Pernikahan: Urusan Pribadi atau Urusan Publik?
Pdt. Dawis Waiman, M. Div
Kita akan melihat dua bagian kitab suci. Pertama adalah dari Kej. 2:15-25. Lalu yang kedua kita akan lihat dari kitab Kolose. Kejadian 2:15-25, “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.”
Yang kedua, mari kita buka dari Kol. 3:17-18, “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. Pada waktu kita melihat ke dalam kehidupan dari keluarga Kristen, maka apakah itu disadari atau tidak ada satu kecondongan dari keluarga-keluarga Kristen yang ketika melihat kehidupan keluarga itu adalah satu kehidupan keluarga yang privasi, kehidupan keluarga yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan gereja Tuhan ataupun dengan kehidupan dari umat Tuhan yang lainnya. Sehingga pada waktu keluarga itu mengalami satu masalah di dalam kehidupannya maka mereka lebih memilih untuk menutup, mengisolasi diri, menarik diri dari satu komunitas, yaitu gereja Tuhan, lalu berusaha untuk mengatasi masalah itu, tetapi tidak bisa mengatasi masalah itu. Tetapi juga tidak mau mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah itu.
Mungkin di dalam kehidupan kita—kemarin di dalam KTB Bapak-Ibu—ada satu pembahasan menyinggung ini sedikit dan di dalam pembahasan itu ada satu pemikiran yang muncul dan saya pikir itu adalah satu pemikiran yang ada di dalam masyarakat umum. Dan bahkan di dalam kehidupan keluarga dari keluarga-keluarga Kristen juga. Itu pemikiran apa? Lebih baik kita tidak bongkar apa yang menjadi masalah di dalam keluarga kita, karena itu adalah hal yang memalukan. Tetapi cerai itu bukan satu masalah yang lebih memalukan daripada menyatakan apa yang menjadi masalah di dalam keluarga kita. Atau maksudnya adalah perceraian itu lebih mudah diterima daripada kalau kita menghadap satu sosok tertentu atau tokoh tertentu atau orang yang memiliki satu pelatihan di dalam mengkonseling keluarga-keluarga yang ada dalam masalah, lalu mengatakan masalah yang ada di dalam kehidupan keluarga mereka. Jadi lebih baik tiba-tiba saja orang-orang Kristen dan dunia menyadari atau mendapatkan satu informasi kalau si keluarga A itu bercerai, daripada kalau keluarga itu mencari solusi untuk menyelesaikan masalah di dalam kehidupan keluarga mereka.
Sebabnya kenapa? Banyak orang ngomong, “Malu”. Ada yang berkata menurut tradisi, baik itu mungkin Batak atau Chinese saya nggak tahu Jawa bagaimana, tetapi di dalam tradisi itu ada satu pengertian, “Lebih baik masalah disimpan baik-baik, ditahan sendiri, nggak boleh keluar dan diketahui oleh orang.” Sehingga ini membuat sering kali pada waktu kita berbicara tentang masalah yang ada di dalam keluarga, satu sisi saya nggak terlalu heran juga, ya. Mengapa keluarga-keluarga itu ingin menutupi masalah yang ada di dalam keluarga mereka? Mungkin, karena gereja itu bocor. Sehingga ketika berbicara dengan satu orang maka satu gereja mengetahui apa yang menjadi masalah di dalam keluarga mereka. Mungkin juga kenapa bocor? Karena mereka berbicara kepada orang yang salah di dalam gereja Tuhan. Tetapi walaupun mereka ngomong kepada orang yang benar, mungkin juga bisa jadi karna gereja itu bocor.
Ada orang yang pernah datang kepada saya lalu dia berkata, “Boleh nggak, Pak, saya konseling?”, “Oh, boleh. Dari mana?”, “Oh, dari gereja A.”, “Lho, kenapa nggak konseling di gereja A saja? Bukankah di gereja sana ada pendetanya, kayak gitu? Ada majelisnya yang bisa diajak berbicara? Orang Kristen yang baik bukankah ada di sana? Kenapa harus ke sini?” Dia bilang, “Saya tahu sekali gereja saya, karena pada waktu saya mengatakan sesuatu berkaitan dengan masalah saya, maka hal itu akan diangkat di dalam kemajelisan dan ketika diangkat di dalam kemajelisan maka satu gereja tahu semua masalah saya.” Maka, itu menjadikan mereka nggak mau berbicara.
Bapak, Ibu, kalau mendapatkan saudara seiman yang ada di dalam pergumulan. Apa pun yang menjadi pergumulan mereka, kalau Bapak, Ibu merasa bahwa itu adalah sesuatu yang bisa diatasi, Bapak, Ibu boleh, mungkin kalau ketika mereka sharing kepada Bapak, Ibu, Saudara, Bapak, Ibu bisa tolong membimbing mereka. Tetapi mulut kita nggak boleh membicarakan hal itu kepada jemaat yang lain. Tapi kalau misalnya andai kata permasalahan itu adalah sesuatu permasalahan yang cukup berat seperti itu, silakan bisa diusulkan untuk datang kepada pemimpin gereja atau orang-orang yang memang diperlengkapi untuk melayani di dalam hal ini. Dan saya juga nasihatkan mereka yang menjadi pengurus gereja dan saya sendiri sebagai hamba Tuhan sangat menjaga sekali informasi tidak boleh keluar ke mana-mana. Kecuali kalau hal itu berbicara mengenai hal umum yang dialami oleh mayoritas dari masalah manusia, kadang-kadang saya bisa ambil contoh tetapi nama tidak pernah saya ungkapkan sama sekali. Kenapa? Karena hal itu dialami oleh mayoritas dari manusia, itu yang saya jadikan contoh kadang-kadang. Tetapi bicara masalah spesifik saya biasanya keep sekali untuk hal ini. Walaupun kadang-kadang bisa sampai disalah mengerti.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. Jadi pada waktu kita berbicara mengenai kehidupan keluarga, seharusnya bagaimana kita melihat kehidupan keluarga kita sebagai orang Kristen? Dan apakah keluarga kita itu ada kaitannya dengan gereja Tuhan sebagai satu komunitas Kristen? Dan pada waktu kita menghadapi satu persoalan di dalam kehidupan keluarga kita, apakah kita bisa berkata bahwa persoalan yang kita alami itu adalah satu persoalan yang bersifat privasi? Ya memang ada persoalan yang privasi, saya nggak ngomong semua apa yang ada di dalam keluarga kita, yang terjadi di dalam permasalahan kita kita bocorkan ke semua orang, kita ceritakan ke mana-mana, seperti itu. Nggak! Bukan itu tujuannya. Yang saya heran kadang-kadang kita bisa lebih terbuka, mungkin, di IG, kayak gitu, untuk menyatakan apa yang ada di dalam relasi antara orang-orang yang sedang berpacaran atau di dalam berkeluarga daripada kita berbicara secara pribadi dengan orang-orang yang bisa menolong diri kita.
Tapi, yang saya maksudkan adalah pada waktu kita berbicara mengenai masalah, ini bukan masalah yang ada di dalam keluarga, lalu kita ceritakan semua. Karena di bawah kolong langit ini dan di bawah setiap atap daripada rumah tangga nggak ada yang nggak bermasalah, baik dari jemaat yang paling kecil sampai kepada pemimpin di dalam gereja, pasti ada masalah di dalam kehidupan keluarga mereka. Tapi, apakah semua itu harus diutarakan seperti itu? Saya kira tidak juga, melainkan hal-hal yang kita sendiri dapati yang kita tidak bisa atasi di dalam kehidupan kita yang mungkin akan membawa satu kehidupan yang tidak mempermuliakan Tuhan kalau kita terus hidup di dalamnya dan mempertahankan keadaan itu.
Bapak, Ibu mungkin boleh mempertimbangkan untuk menghadap pemimpin gereja atau orang yang Bapak, Ibu bisa percayai untuk bisa menolong di dalam menyelesaikan masalah keluarga. Sebabnya kenapa? Karena pada waktu kita berbicara mengenai keluarga, keluarga itu bukan hanya bicara mengenai, oh, saya dengan istri saya. Istri saya dengan saya. Kami berdua dengan anak kami saja yang tidak memiliki kehidupan yang berkaitan dengan gereja atau bahkan kerajaan Tuhan. Ini agak menyimpang sedikit, tetapi saya kira ini prinsipnya ada di dalam cerita ini supaya kita bisa melihat secara lebih luas berkaitan dengan kaitan ini, ya.
