Mat. 25:14-30
Pdt. Billy Kristanto, Th.D.
Saudara, kalau Saudara baca di dalam bagian ini, saya percaya Saudara kenal ya, cerita perumpaan ini sangat terkenal, mungkin yang lebih terkenal daripada versi Lukas. Ya kalau kita mengikuti lagu keempat, Saudara, ini yang lebih cocok adalah yang versi Matius karena di sini lagu keempat ada bicara tentang talents ya. Yang versi Lukas itu agak jarang dikhotbahkan, biasanya dikhotbahkan memang versi Matius. Tapi kalau Saudara baca di rumah ada keunikan yang ada pada versi Lukas, yang nggak ada pada versi Matius. Misalnya, Saudara, di sini kalau kita melihat, di dalam Matius kan ada 3 hamba, 5 – 2 – dan 1 talenta. Tapi kalau Saudara membaca di dalam versi Lukas, itu ada 10 hamba, masing-masing menerima 1 mina. Either way, masing-masing ada keunikannya. Kalau Lukas lebih menekankan: setiap orang itu punya equal opportunity, gitu sebetulnya, nggak ada issue ya di dalam bagian itu. Tapi kalau di sini kita bicara tentang gambaran kedaulatan Tuhan memang memberikan setiap orang itu berbeda-beda. Ini dua hal yang kita nggak usah benturin, ya Saudara, karena Alkitab ada kedua-duanya itu, versi Matius dan versi Lukas. Dan di dalam kenyataan hidup kita tahu, kalau mau dibilang setiap orang somehow punya equal opportunity, ada betulnya juga, sehingga kita nggak boleh ada excuse. Tapi mau mengatakan setiap orang lahir berbeda-beda, ya betul juga gitu. Saudara lahir kan nggak bisa milih ya. Ada orang lahir dengan begitu banyak kemungkinan, resources, kesempatan. Ada orang lahir di dalam keluarga dia bisa sekolah ke luar negri, yang lain dia ada keinginan sekolah tapi nggak cukup uang, musti sambil kerja dsb. Ada orang lahir di dalam negara yang maju, ada orang lahir yang di negara yang sulit sekali, yang kering kerontang, kelaparan dsb. Toh memang kita melihat keadaan orang pada awalnya itu tidak sama ya, ada yang lahir dengan 5 talenta, 2 talenta, dan 1 talenta. Kita nggak bisa memperdebatkan kedaulatan Tuhan, ya kita nggak bisa protes: ini rasa Tuhan nggak adil, kenapa kasih kita 1 talenta. Yang biasanya paling complain kan selalu yang 1 talenta, Saudara ya, yang pak Tong pernah bahas bagian ini, gitu ya, bermasalah kenapa selalu yang satu talenta, gitu ya, yang iri, yang nggak senang, yang mengasihani diri, yang hatinya sempit, selalu yang satu talenta. Tapi memang ini bukan mutlak, bukan berarti dalam gambaran orang yang punya banyak, terus pasti nggak ada problem, ya bisa ada problem yang lain.
Tapi kalau Saudara lihat dalam bagian ini, waktu di sini kita menekankan dalam gambaran berbagai macam talenta, pertama memang kita musti menerima kedaulatan Tuhan yang memberikan itu di dalam bijaksanaNya Tuhan, nggak mungkin keliru. Jadi nggak ada gunanya kita playing victim, rasa diri korban, kenapa saya cuma dikasih 1 talenta? Kenapa orang itu dapat 5 talenta? Ada peribahasa mengatakan: Rumput tetangga selalu lebih hijau daripada rumput kita. Mungkin kita malas siramin kali ya Saudara, makanya rumput tetangga lebih hijau, ya pantas saja lebih hijau. Kita nggak tau susahnya orang, kita cuma tahu suksesnya orang. Kita nggak tahu air matanya orang lain, kita cuma lihat enaknya orang lain, kalau kita lihat orang lain seperti punya 5 talenta, kita yang selalu punya 1 talenta. Ini spiritualitas yang nggak berkembang berarti ya SSaudara.Bahkan kalau kita membaca di dalam bagian ini ya, kita nggak mendapati iri hati daripada 1 talenta itu terhadap 2 dan 5. Bukan itu, Saudara, persoalannya. Jadi, hamba yang ketiga ini ya, kalau mau dibilang soal itu, dia sepertinya lebih baik daripada banyak orang Kristen, yang mengasihani dirinya sendiri, yang selalu lihat orang lain lebih banyak dsb. Even hamba yang ketiga itu nggak jatuh di dalam persoalan itu, Saudara ya. Jadi, ada kebaikan sebetulnya, kalau Saudara melihat, tapi persoalannya dia di dalam persoalan yang lain.
