dan tenaga kita dan kekuatan kita dan segala sesuatu yang kita miliki dalam dunia ini tetapi kemudian kita diberikan itu sebagai suatu anugerah, yang timbul di dalam hati kita itu bukan kemudian meremehkan, tetapi justru harusnya menghargainya dengan seluruh jiwa kita, hidup kita karena apa? Karena untuk bisa masuk ke dalamnya itu adalah mustahil. Tidak mungkin bisa dapat kecuali kalau Tuhan membuka pintu dan memberikannya kepada diri kita. Tapi di dalam kehidupan kita, kita sering mungkin bisa hidup sebagai orang yang mnegatakan saya menerima anugerah, saya sudah diselamatkan di dalam Kristus, tetapi hidup kita tidak menyatakan kalau kita ada di dalam anugerah yang menghargai anugerah itu, tetapi justru menyepelekan segala sesuatu yang bersifat rohani dalam kehidupan kita.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya itu adalah bagian dari kita mengeraskan hati kita terhadap kasih karunia yang Tuhan Yesus berikan. Saya seringkali berkata, saya justru sangat seringkali prihatin dan gentar sekali dengan orang-orang Kristen generasi kedua dan ketiga. Generasi pertama adalah orang-orang yang tentunya mengerti kenapa mereka menjadi orang Kristen, percaya kepada Kristus. Tetapi generasi kedua yang lahir di dalam kebudayaan Kristen, keluarga Kristen, kebiasaan-kebiasaan di dalam gereja, pelayanan, tidak lagi melihat bahwa penebusan Kristus itu adalah sesuatu yang mahal dan bernilai sekali sehingga yang dilakukan adalah hanya akhirnya jatuh kepada tradisi dan suatu ketaatan eksternal dan bukan pertobatan internal dalam diri kita yang dinyatakan dari suatu kehidupan yang sepertinya Kristen, tapi tidak ada penundukan diri kepada firman. Pada waktu kita mendengar firman, selalu kita berusaha mencari celah untuk bisa melanggar firman itu dalam hidup kita. Itu saya percaya bagian dari pada kita mengeraskan hati. Tapi di sini di dalam kehidupan orang Yahudi, mereka mengeraskan hatinya dengan cara menolak Kristus dengan menolak berita Injil yang dikabarkan sebagai suatu kebenaran.

Saya akan stop di sini. Kiranya Tuhan boleh berkati kita ya di dalam perjalanan iman kita dan dari sini kita juga boleh mendapatkan prinsip berkenaan bagaimana kita boleh mempertanggungjawabkan iman kita ketika orang menanyakan itu. Kita akan lanjutkan lagi di dalam ayat-ayat berikutnya dalam pertemuan ke depan ya. Mari kita berdoa.

Kami berdoa mohon kiranya Engkau boleh pimpin apa yang telah didengarkan pada hari ini ya, Bapa. Kami mohon kiranya Engkau boleh tolong kami untuk menjadi orang-orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Engkau seperti halnya bapa Abraham yang percaya kepada Engkau, pimpinan-Mu, janji-Mu, kesetiaan-Mu walaupun dia tidak melihat tetapi dia percaya akan setiap perkataan dan memang terbukti kemudian hari, tidak tahu berapa lama itu tetapi janji-Mu tetap akan digenapi. Tolong kami ya Bapa ketika kami berjalan di dalam kehidupan kami, khususnya ditengah-tengah masa pandemi ini, walaupun kami tidak mengerti hari depan kami, walaupun kami tidak tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kami, walaupun kami ada di dalam kekuatiran dari hari demi hari, detik demi detik yang kami lalui, tetapi biarlah kami juga boleh belajar melalui peristiwa ini untuk melihat kepada Kristus dan berpegang kepada Kristus dan meminta Kristus untuk memegang kami. Bukan kami melihat seperti halnya Petrus yang berdiri di atas lautan yang bergelora dan dia kemudian dihantui oleh ketakutan dan kekuatiran karena ia tidak memandang kepada Kristus. Tolong pimpin kami ya, Tuhan. Berikan kami iman, berikan kami pertumbuhan untuk mengenal Tuhan dalam hidup kami, dan berikan kami pengertian untuk makin bisa mengerti iman kami dan bertanggungjawab di dalam perjalanan iman kami sebagai orang yang telah menerima kasih karunia Kristus. Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus yaitu Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami telah berdoa. Amin.

 

Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah (KS)