Di PA hari Rabu, saya ada bahas dari Ester pasal yang ke-6. Di dalam Ester pasal yang ke-6 itu, kita melihat bahwa kehidupan dari tokoh-tokoh yang dicatat di dalam kitab itu kelihatannya nggak ada kaitan satu dengan yang lain, kan? Misalnya kalau bicara tentang Ester pasal 6, Ester pasal 2 kayak gitu, dan Ester pasal 1 di situ, maka Bapak, Ibu akan melihat di Ester pasal 1, Wasti tidak taat kepada suaminya atau tidak tunduk kepada suaminya yang adalah Raja Ahasyweros. Akibatnya, jabatannya sebagai seorang permaisuri itu diturunkan. Bapak, Ibu kalau baca bagian ini bisa nggak berpikir, oh, ini ada hubungannya dengan nanti Israel, orang Yahudi yang diselamatkan! Kita akan berpikir bahwa, oh, Wasti turun karena dia tidak dengar titah dari Raja Ahasyweros! Lalu, pada waktu Ester naik ke atas posisi menggantikan posisi Wasti, alasannya karena apa? Kita akan berkata bahwa, oh, Ester duduk di atas takhtanya Wasti karena Raja Ahasyweros kangen berat sama seorang permaisuri, di mana permaisurinya itu sebelumnya telah dia keluarkan titah untuk dipecat dari jabatannya sehingga dia nggak ada lagi pendamping yang bisa mendampingi diri dia mungkin, senang bersama, duka bersama atau bercengkerama bersama seperti itu. Sehingga dari situ akhirnya hamba-hambanya kemudian memutuskan untuk melakukan sayembara, lalu terpilihlah Ester untuk menjabat sebagai seorang permaisuri. Lalu nggak lama kemudian, Bapak, Ibu membaca kisah mengenai Haman yang berusaha untuk membinasakan seluruh orang Yahudi. Dasarnya apa? Karena dia adalah orang yang begitu sombong sekali, begitu tinggi pride-nya, dan dia nggak bisa melihat ada 1 bangsa yang tidak menghormati diri dia. Dia ingin membinasakan seluruh bangsa itu, lalu dia datang kepada Raja Ahasyweros untuk meminta surat agar seluruh bangsa Yahudi boleh dibumihanguskan dari tanah Persia yang ada di bawah pemerintahan Raja Ahasyweros. Lalu nggak lama kemudian, Bapak, Ibu akan menemukan bahwa Haman ketika duduk di pintu gerbang kota, tiba-tiba mendengar ada 2 sida-sida yang merencanakan untuk memberontak kepada Raja Ahasyweros.
Kalau kita lihat satu per satu kisah itu, ya, scene itu, ada hubungannya nggak? Wasti turun, Ester naik, lalu siapa? Mordekhai mendengar kisah, lalu dihukumlah sida-sida itu. Lalu Haman mempunyai kisah untuk membinasakan semua dari orang Yahudi yang ada di tanah Persia. Ada hubungannya nggak? Mungkin kita akan ngomong, tidak ada! Dan bahkan, kisah dari Ester pasal 1 dan 2, lalu kemudian ke Ester pasal 6 ketika Mordekhai itu ingin disula oleh Haman kayak gitu, itu range waktunya 4 sampai 5 tahun kemudian. Nggak ada hubungannya sama sekali sepertinya, tapi kalau Bapak, Ibu baca terus di dalam pasal itu, ternyata Tuhan sudah mempersiapkan tokoh-tokoh tertentu untuk duduk di posisinya dan pengalaman-pengalaman tertentu yang terjadi sehari-hari di dalam kehidupan kita sebagai manusia biasa seperti itu dan segala tanggung jawab yang kita miliki dan pekerjaan yang kita lakukan demi 1 tujuan: menyelamatkan umat Allah dari kebinasaan, menggenapi apa yang menjadi kehendak Allah di dalam dunia ini.
Nah, bagaimana dengan keluarga Kristen? Keluarga Kristen juga tidak berbeda daripada prinsip ini dan bahkan keluarga Kristen dikatakan sebagai satu ujung tombak atau satu pos terdepan daripada kehidupan Kristen atau gereja untuk menjadi satu kesaksian bagi dunia berkaitan dengan pekerjaan Tuhan di dalam dunia ini. Kita harus bisa melihat dari perspektif itu. Dan ketika kita melihat dari perspektif ini, kita tidak bisa memisahkan antara keberadaan dari keluarga Kristen secara fisik dan practical dalam kehidupannya dalam kaitan langsung dengan kehidupan dari gereja sebagai satu tubuh Kristus. Ini penting sekali.
Nah, kenapa kita bisa berbicara mengenai hal ini? Bapak, Ibu boleh kembali ke dalam pasal 1 dari kitab Kolose, maka kita akan menemukan bahwa konteks kehidupan suami istri di dalam keluarga Kristen itu ternyata ditaruh di dalam konteks dari gereja Tuhan. Ambil contoh, misalnya pada waktu Bapak, Ibu baca Kolose pasal 1, di sini, Paulus sebagai rasul Yesus Kristus oleh kehendak Allah dan Timotius saudara kita itu menulis surat kepada jemaat yang ada di Kolose. Lalu berbicara mengenai jemaat yang ada di Kolose, siapa yang dimaksudkan oleh Paulus dengan jemaat di Kolose ini? Mereka adalah orang-orang yang menerima kasih Tuhan. Orang-orang yang memiliki pengharapan yang ada di dalam Kristus dan mereka adalah orang-orang yang hidup di dalam iman kepada Kristus. Itu dibaca di dalam ayat ketiga dan ayat yang keempat, lima. Kita baca urut dulu satu-satu, ya. “Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di sorga. Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil”. Jadi pada waktu Paulus berbicara kepada jemaat Kolose, siapa jemaat Kolose di situ? Mereka bukan sekedar orang-orang yang berkumpul tanpa tujuan atau semua orang yang ada di dalam Kolose, seperti itu. Tetapi Paulus spesifik berbicara mengenai orang-orang atau kelompok tertentu yang ada di Kolose itu. Siapa mereka? Yaitu mereka yang memiliki iman dalam Kristus Yesus, mereka yang memiliki kasih terhadap semua orang kudus dan mereka yang memiliki pengharapan yang ada di dalam surga yang disediakan kepada mereka di dalam Kristus. Jadi Paulus menargetkan secara spesifik surat Kolose kepada orang-orang yang disebut sebagai orang Kristen.
Tapi kalau kita bicara kembali, siapa itu orang Kristen yang dimaksudkan oleh Paulus di sini? Apakah mereka adalah semua orang Kristen yang ada di dalam gereja? Saya kira mungkin kita bisa tafsirkan pertama iya, seperti itu, semua orang Kristen yang ada di dalam gereja dengan satu pengharapan Paulus ingin mereka memiliki satu pengertian berkaitan dengan kehidupan Kristen dan satu kehidupan yang dipertobatkan di dalam Injil Kristus. Tetapi di sini Paulus kemudian membawa kita masuk secara lebih mendalam sedikit untuk melihat siapa Orang Kristen itu, yaitu di Kol. 1:6, “yang sudah sampai kepada kamu. Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh dunia, demikian juga di antara kamu sejak waktu kamu mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya.” Di dalam terjemahan LAI di sini kita tidak terlalu jelas membaca berkaitan dengan kalimat “mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya”. Tapi kalau Bapak, Ibu membuka di dalam versi bahasa Inggris dan juga di dalam versi yang lain dari bahasa Indonesia, maka selain dari kata “mendengar” di situ ada kata “mengenal” yang sebenarnya lebih mungkin jelas kalau diterjemahkan “mengerti akan hal itu”.