Tapi sebelum kita membahas ke bagian itu, saya mencoba bahas agak sedikit urut dari bagian depan, ya Saudara. Tadi kita mengatakan, ada yang dapat 5, ada yang dapat 2, ada yang dapat 1. Tuhan itu berdaulat memberikan talenta sesuai dengan bijaksananya. Tapi jangan lupa, Saudara ya, kata-kata yang penting di situ dikatakan: “masing-masing menurut kesanggupannya”. Kedaulatan Tuhan itu bukan sembarangan ya, Dia bukan lempar dadu, gitu ya, lempar dadu terus waktu dadunya jatuh tiba-tiba 5, ‘Oke, saya kasih kamu 5.’ Itu random banget ya kaya begini, kaya nggak ada bijaksana, gitu. Tuhan itu untung-untungan, by chance lempar dadu dsb. Tuhan kita bukan Tuhan yang lempar dadu, bukan. Tuhan kita itu ada pemikiran yang jelas, kenapa Dia beri seorang itu 5 talenta, kenapa 2, yang lain 1 kenapa. Tuhan ada pertimbangan yang sangat jelas, di sini dikatakan, “masing-masing menurut kesanggupannya”. Justru nggak ada poinnya, Saudara, kita dapat 5 padahal kesanggupan kita satu, apa, gitu? Mau untuk apa terus kemudian? Toh kita juga nggak bisa mengembangkan. Kalau kita nggak punya kesanggupan, kesanggupan kita hanya 2 talenta, tapi kita dikasih 15 talenta, akhirnya kan wasted, kan Saudara, itu terbuang talenta-talentanya, toh kita juga nggak bisa kerjakan. Lalu untuk apa kaya gitu? Terus terakhir, kalau kita dihakimi karena kita punya belasan talenta, padahal kesanggupan kita sebetulnya cuma 2, nanti kita protes lagi sama Tuhan, ‘Tuhan nggak fair, Tuhan kan tahu kesanggupan saya seperti ini.’ Tetapi seseorang di sini kan dihakimi menurut talenta yang dia terima, prinsipnya. Dan bahwa Tuhan itu precise, sangat presisi Dia memberikannya sesuai dengan kesanggupan masing-masing. Orang yang hidup pas-pasan sering iri dengan orang yang kaya. Nggak tahu kalau orang kaya itu susah tidur, gitu ya? Saya punya jemaat di tempat lain, rumahnya gede gitu Saudara. Saking gedenya rumahnya, Saudara, sampai takut travelling. Tahu? Karena rumahnya gede, dia takut kalau dia berpergian, gitu, nanti kalau rumahnya kemalingan bagaimana? Waduh kok hidup nggak bahagia gini ya? Mendingan punya rumah kecil, biasa-biasa, tapi bisa menikmati bagian dunia yang lain. Jadi dia kalau pergi, dia kepikiran: rumah ini bisa dimalingin, akhirnya dia susah sekali, bergumul untuk travelling. Ini jadi berkat atau jadi kutukan ya rumah gede itu? Nggak ngerti.Saudara tahu cerita Midas ya? Dia kepingin semua yang disentuh jadi emas. Akhirnya Tuhan kasih, Tuhan di cerita itu ya maksudnya ya, bukan Tuhan kita. Tuhan kita sih nggak mungkin kasih kaya gitu. Dikasih, ‘Oke, kamu mau kekayaan, semua yang kamu sentuh jadi emas. Boleh saja.’ Akhirnya betul, semua yang dia sentuh jadi emas. Dia pengen makan gudeg, jadi emas, Saudara. Dia kepingin makan cendol, jadi emas juga. Dia pegang istrinya, jadi emas, anaknya jadi emas, semuanya jadi emas. Bagaimana hidup kaya begini? Akhirnya jadi nggak bisa menikmati hidup meskipun dikelilingi oleh emas? Apa itu berkat, Saudara? Bukan, itu jadi lebih mirip kutukan, sebetulnya. Memang hidup itu bukan cuma untuk uang sih Saudara, pasti, di mana hidup pun juga bukan mengejar talenta sebanyak-banyaknya, bukan itu maksudnya. Tapi bagaimana Tuhan memberikan kepada kita talenta, ada yang 5, ada 2, ada 1, masing-masing orang musti bersyukur dengan apa yang Tuhan sudah berikan di dalam kehidupannya, tanpa dia harus banding-banding. Sekali lagi, bahkan hamba yang ketiga ini juga nggak banding-banding, Saudara, tidak ya. Persoalannya itu ada di dalam tempat yang lain.
Maka kita membaca di dalam ayat ke-16,“Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta.” Kalau Saudara baca Alkitab, cepat sekali ya, nggak tahu gimana caranya orang itu ya bisa dapat 5 talenta. Alkitab nggak terlalu membicarakan itu, pokoknya dia menjalankan 5 talenta lalu beroleh laba lima talenta. Dan sekarang uangnya ada 10 talenta. “Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta.” Dan bagian ini yang paling panjang kan, membahas tentang hamba yang satu talenta itu. Hamba yang 5 talenta, dia kerja menghasilkan 5 talenta, hamba yang 2 talenta kerja menghasilkan 2 talenta. Tapi terus kemudian hamba yang menerima 1 talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. “Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.” Saudara perhatikan ya, sebagaimanapun jeleknya, ini bukan koruptor, Saudara, hamba yang ketiga ini bukan. Kalau kita ngomong koruptor, nggak tahu lagi persoalannya apa gitu? Tapi ini orang yang bukan nggak jujur ya Saudara, bukan, ini bukan orang yang mengorupsi uang itu sehingga 1 terus waktu balik-balik lagi tinggal separuh atau tinggal 10 sen, gitu misalnya ya. Saya pakai. Tidak. Hamba yang menerima 1 talenta itu menggali lobang, menyimpan baik-baik, menyembunyikan uang tuannya. Kalau koruptor sih nggak jujur, cinta uang, nggak usah ngomong lagi, Saudara nggak usah ngomong. Ini orang jujur pun akhirnya di neraka, Saudara.Kekristenan itu bukan moral yang sembarangan ya. Sekadar nggak korupsi, Saudara pasti masuk sorga, sekedar nggak cinta uang, Saudara pasti mendapat perkenanan hidup dari Tuhan, nggak begini Saudara, bukan. Itu standar agama yang sangat rendah, sebetulnya. Kekristenan membicarakan lebih dalam daripada itu. Kita membaca di dalam khotbah di bukit ya, kalau ada orang yang mengingini perempuan, meskipun dia nggak usah sampai tidur dengan dia, kalau dia mengingini perempuan, ya dia itu sudah berzinah dalam hatinya, demikian Tuhan Yesus mengatakan.Maka pada waktu kita membaca di dalam bagian ini, kita melihat juga ada persoalan yang lebih dalam, yang mungkin untuk ukuran dunia sama sekali bukan persoalan, Saudara, kita anggap orang seperti ini orang yang cukup suci lah ya, dia nggak korupsi. Kalau kita lihat di negara kita, nggak korupsi saja sudah susah setengah mati ya, karena ini ya, penyangkalan yang berat sekali. Hamba yang ketiga ini nggak korupsi dan masuk neraka, Saudara.Tapi pertanyaannya: Kenapa ya dia menggali lobang di dalam tanah menyembunyikan uang tuannya? Nanti kita akan bahas.
Tapi sebelumnya kita membaca ayat ke-19,“Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.” Saya akan menyoroti satu kata saja di ayat 19 waktu dikatakan di situ, “Lama… lama sesudah itu pulanglah tuan.” Maksudnya, ini sudah diberikan waktu yang cukup. Bahkan, saya sekarang lupa, musti lihat lagi encyclopedia, yang menerima 1 talenta pun itu bukan uang sedikit, Saudara. Saya lupa hitungannya sekarang kalau dijadikan rupiah berapa gitu ya, USD, kalau dijadikan rupiah agak sedikit susah Saudara, karena setiap hari berubah-rubah kursnya, mungkin kalau dijadikan USD atau Euro agak sedikit ngomongnya bisa dipakai untuk khutbah, paling nggak selama setahun masih angkanya sama. Kalau pakai rupiah, bulan ini bulan depan lain lagi ngomongnya, akhirnya nggak hafal, rupiahnya sebenarnya berapa sih? Kalau Saudara buka ensiklopedi, Saudara buka Wikipedia, Saudara bisa ketemu 1 talenta itu uang yang sama sekali nggak sedikit, Saudara, itu banyak. Nggak usah ngomongin 5 talenta, yang 1 talenta pun sudah sangat cukup untuk jadi modal sebetulnya ya.Jadi secara resource itu cukup, Saudara, sehingga nggak ada excuse bilang katanya, “Modalnya nggak cukup, saya cuma dapat 1 sih.” Satu tuh banyak sekali, Saudara, kalau 1 talenta. Ini bukan 1 dinar, 1 talenta. Yang kedua, secara waktu juga cukup. Di sini dikatakan ayat 19, “Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu”. Ini bukan dikasih, terus kemudian datang lagi dalam beberapa hari, ya belum sempat lah ya, invest juga belum untung gitu lho. Ini baru dipakai untuk apa, belum balik, baru break even atau apa. Oh tidak, Saudara, tidak, ini lama kok, lama. Seperti dalam kehidupan kita, berapa lama, Saudara? Seumur hidup actually. Tuhan memberikan kepada kita talenta, waktu kita lahir, kita lahir dalam konteks tertentu, di dalam keluarga tertentu, itu sudah ada talenta, lalu kesempatan demi kesempatan demi kesempatan diberikan di dalam kehidupan kita. Sampai kapan Saudara? Sampai kita datang kembali menghadap Tuhan dan musti mempertanggung jawabkan segala sesuatu. Masak nggak cukup ya Saudara, one lifetime nggak cukup, Saudara mau punya berapa nyawa? Tujuh kali hidup gitu di dalam dunia supaya cukup mengelola talenta? Absurd kan ya. Sekali hidup saja sudah cukup, Tuhan boleh meminta pertanggungjawaban, itu sudah cukup lama Saudara ya. Kita dikasih kesempatan seumur hidup kok untuk mengelola talenta ini. Ini bukan Tuhan datang dalam seminggu lalu langsung, “Ayo mana untungnya,” bukan begini. “Lama sesudah itu, pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.”
Lalu kemudian “Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.” Pertanggung jawaban Saudara ya, saya dapat 5 talenta, saya kembalikan 5 talenta. Lalu tuannya itu berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Sorga ya Saudara ya. Bagi siapa Saudara ya? Orang-orang yang menjalankan talenta dengan setia. Saudara perhatikan di sini ya, kata “baik dan setia,” ini konsep Matius, seseorang itu dinilai berdasarkan perbuatannya. Saudara nggak usah benturkan ini dengan soteriologi dari Paulus yang tadi kita dengar misalnya dalam ensembel “hanya oleh darah Yesus.” Memang kita diselamatkan oleh darah Yesus, betul itu; tapi tanda orang yang betul-betul diselamatkan oleh darah Yesus, dia itu baik dan setia. Sekali lagi ya, orang yang betul-betul diselamatkan oleh darah Yesus, dan hanya oleh darah Yesus, dia baik dan setia. Saudara jangan salah mengerti seperti seolah-olah Kristen Protestan mengajarkan iman hanya karena darah Yesus terus kemudian hidup menjadi batu sandungan, hidup nipu kanan-kiri, setelah itu dia masih yakin lagi bahwa dia diselamatkan katanya karena hanya oleh darah Yesus, “toh saya diselamatkan bukan karena saya bayar hutang, saya diselamatkan hanya karena darah Yesus,” itu kalimat sudah seperti penghujatan ya. Ada orang-orang Kristen yang yakin sekali dia diselamatkan hanya oleh darah Yesus terus kemudian hidupnya nggak setia, hidup nipu kanan-kiri, nggak jujur, cinta uang, dan dia tetap bisa bilang hanya karena darah Yesus, itu kalimat sesat Saudara ya, bukan ajaran dari firman Tuhan. Yang kita baca di dalam firman Tuhan adalah orang yang diselamatkan hanya oleh darah Yesus, seperti Matius mengatakan, mempunyai kualitas yang baik dan setia. Baik dan setia memang bukan karena dianya yang baik tetapi karena anugerah Tuhan, jangan lupa Saudara ya, kesempatan tetap diberikan oleh Tuhan. Talenta itu bukan datang dari dia. Tetapi seseorang yang hanya bermegah karena anugerah Tuhan, diselamatkan hanya karena anugerah dan sebagainya tetapi kemudian hidupnya sebetulnya jahat dan malas seperti hamba yang ketiga, Saudara baca di dalam cerita yang terakhir ini ya, bukan Sorga jawabannya, bukan. Jadi hati-hati Saudara ya dengan gambaran resepsi penerimaan teologi Paulus yang one-sided. Jadi keliru, terus kemudian kita nggak membahas teologi-teologi yang lain, whether itu di dalam Matius atau Yakobus dan sebagainya. Saya bukan sedang mengganti pengajaran tentang sola fide, sola gratia, dan sebagainya, hanya karena iman, hanya karena kasih karunia, itu tetap betul kok; tapi di dalam Reformed theology kita bicara ada tanda-tanda orang yang diselamatkan. Kita bukan diselamatkan karena tanda-tanda itu, bukan, sekali lagi hanya oleh darah Yesus, betul, tapi ada tanda-tanda ya Saudara, dari orang yang diselamatkan oleh darah Yesus itu. Tandanya apa? Tandanya salah satunya kalau kita baca di dalam Matius 25 ya ini, baik dan setia.