Jadi pada waktu orang-orang Kristen ini mendengarkan Injil Tuhan, Paulus berkata mereka adalah orang-orang yang bukan hanya mendengar tetapi mereka betul-betul mengerti apa yang dimaksudkan di dalam Injil itu, apa yang dikerjakan Kristus di dalam inkarnasi-Nya ketika Dia datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan manusia. Dan pada waktu kita bicara mengerti pengertian “mengerti” ini maka ada satu hal yang Bapak, Ibu harus sadari, pengertian itu tentunya dari pemberitaan. Pengertian itu tentunya dari satu pembelajaran yang kita dapatkan. Pengertian itu menjadi sesuatu yang dari studi atau dari satu apologetika yang diberikan oleh orang-orang Kristen berkaitan dengan kehidupan Kristen dan Injil Kristus. Mungkin kita bisa berpikir seperti itu, tapi kalau kita kembali ke dalam konteks Kitab Suci, pengertian yang dimaksud itu selalu tidak pernah berkaitan dengan kemampuan menalar dari manusia yang pintar untuk mengerti Injil, tetapi pengertian itu adalah sesuatu yang diberikan Tuhan kepada diri kita. Atau istilah lainnya kayak gini ya, kalau Bapak, Ibu ditanya “Apa yang membuat Bapak, Ibu bisa percaya kepada Injil dan menjadi orang Kristen?” jawabnya apa? “Oh ya, saya baca Alkitab, dari depan sampai belakang 100 kali, kayak gitu. Lalu ketika saya baca Alkitab 100 kali, saya memikirkan dan mengkomparasikan dengan semua agama yang lain, lalu saya mendapatkan satu hal bahwa agama Kristen di dalam pengajarannya dan Alkitab itu lebih konsisten dari semua pengajaran agama yang lain. Dan itu yang membuat saya memutuskan untuk menjadi orang Kristen.” Saya kira di balik daripada argumentasi itu, tentunya semua orang beriman akan punya pemahaman seperti itu.
Tetapi kalau kita tanya lagi sungguh-sungguh, “Apa yang membuat Bapak, Ibu jadi orang Kristen dan datang kepada Kristus?” Mungkin kita akan ngomong “anugerah Tuhan. Saya nggak tahu, tiba-tiba saja saya mengerti Injil. Tiba-tiba saja, saya mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi manusia berdosa. Tiba-tiba saja saya merasa saya adalah orang berdosa, saya membutuhkan Injil. Dan tiba-tiba saja dalam hati saya, saya memiliki satu kesadaran bahwa tanpa Kristus dan kematian Kristus di atas kayu salib, saya nggak mungkin bisa diselamatkan. Karena itu saya betul-betul membutuhkan Kristus dan saya percaya Dia adalah Tuhan dan Juruselamat dalam kehidupan saya pribadi.” Itu adalah orang yang mengerti Injil, mengerti firman Tuhan. Kenapa saya bicara seperti ini? Karena saya sering bertemu dengan orang-orang Kristen yang hidupnya dari kecil mengikut Tuhan, ketika mulai dewasa, mereka seperti orang yang tidak memiliki firman di dalam hidupnya, mereka seperti orang yang ketika mengalami masalah, mereka selalu menargetkan masalah itu kepada orang dan solusi dari masalah itu bukan pada firman Tuhan. Ketika diajak balik kepada firman Tuhan, mereka berkata, “Jadi orang Kristen nggak perlu terlalu fanatik begitu lah.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, siapa orang Kristen? Orang Kristen adalah orang yang setelah mendengar firman, diberikan karunia untuk mengerti firman dan menerima firman itu di dalam kehidupannya berdasarkan kasih karunia yang Tuhan kerjakan dalam hidup dia.
Lalu yang kedua adalah Bapak, Ibu bisa baca di dalam ayat yang ke-12, ternyata mereka bukan hanya orang-orang yang hanya mengerti firman Tuhan, tetapi mereka adalah orang yang kemudian dilayakkan, “dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang.” Jadi apa yang membuat kita bisa menyebut diri kita orang Kristen? Apa yang membuat kita berhak untuk berkata “saya adalah anak-anak Allah”? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, bukan karena kita bergabung dalam kelompok tertentu, bukan karena kita memiliki satu status sosial yang lebih tinggi dari semua orang yang lain, bukan karena kita masuk ke dalam satu range IQ yang misalnya di atas 130 ke atas, atau bukan karena kita memiliki satu ekonomi yang lebih baik daripada orang lain. Bukan! Atau kita memiliki satu status sosial yang ekslusif, mungkin seperti itu. Bukan! Tapi keberadaan kita sebagai orang yang percaya itu adalah karena Tuhan melayakkan kita untuk menjadi anak-anak Tuhan, sebagai orang yang beriman di dalam Kristus.
Lalu yang ketiga adalah di dalam ayat yang ke-13, orang Kristen adalah orang yang, “Ia” – Ia itu adalah Kristus atau Bapa ya, Allah, “telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih, di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa.” Jadi di ayat 13 berkata kita bukan hanya dibuat mengerti akan Injil, kita bukan hanya dilayakkan untuk bisa menjadi umat Tuhan atau menjadi anak Allah atau dilayakkan untuk bisa datang kepada Injil dan percaya kepada Injil, tapi kita juga dipindahkan dari kerajaan kegelapan masuk ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih. Ini adalah orang Kristen. Jadi siapa orang Kristen? Mungkin kita bisa berkata kita adalah orang-orang yang mendapatkan kasih karunia Tuhan dalam kehidupan kita. Siapa itu keluarga Kristen? Atau siapa itu gereja Tuhan terlebih dahulu? Gereja Tuhan itu adalah kumpulan dari orang-orang percaya, yang dilepaskan dari dosa, masuk ke dalam Kerajaan Anak-Nya, supaya? Saya pernah tanya kepada orang, mereka cuma jawab, ”Hidup di dalam anugerah”. Salah nggak? Nggak juga. Saya tunggu, tunggu, tunggu, tapi hal yang paling mendasar mereka nggak bisa katakan. Hal yang paling mendasar itu apa? Dilepaskan dari dosa, masuk ke dalam kerajaan anak-Nya untuk hidup tidak berdosa lagi. Itu orang Kristen. Ya, tentunya di dalam anugerah Tuhan. Hidup tidak berdosa lagi dalam pengertian apa? Taat kepada perkataan Kristus atau berjalan menurut pimpinan dari Roh Kudus. Itu adalah orang Kristen.
Nah, sekarang saya tarik lebih sempit lagi, siapa itu keluarga Kristen? Keluarga Kristen itu siapa? Orang-orang yang terdiri dari satu laki satu perempuan. Suami dan istri di mana suami dan istri atau orang tua ini adalah orang yang, yang apa? Yang dimengertikan firman Tuhan, yang dilayakkan dan dipindahkan dari kerajaan kegelapan ke dalam Kerajaan Anak-Nya. Betul nggak? Ini bukan hanya bicara tentang gereja yang secara kolektif, tetapi ini berbicara mengenai keluarga Kristen yang memiliki prinsip hidup yang sama dengan gereja. Dan ini membuat, pada waktu kita berbicara mengenai prinsip ini atau kita bicara mengenai, eh, saya mundur sedikit, ya, gereja Tuhan, saya pakai bahasa yang lain, di mana gereja Tuhan itu bisa menyatakan kalau mereka memiliki iman kepada Kristus? Yang memiliki satu pengharapan di dalam Kristus? Yang memiliki kasih kepada sesama saudara seiman? Di manakah kita bisa melihat gereja Tuhan atau kehidupan dari kekristenan yang menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang dilayakkan, yang dimengertikan firman Tuhan, yang dipindahkan Kerajaan Anak-Nya. Di mana? Atau mungkin saya tanya lagi. Wajar nggak kalau kita berkata bahwa setiap orang yang dilayakkan untuk percaya kepada Injil lalu kemudian dimengertikan akan Injil itu dan dipindahkan ke dalam Kerajaan Anak-Nya harus memiliki satu kehidupan yang bisa dinyatakan, dipresentasikan. Harus, nggak? Harus. Di mana itu? Kehidupan sehari-hari, nggak salah. Tapi kehidupan sehari-hari di mana? Nggak nyambung, kan. Kita kalau ngomong, ”oh, pribadi saya sendiri dengan Tuhan,” ”oh, tempat saya kerja,” ”oh, tempat saya studi,” atau tempat saya di mana? Gereja. Keluarga gimana?
Bapak, Ibu, boleh baca ayat 10, ya. Ini bicara tentang kita perlu menyatakan kehidupan kita dan Paulus serta Timotius berdoa untuk hal ini. Saya baca dari ayat 9, lalu ayat 10 kita baca bersama-sama, ya. ”Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna,” ayat 10, “sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah.” Jadi, pada waktu kita bicara mengenai iman kita dalam Kristus, iman itu harus dinyatakan dengan cara apa? Paulus berkata, “Kami berdoa supaya hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal.” Jadi, antara kehidupan yang beriman, satu pengakuan yang keluar dari mulut kita, dengan gaya hidup kita, ada konsistensi nggak? Harus ada. Lalu, pertanyaan berikutnya, di mana? Buah Roh? Buah kehidupan kita? Buah kehidupan kita dinyatakan di mana? Buka pasal 3:17 tadi. Kol. 3: 17, ”Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” Lalu, kalimat berikutnya apa? ”Hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.” Maksudnya apa, ya? Kita bacanya suka kayak gini, ya, ”Hendaklah segala sesuatu yang kamu lakukan dalam perkataan dan perbuatanmu, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” Karena itu, apa? Langsung lompat pasal 4:1, ”Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur kepada hambamu, ingatlah kamu juga mempunyai tuan di surga. Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah dan sambil mengucap syukur. Berdoa jugalah kepada kami dan segala macam. Hiduplah penuh hikmat seorang terhadap yang lain. Hikmat terhadap orang-orang luar. Pergunakanlah waktu yang ada.” ayat 5, 6 dan seterusnya.
Yang keluarganya ke mana? Lupa ya? Padahal keluarga Kristen itu adalah salah satu aplikasi langsung dari satu kehidupan yang ada di dalam anugerah Tuhan. Makanya, kalau kita komparasi dengan Efesus pasal 5, saya belum baca khotbahnya Vikaris Marvin, ya. Nggak tahu dia bahas apa di dalam misteri Kristus di situ. Tapi kalau Bapak, Ibu baca dalam Efesus 5:22 dan seterusnya, di situ dikatakan bahwa relasi antara Kristus dan jemaat itu adalah satu relasi yang disebut dengan misteri Allah atau misteri Kristus. Maksud misteri Kristus itu di mana? Atau misteri Allah. Misteri Allah kalau dilihat dari konteks keseluruhan Efesus, maka Bapak, Ibu akan mendapatkan pengertian seperti ini. Efesus mengisahkan orang Kristen adalah satu komunitas yang bisa melihat satu perbuatan ajaib yang Tuhan kerjakan bagi manusia berdosa. Di mana benteng yang ada di antara orang Yahudi dengan non-Yahudi itu dihancurkan di dalam Kristus. Sehingga pada waktu kita beribadah kepada Tuhan, ketika orang datang ke gereja melihat kepada komunitas Kristen, mereka terheran-heran melihat bagaimana orang-orang Kristen itu bisa bersatu bersama. Tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan. Bukan berarti seks itu tidak penting, tetapi tidak ada pembedaan antara laki-laki dengan perempuan, tuan dengan hamba, orang Yahudi dengan orang Yunani. Mereka bisa melihat, mereka duduk bersama. Tapi sebelumnya, laki-laki dan perempuan nggak bisa bersatu di dalam ibadah. Yahudi dan non-Yahudi nggak bisa bersatu di dalam ibadah. Tapi sekarang, mereka bisa datang bersama. Tembok pemisah itu sudah nggak ada lagi, sebabnya karena apa? Kristus, Injil Kristus.
Jadi, pada waktu kita melihat kepada gereja, kita bisa melihat ada pengampunan di situ, ada kemurahan, ada belas kasih yang dinyatakan orang Kristen dan orang Kristen yang lain dan satu kehidupan yang saling mengasihi antara umat Tuhan itu. Tapi lalu di dalam Ef. 5, Paulus mengajak kita melihat apa? Langsung salah satu aplikasinya adalah kehidupan keluarga. Hidup sebagai manusia baru di dalam Ef. 4, itu berbicara mengenai salah satunya bukan hanya bagaimana kita berbicara, bagaimana kita bekerja dan tidak mencuri lagi atau menahan amarah kita, tetapi bicara tentang bagaimana kehidupan Kristen antara suami dan istri menyatakan relasi Kristus dengan jemaat. Makanya di dalam Ef. 5, boleh buka ya, ini walaupun seringkali dikhotbahkan di dalam pernikahan, Ef. 5:32, “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.” Rahasia atau misteri ini besar karena berkaitan dengan hubungan Kristus dengan jemaat. Kehidupan orang Kristen misteri bukan? Misteri kan. Kehidupan keluarga Kristen? Misterinya apa? Orang lain tidak boleh tahu? Bukan! Tapi orang harus bisa melihat di dalam keluarga Kristen ada Kristus dan ada jemaat, ada relasi yang dinyatakan di dalam gereja Tuhan. Itu keluarga Kristen. Makanya di dalam surat Efesus dikatakan keluarga Kristen adalah misterinya misteri. Misterinya apa? Misterinya adalah kasih Kristus kepada jemaat. Tapi Tuhan ingin menyatakan kasih Kristus akan jemaat itu di dalam keluarga Kristen, yang secara spesifik adalah suami dan istri. Itu misterinya misteri.
Itu sebabnya tadi di awal saya bicara, pada waktu kita bicara mengenai keluarga Kristen atau kehidupan Kristen, di mana Tuhan ingin menyatakan kehidupan Kristen itu? Bapak, Ibu mungkin akan ngomong, “Oh di gereja dong.” Betul! Tapi jangan lupa, ketika kita ada di dalam dunia, yang ada di dalam dunia siapa? Keluarga kita. Itu sebabnya saya katakan keluarga kita itu dijadikan satu alat oleh Tuhan untuk bisa mempresentasikan kasih Kristus kepada jemaat. Keluarga kita menjadi satu keluarga yang digunakan oleh Tuhan untuk menyatakan kita adalah gereja atau umat Tuhan yang hidup bukan menurut tata aturan dari dunia tetapi yang menghidupi tata aturan dari Tuhan. Itu gereja. Atau hiduplah layak dalam segala sesuatu di dalam Tuhan di dalam keluarga kita. Itu tujuan dari keberadaan relasi keluarga kita.
Nah sekarang kita lanjut sedikit ya, di dalam ayat 18, dikatakan, “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.” Pertanyaannya adalah begini, mengapa Tuhan itu kemudian langsung mengaitkan atau Paulus langsung mengaitkan antara kehidupan yang layak di hadapan Tuhan dengan prioritas pertama adalah wanita atau istri? Mungkin kita bisa ngomong kayak gini, “Ya bukankah Hawa yang jatuh ke dalam dosa pertama kali? Maka wajar saja kalau Paulus menujukan perkataannya secara pertama itu kepada Hawa bukan kepada Adam.” Mungkin bisa berpikir seperti itu. Tapi saya lihat dari konteks yang lebih luas ya, ada yang menafsirkan seperti ini, pada waktu Paulus berbicara hal pertama dari aplikasi kehidupan Kristen itu ada pada wanita, ditujukan kepada perempuan atau istri, maka dia berkata itu berarti bahwa perempuan di dalam gereja Tuhan dan di dalam keluarga itu memiliki posisi yang sangat penting sekali di mata Tuhan. Saya setuju dengan tafsiran ini. Makanya prioritas pertama yang Tuhan berikan yaitu di dalam instruksi-Nya, yaitu adalah bagi perempuan atau bagi istri dan bukan bagi laki-laki.