Talenta itu diberikan di dalam kehidupan kita seumur hidup, tentu saja artinya di sini bukan cuma uang tetapi semua kesempatan ya. Termasuk di dalam bahasa Inggris istilah talents, yang diterjemahkan dalam vahasa Indonesia itu bakat. Talents sebetulnya itu istilah Alkitab, bukan istilah asli dari bahasa Inggris. Istilah talenta, talents, kalau di dalam istilah modern english itu artinya seperti bakat saja, tetapi sebenarnya istilah Alkitab tentang talenta ini ya, memang ini perumpamaan talenta di dalam pengertian uang tapi di sini dalam pengertian perumpamaan maksudnya adalah semua kesempatan yang Tuhan berikan di dalam kehidupan kita, bahkan termasuk napas hidup ini juga talenta. Ada orang umurnya panjang sekali, ada orang umurnya pendek sekali, ini juga termasuk talenta sebetulnya. Ada orang diberikan kesempatan, ini tadi misalnya bisa kursus alat musik ini dan alat musik itu. Pendeta Stephen Tong waktu kecil dia tidak ada kesempatan untuk belajar piano, dia gambar di kertas, dia bikin gambaran piano kayak gitu dan dia latihan di situ. Lalu ada orang yang dapat kesempatan tapi terus kemudian nggak menggunakan kesempatan dengan baik-baik ya, ada orang yang tidak dapat kesempatan tapi dia tetap berusaha cari kesempatan seperti itu ya. Ada Fanny Crosby yang buta tapi bisa tulis ribuan lagu, ada Saudara dan saya yang matanya melihat, kita tulis berapa lagu ya? Jadi ada tanda orang yang diselamatkan, tanda orang pilihan.
Lalu setelah 5 talenta balik dengan 5 talenta, 2 talenta bailk dengan 2 talenta, oleh hamba pertama dan hamba kedua, tuannya itu mengatakan kalimat pujian ini ya, “Hai hambaku yang baik dan setia, engkau setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dan perkara yang besar.” Hidup ini nggak statis ya Saudara, hidup ini terus berkembang. Hidup kita kalau mentok itu bahaya. Sekali lagi, hidup ini terus berkembang Saudara bukan statis, bukan segitu terus ya, bukan. Orang bicara bakat, orang bicara pengelolaan, ini berkembang. Kalau kehidupan kita mentok segitu terus, something is very wrong dalam kehidupan kita, ada yang salah Saudara di sini. Karena menurut prinsip firman Tuhan, barangsiapa setia dia dipercayakan tanggung jawab yang lebih besar; barangsiapa setia dalam perkara kecil, dia dipercayakan perkara yang lebih besar. Kalau kita nggak berkembang kehidupannya, terus segitu terus ya, kita musti koreksi, ini persoalannya dimana sebetulnya. Bukan saja dikatakan Alkitab bahwa orang benar hidupnya nggak kekurangan, bukan saja kalimat ini, tetapi bahwa orang benar, orang baik, dan orang setia itu dia terus berkembang kehidupannya, bukan statis. Bukan 5 talenta, balik lagi 5 talenta, itu hamba yang ketiga, bukan hamba yang pertama dan kedua; hamba yang pertama itu 5 jadi 10, hamba yang kedua 2 jadi 4, hamba yang ketiga 1 tetap satu. Nggak ada kemunduran ya Saudara. Kalau saya terapkan di dalam gereja ya, saya juga ngomong ke gereja saya sendiri sama, gereja terus gitu terus, ini gereja yang jahat dan malas kalau menurut Alkitab. Jangan menghibur diri, kita nggak turun lho. Memang nggak turun, tapi nggak naik juga. Saya ngomong gini bukan berarti tidak ada pergumulan ya, saya struggling di Perth karena jemaatnya sudah bertahun-tahun. Memang saya masuk baru sekitar 1,5 tahun ini, tapi jemaatnya segitu terus, something is wrong di dalam jemaat kita. Kenapa bisa segini terus? Ada yang nggak bener di sini. Kalau kita baca di dalam Alkitab itu growing, bukan diam gini. Diam gini ini kayak hamba yang ketiga sebetulnya. Lalu kita menghibur diri lagi ya, “Paling nggak, nggak turun kan?” Hamba ketiga ini apa ya bisa ngomong, “Tuhan, Lu ngomel kenapa ya? Lu marah-marah? Jangan baper kayak begini lho, ini satu tetap satu lho sebetulnya. Saya nggak nyolong apa-apa. Masak kayak gini aja sensitif? Coba lihat ini, 1 tetap 1.” Nggak lho Saudara ya, nggak ada, excuse itu nggak diterima oleh Tuhan, Tuhan bilang, “Kamu ini hamba yang jahat dan hamba yang malas.”
Satu itu nggak boleh tetap satu, satu harusnya jadi dua. Memang Tuhan nggak tuntut 1 jadi 8, bagaimana lha dia terimanya 1. Kan fair enough ya, 5 dapat 5, 2 dapat 2, seharusnya 1 ya dapat 1 lah. Tuhan nggak tuntut 1 dapat 5 atau 1 dapat 2, 1 ya dapat 1. Tapi ini 1 nggak dapat apa-apa, tetap 1. Ya persoalan lah Saudara ya. Kehidupan kita waktu nggak bertumbuh, waktu kehidupan kita stuck, mandeg, menurut Alkitab itu kejahatan dan kemalasan, whether kita setuju atau nggak, menurut Alkitab itu adalah kejahatan dan kemalasan, ini orang yang nggak berkembang kehidupannya berarti orang yang wasting resources. Dunia ekonomi jauh lebih mengerti ya Saudara dalam hal ini. Kalau Saudara taruh uang di bank, terus Saudara ambil beberapa tahun uangnya segitu terus sebenarnya jengkel, ini bunganya mana. Terus bank nya jawab, “Ya paling nggak saya nggak korupsi. Toh saya kembalikan.” Kembalikan sih kembalikan, ini rupiah sudah berapa tahun ini, gitu ya, ini 13 tahun yang lalu saya masukin bank, sekarang 13 tahun yang akan datang masih segini jumlahnya. “Iya kan tidak dikurangi apa-apa,” ya rugilah saya 13 tahun inflasinya berapa. Bank nggak bisa jawab kayak begitu. Mana ini buahnya? Lalu kalau bank saja boleh tarik bunga, kalau Tuhan nggak boleh gitu ya? Kalau Tuhan musti penuh cinta kasih, belas kasihan dan sebagainya. Mana ada Saudara gambaran kayak begini? Ini gambaran yang sama sekali nggak adil. Kalau kayak begini mending diserahkan ke orang lain, lebih bisa mengelola, kenapa saya musti serahkan ke hamba yang jahat dan malas ini yang balik-balik cuma sama. Di dalam kehidupanpun kita marah dengan hal seperti itu, tapi di hadapan Tuhan, Tuhan nggak boleh menuntut itu, yakin? Jadi cuma kita yang boleh menuntut orang lain? Di dunia ini orang boleh saling menuntut tapi Tuhan nggak boleh menuntut kita seperti itu, harus selalu sama terus? Tuhan harus selalu penuh pengertian, begitu? Nggak begitu, di dalam Alkitab kita bacanya lain. Maka sekali lagi ya, waktu kita membaca pujian ini, “Hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia dalam perkara kecil aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dan perkara yang besar,” Saudara perhatikan ya, nggak statis tapi ada perkembangan, “Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Sorga ya Saudara. Apa itu kebahagiaan? Ya itu kebahagiaan waktu kita bisa melihat persekutuan dengan Tuhan, waktu kita bisa melihat Dia memberikan talenta di dalam kehidupan kita dan memberikan kepada kita kepercayaan.
Memang Saudara ya, di dalam bagian ini, sekali lagi seperti tadi kita sudah mengatakan, nggak terlalu banyak dibahas hamba pertama dan kedua. Bagian yang di-zoom itu terutama adalah hamba yang ketiga. Kita bersyukur Saudara, untuk gambaran seperti ini, paling nggak kita bisa belajar supaya kita nggak jatuh ke dalam kesalahan atau dosa dari pada hamba yang ketiga ini. Hamba yang 2 talenta basically sama ya, kalimatnya juga mirip sekali, kalau nggak mau dibilang sama. Nah sekarang kita bahas hamba yang ketiga, mulai dari ayat yang ke-24, hamba yang menerima 1 talenta itu dia mengatakan kalimat, “Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.”Apa sih yang menjadi persoalan dari hamba yang ketiga? Tuhan kan mengatakan dia itu jahat dan malas, malasnya jelas ya kita, memang dia nggak kerja 1 disimpan doang akhirnya nggak berlaba apa-apa, tetap 1, itu jelas sekali malasnya. Tapi malas itu sebenarnya cuma akibat Saudara, ada persoalan yang lebih dalam sih yang mengakibatkan dia malas. Yaitu pikiran dia tentang Tuhan itu jahat sebenarnya. Dia itu berpikir buruk tentang Tuhan. Ada orang yang pikirannya itu negatif, negatif, negatif. Terhadap orang lain negatif. Tapi yang paling rusak daripada semuanya, dia waktu pikir Tuhanpun juga dia pikir negatif. Padahal Tuhan itu bukan Tuhan yang jahat, tapi dia menciptakan gambaran Tuhan yang jahat. Akhirnya gambaran Tuhan yang jahat, yang dia ciptakan itu, berbalik mewarnai kehidupan dia. Saudara mengerti ya. Kita punya konsep tentang Allah itu seperti apa sangat mempengaruhi kita hidup seperti apa. Everything is doctrinal, segala sesuatu itu urusan doktrin. Saudara jangan ditipu dengan orang-orang yang mengatakan, “Doktrin mah nggak penting, yang penting hidup dengan penuh cinta kasih, mengasihi Tuhan, mengasihi sesama.” Bagaimana doktrin nggak penting Saudara ya, semua itu urusan doktrin termasuk kalimat itu tadi juga doktrin. Kita tidak bisa tidak menekankan doktrin. Memang ada orang cuma mengetahui doktrin-doktrin tapi gagal mengintegrasikan di dalam kehidupan sehari-hari, ya itu problematis, saya setuju. Belajar doktrin tinggi sekali tapi hidupnya nggak berubah. Ya lu nggak belajar doktrin berarti, karena orang belajar doktrin nggak begitu, orang belajar doktrin itu musti bisa mengintegrasikan. Kenapa Allah Tritunggal kita seperti ini, lalu apa kaitannya di dalam dunia pelayanan, apa kaitannya dengan dunia bisnis, apa kaitannya dengan saya studi, apa kaitannya Tritunggal dengan saya mendidik anak, dan sebagainya. Kita musti bisa mengintegrasikan, Kalau kita nggak bisa mengintegrasikan ya cuma sekedar asah otak berarti bukan belajar doktrin. Tapi kalau kita belajar doktrin dengan benar, kita tahu semua ada kaitannya.