Dan mengapa hal ini menjadi hal yang saya terima? Karena Bapak, Ibu bisa melihat dari konteks Perjanjian Lama ataupun dari Perjanjian Baru, peran ibu-ibu di dalam keluarga itu begitu besar sekali kepada suami ataupun kepada anak-anaknya. Satu contoh, di dalam Efesus ada kalimat “kalau ingin bahagia, suami, bahagiakan istrimu.” Maksudnya adalah apa? Kalau suami ingin senyum di rumah dan anak-anak ingin senyum, kasih istri gembira, pasti satu rumah sukacita. Amin? Kalau ingin rasakan satu rumah ada di dalam neraka, caranya bagaimana? Bikin mama marah. Satu rumah mau papa nya happy-happy bagaimana pun pokoknya satu rumah nggak ada satu sukacita di dalam keluarga itu. Amin? Makanya di dalam Ef. 5 dikatakan bahwa “suami, pikirin istrimu, kasihi dia, perlakukan diri dia seperti dirimu sendiri, maka engkau akan bahagia atau ada satu sukacita di dalam kehidupan keluarga.”
Tapi kalau Bapak, Ibu bandingkan dengan surat Paulus di dalam Perjanjian Baru atau di dalam kehidupan Perjanjian Lama, istri atau wanita memiliki peran untuk membimbing anaknya di dalam iman kepada Tuhan. Walaupun di dalam Ef. 5 ada kalimat “suami adalah kepala keluarga, suami adalah seorang yang menguduskan istrinya, suami adalah pemimpin yang harus belajar mengasihi istrinya sama seperti Kristus mengasihi istri-Nya sampai mati di atas kayu salib.” Tapi mohon tanya, yang mengaplikasikan semua kebenaran dan keputusan suami itu siapa? Suami? Jujur, Bapak-bapak, yang mengaplikasikan firman Tuhan dan segala prinsip yang engkau putuskan itu siapa? Istri. Betul nggak? Yang sudah punya anak mungkin ngerti hal ini. Istri yang memutuskan itu. Makanya kalau Saudara baca di dalam, misalnya, Kitab Raja-raja, ada yang mengatakan seperti ini, ketika seorang raja naik takhta, kenapa yang dicatat itu secara khusus nama mamanya? “Si A naik takhta, mamanya si ini, dia hidup jahat di hadapan Tuhan. Si B naik takhta, mamanya si ini, dia takut akan Tuhan.” Ada orang yang mengatakan, dan saya juga setuju tafsiran ini, karena istri raja itu banyak jadi supaya nggak salah siapa yang menjadi anak dari orang yang naik takhta, raja itu, maka istrinya dicantumkan. Supaya nggak salah orangnya. “Anak dari si Ibu ini”. Tapi saya kok merasa ada hal lain yang kita perlu pikirkan, yaitu mungkin Ibu itu takut Tuhan atau tidak takut Tuhan juga mempengaruhi anaknya akan jadi apa. Makanya nama ibu itu dicantumkan di belakang nama si anak itu. Dan Paulus sendiri di dalam Perjanjian Baru berbicara mengenai hal ini. “Istri-istri, kalau engkau melahirkan anak, engkau diselamatkan.” “Hai wanita, yang senior di dalam gereja atau di dalam keluarga, didik anak-anakmu perempuan dan orang-orang Kristen perempuan untuk tunduk kepada suaminya.” Ada pengertian itu.
Jadi apa yang dikatakan oleh Paulus di ayat 18 ini? Bapak Ibu jangan berpikir bahwa “Oh ini hanya suatu serangan terhadap dosa perempuan. Karena perempuan melawan laki-laki maka hal pertama yang harus diingat oleh perempuan, tunduk kepada suaminya.”. Betul, tapi ingat peran perempuan sangat penting. Alkitab sering kali berbicara poin pertama itu untuk menunjukkan signifikansi dari pribadi yang Tuhan maksudkan tersebut atau orang yang Tuhan maksudkan itu. Tapi yang ketiga adalah, saya juga mengertinya sebagai Kristus adalah mempelai pria dari gereja. Gereja itu siapa? Orang Kristen, laki-laki dan perempuan kan, gambaran dari mempelai wanita Kristus. Tapi di dalam keluarga kalau laki-lakinya sebagai gambaran dari Kristus, maka istrinya gereja. Maka di sini ketika Paulus mengaplikasikan kehidupan iman Kristen, hal pertama yang Paulus lakukan adalah menunjukkan kepada wanita, satu sisi wanita adalah seorang yang memiliki peran penting di dalam keluarga, tapi di sisi lain wanita juga menjadi gambaran dari jemaat kepada Kristus atau gereja kepada Kristus.
Prinsip ini dari mana? Ada kalimat “Seharusnya di dalam Tuhan”. Artinya ini adalah suatu prinsip yang Tuhan sudah tetapkan dari awal. Bapak, Ibu kalau mau bicara tentang keluarga Kristen, keluarga Kristen atau keluarga yang ada di dalam dunia ini, atau secara spesifik ya, kalau kita mau bicara apa beda keluarga bukan Kristen dengan keluarga Kristen? Yang membedakan adalah ada Kristus, dan relasi itu dinyatakan dalam keluarga. Tapi kalau mau bicara secara lebih umum, kenapa ada keluarga-keluarga di dalam dunia ini? Sumbernya dari mana? Kenapa ada satu relasi yang di mana istri harus tunduk pada suami dan prinsip ini bukan hanya di dalam keluarga Kristen, di luar keluarga Kristen prinsip ini ada dalam anugerah umum Tuhan. Sebabnya karena apa? Karena inilah yang seharusnya di dalam Tuhan. Maksud saya adalah, satu sisi mungkin semua orang dalam dunia ini nggak semua di dalam Tuhan, tetapi di dalam Tuhan dalam pengertian ini adalah semua itu bisa ada karena Tuhan di dalam ketetapan-Nya pada waktu menciptakan manusia Tuhan menciptakan ada laki, ada perempuan yang membuat mereka bisa bersatu di dalam kehidupan keluarga. Itu asal mulanya.
Nah ini penting, kenapa? Karena di dalam zaman sekarang, pada waktu kita berbicara mengenai kehidupan keluarga, referensinya sudah mulai ditarik menyimpang dari tujuan awal Tuhan mencipta manusia. Referensinya sering kali ditarik ke dalam satu budaya yang ada, satu pemahaman medis yang ada mungkin, satu pemahaman tradisi, satu kehidupan masyarakat mayoritas itu punya pandangan seperti apa. Sangat menarik sekali pada waktu Tuhan Yesus ditanyakan mengenai kehidupan keluarga di Matius 19, orang-orang Farisi datang kepada Yesus Kristus lalu bertanya kepada Yesus “Guru, apakah seorang suami diperkenan untuk menceraikan istrinya?” Yesus ngomong apa? Yesus ngomong kayak gini nggak, “Zaman kita gimana ya? Kehidupan keluarga Kristen atau kehidupan umat Allah seperti apa di sini? Oh, kawin cerai itu sesuatu yang biasa.” misalnya tanya orang Farisi, “Oh kalau gitu ya sudah, nggak apa apa, kawin cerai aja.” Gitu nggak? Nggak kan. Tapi yang Yesus lakukan adalah langsung merujuk kembali apa yang Tuhan tetapkan di dalam hukum Musa. Lalu di situ dikatakan apa? “Tuhan mencipta laki-laki dan perempuan, Tuhan mempersatukan mereka, apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh diceraikan oleh manusia.”
Tuhan Yesus mengajak murid-murid atau orang Farisi melihat kepada budaya saat itu? Tidak. Tuhan Yesus mengajak kepada pemikiran umum pada waktu itu? Tidak. Apakah Tuhan Yesus mengajak mereka melihat kepada tradisi pada waktu itu? Tidak. Apakah Tuhan Yesus melihat pada kemajuan ilmu kedokteran pada waktu itu? Tidak. Apakah Tuhan Yesus mengajak mereka melihat pada teori-teori ahli psikologi pada waktu itu? Tidak. Tapi yang Tuhan Yesus lakukan adalah “Ayo firman Tuhan ngomong apa, dari sejak awalnya apa?” Tuhan sudah mencipta laki-laki dan perempuan, satu laki satu perempuan untuk membangun satu keluarga. Tidak lebih tidak kurang ya, pas satu laki satu perempuan. Artinya Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, semua orang yang berani menentang prinsip ini pasti dia akan ada masalah dalam kehidupannya. Dan setiap keluarga Kristen yang ingin menyatakan hidupnya menjadi berkat di dalam dunia, kalau menentang prinsip ini, harus bertobat dan kembali mereformasi kehidupan relasi suami istri yang ada baru bisa menjadi berkat. Tanpanya akan masalah.