Seperti dalam bagian ini Saudara ya, kenapa hamba yang ketiga ini akhirnya malas? Karena dia dipenuhi dengan ketakutan, dipenuhi dengan paranoia. Tahu paranoia nggak Saudara? Kayak orang yang sakit jiwa begitu, ketakutan, ini bukan ketakutan yang biasa, ketakutan yang nggak wajar Saudara. Ada orang paranoia, dia selalu rasa hidupnya terancam, dia rasa ada orang yang mau membunuh dia, dan sebagainya. Memangnya seluruh dunia berputar diantara kamu atau bagaimana ya? Orang juga nggak peduli kali. Tapi kita kadang ada Saudara, paranoia kecil-kecilan seperti ini, kita rasa kita diomongin orang lain, dan sebagainya. Siapa juga yang tertarik ngomongin Saudara gitu lho? Kayak Saudara selebriti aja. Saudara rasa dirinya penting sekali, itu gejala paranoia, hati-hati jangan terus dibuahi, lama-lama jadi orang sinting, lama-lama benar-benar jadi orang yang terganggu jiwanya karena terus mikir paranoia seperti seluruh dunia itu senternya adalah kita sendiri. Hamba yang ketiga ini berpikir tentang Tuhan, Tuhan itu kayaknya kejam, Dia itu manusia kejam yang menuai di tempat dimana dia tidak menabur, memungut dimana dia tidak menanam. Maksudnya gini lho, “Ini jahat ya. Lu cuma kasih talenta, tinggal, nggak support kita, nggak kasih tahu cara dagang gimana, nggak tahu dunia ini penuh dengan penipu, kita nggak diajarin, kita disuruh struggle sendiri, dia enak-enak aja tinggal pergi nanti datang-datang tinggal tanya mana untungnya.” Kejam nggak Saudara? Jangan-jangan Saudara pikir, “Enggak lho, normal lho,” Saudara mirip hamba ketiga kalau gini.
Persoalannya dimana mikir kayak begini ya? Saudara bandingkan dengan hamba pertama dan hamba kedua, hamba pertama dan kedua ini sadar bahwa mereka waktu dikasih ini suatu kepercayaan, mereka tahu bahwa mereka dipercaya tanpa ada dasar lho Saudara ya. Tuhan itu mempercayai kehidupan kita nggak ada dasarnya sebetulnya, karena kita ini bukan Tuhannya Tuhan, kenapa Tuhan musti percaya kepada kita, alasan-Nya apa? Nggak ada dasar lho sebetulnya, kalau bukan karena kasih. Ya Dia mempercayakan kepada kita dan kita kalau waras, kita mustinya berpikir, “Kenapa ya saya kok bisa dipercayakan, kenapa saya orang berdosa bisa mendapat kepercayaan Tuhan, masih bisa menerima talenta seperti ini?” Maka perasaan bersyukur, perasaan tidak layak, itulah yang membuat 2 hamba yang pertama itu bekerja keras menjalankan talentanya. Tapi hamba yang ketiga ini nggak tahu bersyukur, dia nggak rasa dipercaya, malah dia rasa seperti dikerjain, kayak di-zholimi sama tuannya ini, tuannya kejam, datang-datang cuma taruh lalu minta untungnya mana, jadi mikir negatif gitu Saudara ya. Pikiran-pikiran negatif seperti ini akhirnya menghancurkan dirinya sendiri. Ayat 25 kita baca, “Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!” Takut. Takut itu kejahatan ya Saudara kalau menurut Alkitab. Kita ini terakhir ya Saudara bergumul dengan urusan radikalisme kan di Indonesia ya. Kita bisa takut kan, sebagian orang berpikir kayaknya kita pindah ke luar negeri atau bagaimana, yang lain nggak ada kemungkinan pindah ke luar negeri; bagaimana Saudara dengan orang-orang yang tidak ada kemungkinan itu? Ada orang yang bersyukur bisa pindah ke luar negeri, bersyukur diatas penderitaannya orang lain. Nggak ada yang aman kan Saudara, dimanapun di seluruh dunia, bukan cuma di Indonesia, di luar negeripun nggak ada yang aman. Jadi bagaimana Saudara? Orang kalau takut seperti kayak kelihatan normal ya. Saya takut, ada alasan saya takut, persoalannya dimana dengan takut? Takut itu melumpuhkan kehidupan seseorang karena dia nggak akan bisa mengasihi. Alkitab mengatakan di dalam kasih tidak ada ketakutan. Kasih itu lawan katanya bukan cuma benci, kasih itu lawan katanya adalah juga takut.