Contohnya apa? Contohnya adalah misalnya kenapa HIV muncul? Karena homoseks kan. Kenapa sakit kelamin yang lain muncul? Karena laki-laki nggak setia pada istrinya kan. Jadi kalau kita berani bermain-main dengan suatu ketetapan yang Tuhan sudah lakukan, pasti ada masalah, nggak mungkin nggak, karena firman Tuhan itu berkata bahwa “Ketika sudah dikatakan tidak ada lagi satu iota pun dari perkataan Tuhan yang boleh dihapuskan dari kolong langit ini.” Dia akan ada terus tetapi semua hal yang berani menentang firman Tuhan akhirnya apa? Hancur. Itu prinsip. Jadi, kalau kita bicara, siapa itu laki-laki? Siapa itu perempuan? Dasar Bapak, Ibu ngomong gimana? Dunia sekarang ya, membedakan antara seks dengan gender. Seksnya bisa perempuan, gendernya bisa laki-laki. Seksnya bisa laki-laki, gendernya bisa perempuan. Emang Tuhan segila itu ya? Yang ketika mencipta segala sesuatu nggak punya planning, nggak punya tujuan sama sekali, lalu yang itu membuat ada orang-orang menyebut dirinya gambar Allah tetapi hidupnya dalam homoseks, yang mengatakan diri gambar Allah tapi hidupnya memiliki gender yang tidak seperti yang Tuhan ciptakan dalam hidup dia.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya tetap melihat bahwa kita harus punya satu dasar takut Tuhan ya, untuk kembali kepada firman Tuhan. Yang namanya laki-laki itu siapa? Secara fisiologis dia adalah laki-laki, secara psikologis dia adalah laki-laki. Perempuan? Secara fisiologis dia adalah perempuan, secara psikologis dia adalah perempuan. Itu laki-laki dan perempuan. Fisiologis itu maksudnya tubuh dia, itu adalah laki-laki atau perempuan. Semua orang yang berani menentang ini pasti ada masalah di dalam kehidupannya. Nah ini yang membuat kenapa kita kemudian berkata “Kok ada anak-anak yang hidupnya memberontak ya?” Saya nggak ngomong semua orang Kristen yang baik anaknya tidak memberontak ya, bukan. Tapi ada anak-anak di dalam dunia yang memberontak. Kenapa di dalam dunia ini akhirnya relasi di dalam keluarga itu hancur? Kenapa ada perceraian? Kenapa ada hal-hal yang membuat ordo yang ada di dalam relasi keluarga itu rusak semua? Suami nggak merasa dia dihargai di dalam keluarga, akhirnya dia memutuskan untuk mencari part time love di luar. Istri yang akhirnya ditindas di dalam keluarga karena suaminya yang otoriter. Kenapa? Semua itu karena tidak kembali kepada relasi yang ada yang Tuhan tetapkan itu. Tapi ini adalah satu fakta yang menyatakan bahwa keberadaan dari keluarga Kristen itu adalah satu keluarga yang dirancang oleh Tuhan dengan satu tujuan tertentu, tetapi ini fakta ini juga menyatakan, seperti yang Alkitab katakan ternyata ada yang bekerja di dalam keluarga Kristen untuk merusak dan menghancurkan keluarga Kristen.
Bapak, ibu boleh liat itu di dalam 2 Tesalonika 2. Di dalam 2 Tesalonika 2, di situ dikata ada si pendurhaka itu yang sudah muncul yang kemudian mulai membuat satu kerusakan di dalam dunia kan? Relasi yang ada antara suami dan istri dirusak nggak? Dirusak. Hukum moral yang seharusnya di mana manusia tunduk kepadanya dilawan tidak? Dilawan. Hukum universal Tuhan yang Tuhan taruh di dalam hati semua manusia dianggap sesuatu yang dari manusia dan bukan dari Tuhan. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, inget baik-baik ya, permasalahan di dalam keluarga kita, itu adalah satu permasalahan yang muncul karena, karena apa? Dosa. Permasalahan dalam keluarga Kristen muncul karena apa? Selain dosa ada apa? Keinginan dari diri kita yang berdosa, selain itu ada apa? Ada iblis yang bekerja untuk merusak.
Saya bertemu dengan satu pemuda, lalu ketika saya berbicara tentang dia mengenai kondisi dia, kayak gitu, dia ngomong kayak gini “ini keputusan saya Pak.”, “oh gitu, keputusanmu melawan Tuhan nggak?” “iya” dia bilang, “kamu tahu nggak, keputusan melawan Tuhan itu berarti kamu ada di bawah kuasa iblis” “masak sih Pak?” Saya tunjuki Yohanes 8 dan yang lainnya kayak gitu. Dia begitu baca, “bapamu adalah iblis”, dia ngomong “jadi bapa saya adalah iblis, Pak?” “ya menurutmu siapa?” saya nggak mau ngomong, dia langsung, langsung keluar kalimat berikutnya “jadi masalah saya ini peperangan rohani ya Pak?” “Iya”. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau engkau mengalami masalah di dalam keluarga itu masalah siapa? Suami kita? Istri kita? Mungkin ada faktor itu, tapi bagaimana kita meresponi masalah itu, suami kita atau istri kita, itu tanggung jawab siapa? Suami kita? Istri kita? Bukan, itu tanggung jawab kita. Karena apa? Karena itu adalah peperangan rohani. Paham nggak?
Ada orang yang ngomong sama saya kayak gini “kamu bilang semuanya tergantung diri” kayak gitu. Bagaimana kita meresponi sesuatu, keadaan kan bisa memengaruhi diri kita. Betul. Tapi saya diem kayak gitu, nggak ada kesempatan lain, saya bicara, keadaan bisa mempengaruhi diri kita, tapi diri kita mau marah atau tidak itu tergantung siapa? Diri kita sendiri. Karena kita mengerti bahwa kalau kita mengerti itu adalah satu peperangan saya yakin sekali kita akan berusaha untuk bagaimana menyatakan Kristus di dalam hidup kita, menyatakan buah Roh di dalam kehidupan kita. Bukan menghadirkan Kristus lagi, Kristus sudah ada di dalam diri setiap orang yang percaya. Tapi bagaimana kita membuat Kristus nyaman tinggal di dalam diri kita itu adalah tujuan hidup kita di dalam keluarga ataupun di dalam relasi dengan orang lain. Ini didoakan Paulus di dalam surat Efesus, supaya Kristus tinggal di dalam diri kita.
Relasi yang sesungguhnya baru gimana harusnya? Tuhan berkata kayak gini, pertama Tuhan mencipta Adam lalu kemudian mencipta Hawa, Hawa datang dari mana? Dicipta oleh Tuhan, melalui? Melalui siapa? Tulang rusuk yang diambil dari Adam. Lalu untuk siapa? Untuk Adam. Jadi perempuan itu adalah satu pribadi yang dibuat dari Adam, diambil dari Adam, kayak gitu, dan diperuntukan bagi Adam. Itu perempuan. Tetapi ketika dosa masuk seharusnya Hawa mendengarkan suara siapa? Adam, tapi yang di denger suara iblis. Adam harusnya mendengarkan suara siapa? Tuhan, tapi yang didengarkan? Suara istri. Saya nggak ngomong itu dosa bener ya, itu menjadi dosa karena apa? Karena Adam sudah terima firman dari Tuhan dan ketika istrinya berbicara atas nama iblis untuk menentang firman Tuhan, dia ikuti suara istrinya, itu yang berdosa. Bukan karena suaminya denger istrinya maka itu jadi dosa, bukan. Ini penting ya, karena nanti kita ketika masuk ke dalam ayat 18, belum masuk ayat 18 ya, tapi ketika kita masuk ayat 18, suami sering kali berpikir mendengar suara istri itu adalah dosa. Ok ya.