Jadi 2 hamba yang pertama ini sadar bahwa mereka dipercaya dan mereka dikasihi, hamba yang ketiga ini nggak ada pengertian bahwa dia dikasihi oleh Tuhan tapi dia rasa di-zholimi oleh Tuhan, Tuhan ini kejam, kayaknya mau menekan dia. Dan orang yang dirasa ditekan ya nggak bisalah mengasihi. Nangkap kan Saudara ya? Kalau Saudara kerja di satu company yang menurut Saudara bos-nya killer, suka menyiksa, Saudara apa ya bisa mengasihi dia? Mungkin bbisa dengan kasih Tuhan karena kan firman Tuhan mengatakan kasihilah musuhmu, tapi itu tinggi ya Saudara, kalau kita melihat di dalam kelemahan manusia ya biasanya kita sulit mengasihi seperti itu. Tapi itu bos manusia, lha kalau Tuhan sendiri kayak gitu, ya apa daya, mana mungkinlah saya bisa mengasihi lagi? Orang Tuhan sumber segala kasih yang saya harapkan, Dia sendiri ternyata menekan saya, bagaimana mungkin saya bisa mengasihi Tuhan yang seperti itu? Nggak mungkin. Saya nggak ada perasaan dicintai, nggak ada perasaan dikasihi, akhirnya saya menjadi orang yang juga tidak mengasihi dan tidak mencintai. Wajar kan Saudara ya? Nah ini Saudara, orang yang dipenuhi dengan ketakutan itu persoalannya dimana? Dia itu nggak sadar bahwa sebetulnya dia itu dicintai dan dikasihi oleh Tuhan, nggak sadar itu hidupnya. Rasa Tuhan itu kejam, ini sikap yang kekanak-kanakan yang akhirnya akan melempar dia ke dalam neraka. Sekali lagi ya Saudara, ini sikap kekanak-kanakan ya, sikap nggak tahu bersyukur, yang akhirnya bukan cuma kekanak-kanakan terus ya lucu ya anak-anak, O bukan, ini akan melempar dia ke dalam neraka akhirnya. Hidup yang dipenuhi dengan ketakutan, nggak ada cinta kasih di dalam hatinya, nggak ada perasaan bersyukur, maka ketakutan itu yang menyebabkan dia pergi menyembunyikan talenta Tuhan itu di dalam tanah. Saudara perhatikan di sini ya, kemalasannya itu karena dia itu ketakutan, kemalasannya itu adalah akibat, kemalasan itu bukan dosa yang paling akar, bukan, dosa yang paling akarnya itu adalah ketakutannya dia dan pikiran dia tentang Tuhan yang jahat itu. Maka Saudara ya, hati-hati dengan pikiran negatif. Saya bukan mengajarkan positive thinking di sini, bukan Saudara ya. Tapi orang berpikir tentang Tuhan, kalau dia masih berpikir negatif juga itu makhluk apa sih Saudara? Kalau Tuhan saja nggak lulus di dalam standar kebaikan, lalu siapa lagi yang baik Saudara? Kalau Saudara bilang, “tetangga saya ini kurang baik,” ya mungkin memang dia kurang baik, tapi kalau Tuhan bagaimana? “Tuhan itu kurang baik,” kalau Tuhan itu kurang baik Saudara, lalu siapa lagi yang bisa baik kalau kayak begini? Ini pasti orang yang nggak baik ya Saudara. Orang yang bilang orang yang baik itu nggak baik, pasti sendirinya nggak baik kan. Sekali lagi, kalau ada orang baik, lalu saya bilang, “Orang ini jahat,” yang jahat siapa Saudara? Yang ngomong kan. Tuhan itu maha baik, bukan saja baik Saudara, Dia itu maha baik, tapi kalau ada orang berpikir Tuhan itu kurang baik, yang jahat itu sebenarnya yang ngomong, bukan Tuhan yang jahat. Nah gambaran ini, gambaran tentang kejahatan Tuhan akhirnya membuat dia jadi jahat.
Maka yang mengerikan ya Saudara, ayat ke-26 itu tuannya berkata, memang ini perumpanaan yang bicara tentang tuan ya, tapi kita tahu ini merefleksikan Allah kan sebetulnya, perumpamaan ini kan menunjuk kepada Allah. Tuannya, Allah, itu mengatakan “Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.” Kok Tuhan jadi begini ya Saudara? Saudara perhatikan ya, waktu baca bagian ini Saudara terganggu nggak sih dengan respon tuannya yang seperti ini? Tapi sebetulnya yang terjadi yaitu bahwa tuannya ini akhirnya menerapkan konsep yang kacau ini, “Lu berpikir kayak begitu? Tuhanmu kayak begitu? Ya sudah jadilah sesuai dengan yang kamu pikirkan itu.” Sebetulnya Tuhan bukan kayak begitu tapi karena dia berpikir seperti itu maka dia dihakimi berdasarkan pikiran negatifnya sendiri. Ini bahaya sekali ya. Sekali lagi ya, Tuhan itu sebenarnya bukan Tuhan yang seperti ini, tapi karena kita berpikir seperti itu akhirnya Tuhan menjadikan pikiran kita, terjadilah sesuai dengan yang engkau pikirkan. “Menurut kamu Tuhan itu jahat kan, menurut kamu kan Tuhan itu sadis tho, menurut kamu Tuhan kan egois tho, itu kan maksud kamu? Ya sudah terjadilah seperti itu, itu Tuhanmu seperti itu, biar digenapi di dalam kehidupanmu persis seperti yang kamu pikirkan.” Kalau Saudara membaca di dalam bagian ini, “Jadi kamu yang sok tahu, kamu sudah tahu, ya sudah terjadilah menurut pengetahuanmu itu.” Bagian ini mungkin di dalam Matius nggak terlalu jelas ya, tapi kalau Saudara baca di dalam versi Lukas itu jelas sekali kalimatnya, “Aku akan menghakimi kamu menurut perkataanmu,” ada kalimat seperti itu Saudara. Jadi hamba yang ketiga ini dihakimi menurut pikirannya dia sendiri. Karena dia berpikir Allah itu jahat, Allah itu kurang baik, ya sudah terjadilah seperti itu, Allah-mu yang kurang baik itu biarlah menjadi Allahmu.