Jadi, ketika dosa masuk semua relasi itu menjadi rusak antara laki-laki dan perempuan dan si pendurhaka berusaha untuk menjadikan itu terwujud di dalam keluarga siapa? Kristen. Bapak, Ibu jangan terlalu gampang terpancing sedikit-sedikit mau cerai ya. Lalu merasa bahwa karena istri lebih hebat daripada suami dan memang istri lebih hebat dari suami dalam segala sesuatu. Amin? Penolong kan? Istri itu dicipta menjadi penolong suami, yang perlu ditolong siapa? Istri perlu ditolong nggak? Istri ngerasa lebih dari segala sesuatu dibandingin suami, lalu mulai merasa ngomong “sudah suami, gini aja, kamu dikit-dikitkan perlu pertimbangan saya, sudah biar saya yang mutusin aja ya untuk kamu”. Itu salah ya, karena ordonya adalah suami adalah kepala.
Nah, kondisi yang rusak ini bisa dipulihkan nggak? Saya yakin bisa sekali. Bahkan saya berani ngomong kayak gini, orang yang hidupnya pernah mengalami perceraian kalau dia kembali, betul-betul mengalami pertobatan, keluarganya bisa dipulihkan. Bukan dengan pasangan yang lama, ya, tapi dengan pasangan yang baru. Saya agak ekstrim ngomongnya, tapi Bapak, Ibu boleh coba pikir kayak gini, kalau kita hidup dalam dunia ini, ada nggak orang yang tidak berdosa? Ada kan. Kalau orang berdosa bertobat dipulihkan nggak? kalau keluarga akhirnya jatuh dalam dosa, bertobat dipulihkan nggak? Pasti dipulihkan. Tapi kuncinya di mana pemulihan itu? Di dalam Kristus. Ingat ini baik-baik. Solusi kita di dalam masalah, bukan cari psikolog untuk konseling. Solusi kita di dalam masalah, mau nggak merendahkan diri, tunduk kepada apa yang menjadi perkataan Kristus. Masalah orang Kristen apakah karena kurang iman? Ya mungkin iya, ya. Tapi masalah yang sering kali terjadi di dalam kehidupan keluarga, disebabkan karena apa? Kurang pendidikan? Pemahaman firman? Saya yakin, tidak. Tapi yang ada adalah dua hal. Pertama, ego, preferensi, Saudara ingin lakukan kehendak siapa. Yang kedua adalah, apa? Kurang aplikasi firman dalam keluarga, itu yang jadi masalah. Ketika saya diperhadapkan dengan satu pilihan, saya mendahulukan ego saya dan saya merasa kepentingan saya lebih besar daripada kepentingan istri saya. Atau istri merasa kepentingan dia lebih besar daripada kepentingan suami, bahkan lebih besar daripada kepentingan Tuhan.
Saya pernah, di salah satu OSG di Solo, ketika saya pimpin, lalu orang tanya. Ada satu orang tanya ke saya, dia bilang masalah pembentukan, kayak gitu. Lalu waktu itu saya menyinggung, nggak usah ngomong spesifik ya, tapi saya bicara “Alkitab sudah berbicara seperti ini.” Lalu ketika saya balikkan kembali ke orang itu, “Ini Alkitab berbicara seperti ini. Jadi kalau Alkitab berbicara, itu pasti bener nggak?” Lalu jawabannya apa? Jawabannya “tergantung”. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau firman bicara itu pasti bener atau tidak? Pasti! Kalau Bapak, Ibu bicara “tergantung”, firman pasti menjadi paling bener nggak? Nggak. Yang tergantungnya jadi nomor satu. Itu sebabnya pada waktu kita mengambil satu keputusan, di dalam keluarga, relasi, sering kali tadi yang saya katakan, masalahnya adalah apa? Kita lebih prefer menyenangkan ego kita, emosi kita, satu pikiran kita, satu konsep yang bertolak belakang dengan Firman Tuhan. Ketika itu dibenturkan, kita lebih memikirkan masalah saya lebih penting dari masalah Tuhan. Padahal Tuhan membentuk keluarga kita untuk menjadi garis depan, gardu depan, untuk menyatakan Kristus dengan jemaat. Dan untuk bisa memulihkan keadaan itu, perlu kerendahan hati untuk tunduk di bawah otoritas firman. Preferensi kita tidak lebih penting daripada preferensi Tuhan. Amin? Loyo. Amin?
Yang kedua, masalah aplikasi. Bapak, Ibu tahu nggak Firman Tuhan? Bicara keras, tahu nggak, nggak boleh? Menyimpan kemarahan sampai matahari tenggelam, tahu nggak, nggak boleh? Memendam kebencian, tahu nggak, nggak boleh? Mengampuni dan mengasihi, tahu nggak, harus dilakukan? Ya, kurang aplikasi. Aplikasi, belajar terapkan. Hiduplah layak seturut dengan imanmu! Kebenaran yang Tuhan berikan dalam kehidupan. Dan Kristus memiliki kuasa untuk lakukan ini. Tahu dari mana Kristus punya kuasa? Dari dua kemungkinan, satu adalah Saudara bisa lihat dari Injil, di mana Dia memiliki kuasa untuk menyembuhkan orang sakit, memulihkan orang sakit, dan menjadikan segala sesuatu itu baik. Jadi kalau kita kembali kepada Kristus, bisa nggak Dia memulihkan? Pasti bisa.
Tadi saya, pagi-pagi dengar khotbah tentang sepuluh orang kusta. Lalu di dalam 10 orang kusta itu, ada yang mengatakan inti dari 10 orang kusta itu bukan berbicara bagaimana kita harus mengucap syukur, berterima kasih, dan segala macam. Betul, nggak salah. Tapi dalam konteks Lukas itu berbicara mengenai seseorang yang diselamatkan di dalam Kristus, dan kuasa Tuhan yang menyelamatkan. Tapi untuk bisa menyatakan hal itu, maka ada 10 orang kusta datang, lalu Yesus berbicara “Pergi, tunjukkan dirimu pada imam.” Dan sepuluhnya sembuh. Tujuannya untuk apa? Supaya mereka mengaku di hadapan imam bahwa yang menjadi sumber penyembuhan mereka adalah Kristus. Bukan yang lain. Tapi yang tahu itu hanya satu, dan kembali kepada Yesus, dan dia adalah orang Samaria. Mengucap syukur di hadapan Tuhan.
Tuhan punya kuasa itu, Bapak, Ibu percaya tidak? Tuhan punya kuasa untuk memulihkan. Ego kita lebih besar dari kuasa Tuhan untuk memulihkan atau untuk percaya dan menundukkan diri kepada Tuhan atau tidak? Kalau kita mau menundukkan diri, saya yakin Tuhan bisa memulihkan. Karena dia punya kuasa untuk memulihkan. Yang kedua adalah, Bapak, Ibu bisa lihat tidak, kuasa itu di mana diaplikasikan? Gereja. Kalau Bapak, Ibu ingin mengalami pemulihan, dalam relasi keluarga, bukan caranya pergi meninggalkan gereja. Kembali ke gereja. Bersama-sama menjalani kesulitan itu dengan pertolongan dari orang Kristen yang lain. Ingat baik-baik! Karena Tuhan menyatakan kasih-Nya, kemurahan-Nya, pengampunan-Nya, pemulihan-Nya itu di dalam gereja. Sayangnya, tadi saya bilang, banyak orang Kristen berpikir bahwa “kalau saya masalah, saya tutup”. Mau tanya, tutup itu Firman Tuhan bukan? Banyak orang Kristen ketika masalah memisahkan diri, itu Firman Tuhan bukan? Banyak orang Kristen bisa merasa dia lebih baik di luar gereja daripada di dalam gereja, itu Firman Tuhan bukan? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu bukan Firman Tuhan. Karena Tuhan membentuk kita dan menyatukan kita di dalam gereja, untuk menyatakan dan bekerja untuk menyatakan kuasa-Nya secara lebih jelas atau nyata. Dan kalau kita ingin diberkati, dalam keluarga, kembali ke dalam gereja. Saya sedih sekali sering kali melihat ya, orang muda, sebelum menikah rajin sekali ikut Tuhan, melayani. Setelah menikah, hilang. Apa lagi kalau sudah punya anak. Ke mana? Padahal gereja menjadi satu tempat yang Tuhan sediakan sebagai keluarga kita, untuk bertumbuh bersama, dibentuk bersama, dipulihkan bersama. Itu gereja. Jadi jangan ikut pikiran tradisi yang menentang firman ataupun budaya yang menantang firman, ya. Jangan pikir rasa malu kita itu lebih baik dijaga, daripada datang untuk meminta pertolongan. Jangan berpikir bahwa perceraian itu lebih baik, daripada membuka kesulitan keluarga saya untuk mendapatkan pertolongan dan pemulihan. Itu nggak bener. Karena Tuhan ingin keluarga kita itu menjadi garis depan untuk menyatakan kasih Kristus dengan jemaat.
Sekarang kita masuk ke ayat 18. Dikit aja, ya, nggak usah banyak-banyak. Saya nggak akan bahas bicara aplikasi, kayak gitu. Saya kasih Bapak Ibu prinsip yang berkaitan dengan hal ini. Pada waktu dikatakan “Istri tunduklah kepada suamimu.” Maksudnya apa, ya, tunduk? Tadi saya singgung di awal, banyak suami itu merasa bahwa adalah satu dosa kalau dia mendengarkan perkataan istri. Lalu kalau yang tidak berdosa apa? Berarti, istri harus 100% mendengarkan perkataan suami, begitu ya? Bapak-bapak, benar nggak? Oh nggak. Yang benar bagaimana? Suaminya harus dengar istri? Apa? Kalau salah, ya harus mengakui istri benar gitu, ya? Kalau suaminya benar, istri harus mengakui suaminya, benar nggak? Oh nggak juga? Jadi gimana? Betul, ya, nurut gitu, ya. Saya singkat aja gini. Kalau kita berpikir istri tunduk kepada suami berarti istri taat kepada suami, maafkan Bapak-bapak, engkau salah besar! Karena – silakan cari di seluruh Alkitab, dari Kejadian sampai Wahyu – di mana kata tunduk itu sama dengan taat? Kasih tahu saya. Nggak ada! Kalau kata tunduk sama dengan taat, kenapa dikatakan tidak ada? Karena di ayat yang ke-20 dan 22 di situ Paulus membedakan antara “tunduk” dengan “taat”. Bahasa Yunaninya beda sekali! Bapak, Ibu kalau yang punya bahasa Yunani silakan buka sendiri, ya. Tunduk itu Yunaninya apa, taat itu Yunaninya apa. Anak harus taat kepada orang tua. Hamba harus taat kepada tuan. Tapi istri tunduk kepada suami. Maksud taat itu apa? Otoriter, otoritas. Kalau papa, mama bilang apa, anak harus jalankan. Kalau bos bicara apa, hamba harus jalankan. Tapi kalau suami bicara apa, istri? Nanti dulu? Saya nggak sedang mengajarkan istri lawan suami, ya, tapi yang saya maksudkan gini: apa maksud tunduk itu? Tunduk itu adalah – dalam pengertian yang berbeda dengan taat – tunduk itu dalam pengertian: ingat, Kristus dan jemaat. Artinya apa? Ketika istri diminta tunduk kepada suaminya, istri diminta untuk dengan kerelaan hati memberi dirinya kepada suaminya. Itu arti tunduk. Kepada siapa? Orang yang mencintai dia. Dengan kasih seperti apa? Yang membangun. Rela memberi untuk sesuatu yang membangun itu tunduk, bukan taat! Atau istilah lainnya adalah kasih yang meresponi kasih, itu adalah tunduk. Karena suami bukan orang yang bisa dikatakan sebagai Tuhan yang semuanya 100% benar nggak ada cacatnya sama sekali. Istri juga adalah satu pribadi yang setara dengan suaminya, cuma memiliki peran yang berbeda, fungsi yang berbeda. Tapi istri punya pemikirannya sendiri sebagai gambar Allah, kan? Suami juga punya pemikirannya sendiri sebagai gambar Allah, kan? Bukankah itu sesuatu yang bisa dibicarakan? Lalu mana yang baik, itu yang dijalankan, kan? Yang penting adalah untuk membangun! Baik itu membangun keluarga, membangun karakter di dalam Kristus.
Dan ini masalah apa? Ini bukan hanya masalah suami dan istri. Ini adalah masalah gereja! Maksud masalah gereja itu apa? Maksudnya adalah ketika Bapak, Ibu belum menikah misalnya, nggak menikah atau nggak memiliki anak, apa yang berkaitan dengan suami istri dan relasi dengan anak, itu bukan urusan Bapak, Ibu? Bukan! Itu adalah urusan kita! Semuanya adalah kehidupan dari keluarga Kristen, di mana semua orang Kristen bisa menjadi orang tua dari orang Kristen yang lain, di mana orang Kristen bisa menjadi om dan tante dari orang Kristen yang lain, di mana semua orang Kristen bisa menjadi saudara laki-laki dan perempuan dari orang Kristen yang lain, yang punya tanggung jawab untuk mengingatkan, negur yang lain-lain.
Kita boleh buka Titus. Ini terakhir, ya. Titus pasal yang ke-2 ayat yang ke, boleh dari ayat yang ke-3 atau dari dua lah, ya biar keseimbangan terjadi, ya. Ayat yang kedua: “Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan.” Tiga: “Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah perempuan, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hiduplah bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya.” Supaya apa? Supaya bahagia? Bukan bahagia, supaya “Firman Allah tidak dihujat orang”!
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya kembali, ya, masalah penundukan diri – menjalankan ordo yang Tuhan berikan dalam keluarga – mohon tanya, itu masalah pribadi bukan? Masalah pribadi bukan? Kalau Bapak, Ibu lihat itu cuma masalah pribadi, semua khotbah saya dari awal sampai akhir nggak ada gunanya sama sekali. Supaya Firman Tuhan jangan dihujat! Itu bukan urusan saya pribadi lho! Itu berkaitan dengan nama Tuhan dan Kerajaan Tuhan! Itu besarnya tanggung jawab dari orang Kristen! Bapak, Ibu ingin dipakai untuk kayak tadi – mungkin kalau kita scope yang kecil – Ester, bagaimana ditempatkan untuk mengubah sejarah. Mordekhai yang memiliki pengaruh, yang akhirnya menyelamatkan satu bangsa. orang Kristen bagaimana? Keluarga Kristen mau dipakai oleh Tuhan untuk menggenapi rencana Tuhan yang belum terjadi di dalam dunia ini. Bapak, Ibu mau nggak? Rela tidak? Kalau mau dan rela, belajarlah kembali kepada Firman Tuhan supaya jangan perkataan Tuhan dihujat oleh hubungan yang mereka lihat di dalam keluarga kita. Kiranya Tuhan boleh menolong kita, ya. Mari kita masuk dalam doa.
Bapa kami kembali berdoa, bersyukur untuk Firman-Mu, untuk kebenaran-Mu. Tolong kami ya Tuhan yang seringkali lemah di dalam menjalankan prinsip Firman. Dan biarlah kami boleh senantiasa diberikan kepenuhan Roh Kudus yang membuat kami mau belajar tunduk dan setia kepada Tuhan dan meninggikan Tuhan melampaui segala sesuatu yang ada di dalam hati kami atau ego kami yang tidak memuliakan Tuhan. Beri belas kasih-Mu, ya Tuhan. Sertai keluarga-keluarga Kristen yang ada di sini. Sertai anak-anak yang Kau percayakan di dalam keluarga Kristen. Tolong kami untuk memiliki satu kehidupan yang sungguh-sungguh sesuai dengan apa yang telah Engkau tetapkan di dalam penciptaan dan apa yang Engkau telah lakukan secara khusus di dalam Kristus. Sehingga, ketika orang-orang melihat keluarga kami, mereka boleh sungguh-sungguh memuliakan nama Tuhan dan meninggikan Tuhan. Dan keluarga kami boleh menjadi sarana yang Tuhan pakai, alat kesaksian, alat untuk memperlihatkan kasih Kristus kepada jemaat dan penundukan jemaat kepada Kristus. Tolong pimpin, ya Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin. (HS)