Sebetulnya itu bukan Allah yang sejati ya. Maka kemudian ya hamba itu dihakimi berdasarkan dengan apa yang dia pikirkan. Ayat 27, “Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.” Ini sindiran ya Saudara. Kamu kan pikir saya kayak begitu, ya sudah toh. Kalau gitu serahin saya, saya kasih pada yang bisa menjalankan. Kalau menurut kamu kan kayak begini kan, saya cuma sekedar cari untung. Kamu nggak rasa lho hidupmu saya percaya kamu nggak rasa lho, seolah Tuhan mau bilang gitu ya Saudara. Kamu nggak bersyukur juga, kamu rasa ini tekanan toh, ini beban berat kan? Kamu dapat 1 talenta kayaknya beban. Ya udah, balikin aja. Saya kasih ke orang lain yang nggak rasa itu sebagai beban, yang rasa itu sebagai berkat. Tapi kamu lihatnya sebagai kutukan kayaknya itu. Kamu rasanya seperti kayak saya mau ngerjain kamu. Yaudah balikin aja. Saudara pernah ada pengalaman ini ya Saudara, kasih barang kepada orang lalu orangnya ngamuk sekali, dibalikin pada Saudara. Pernah nggak Saudara ya? Nggak pernah ya Saudara? Saudara kurang mengerti isi hatinya Tuhan. Ada orang yang begitu lho Saudara ya. Dikado, “Kenapa kado saya cuma kayak begini? Dia nggak tau apa saya siapa?” Waduh sudah bagus dikado gitu, dibalikin Saudara kadonya. Dia rasa ini kayaknya pemberian nggak bener nih begini. Saya harusnya dapat lebih mahal kadonya daripada itu. Gila ya Saudara, orang seperti ini. Dibeliin sate 1 tusuk aja sudah bersyukur ya Saudara bisa dapat makan. Tapi nih orang kepingin dapat lebih mahal, lebih mahal, dan sebagainya. Lalu terus kemudian Tuhan kalau mengalami peristiwa seperti ini bagaimana? Dia masih tetap sabar begitu? Hati-hati ya Saudara dengan konsep Tuhan yang sabar, yang cinta, yang terus menerus bisa dilukai, nggak bisa apa-apa; yang kita berontak-berontak kayak anak kecil, teriak-teriak, Tuhan tetap sabar. Hati-hati ya Saudara, itu bukan Tuhan yang asli pasti itu. Tuhan yang asli itu nggak bisa dipermainkan seperti ini. Itu Tuhan yang kita mau sendiri kayak gitu ya. Tuhan yang asli pasti bukan seperti itu Saudara ya.
Kita membaca, “Sudah seharusnya uangku itu kau berikan kepada orang yang menjalankan uang supaya sekembaliku aku menerima serta dengan bunganya.” Ini Tuhan bukan marah karena dia nggak bisa dagang lho Saudara ya, bukan begitu ya. Tapi kenapa dia nggak bisa dagang? Karena dia takut. Pertama sebelum takut, karena dia malas. Tapi kenapa dia malas? Dia malas karena dia takut. Kenapa dia takut? Dia takut karena dia pikirannya negatif, jahat, tentang Tuhan itu jahat Saudara ya. Ya sudah, kalau begitu ya sudah, nggak usah terima lagi kan? Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Lalu ayat 29 yang sulit ini Saudara ya. “Karena itu setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” Makin terjadi ketidakseimbangan kan Saudara di sini kan ya? Kalau Saudara lihat di dalam fenomena gereja ya seperti kayak orang yang sibuk, makin lama makin sibuk gitu. Di dalam Hamba Tuhan juga kayak begitu, ada Hamba Tuhan yang makin lama makin sibuk, makin lama makin sibuk. Ada Hamba Tuhan nganggur, makin lama makin nganggur gitu. Terus kita bicara harusnya terjadi keseimbangan; yang sibuk dikurangi, dibagi pada yang kurang sibuk gitu. Itu bukan cara Tuhan ya Saudara, bukan gitu. Kita pikir di dalam society gitu ya ada orang yang setia, kerja keras gitu misalnya, akhirnya kekayaannya terus bertambah; sama orang yang malas-malasan, terus kemudian karena itu terus uangnya jadi nggak cukup dan sebagainya. Terus gimana? Menurut prinsip Kristen, kasihilah sesamamu, bagilah kepada orang-orang. Ya memang kita ada tanggung jawab untuk memperhatikan orang miskin, betul, tapi kalau Saudara baca dalam ayat ini prinsipnya nggak begitu ya Saudara ya. Orang yang karena kesalahannya sendiri akhirnya itu harus hidup dalam kekurangan, nggak mendapat kesempatan untuk melayani, sama Tuhan makin lama makin digeser, makin dibuang, bukan makin diberi kesempatan. Ini menakutkan ya Saudara ya, menakutkan.
Kita cuma ada 1 pilihan Saudara. Either kita grow, bertumbuh ke atas dan makin dipercaya oleh Tuhan, atau kita berhenti dan waktu berhenti itu sebenarnya bukan berhenti ya Saudara, kita turun makin digeser oleh Tuhan. Gambaran statis, diam tok di dalam level yang sama, itu nggak exist Saudara sebetulnya. Nggak ada ya itu. Pilihannya either kita ke atas ya, melawan arus, atau kita keseret arus ke bawah dan itu ujungnya neraka. Either orang bertumbuh semakin menyerupai Kristus atau dia terseret semakin menyerupai setan. Gambaran yang tetap diam di situ itu nggak ada. Saya suka kasih ilustrasi ya, tapi kalau ilustrasi kayak gini, ilustrasi tentang papa saya Saudara. Kalau papa saya ada di sini dia dengar kurang senang gitu. Saya pernah sekali ketinggalan, hampir ketinggalan pesawat, nyasar-nyasar. Sama papa saya waktu itu di Jerman gitu ya. Saya sudah di sana lama tapi masih nyasar urusan airport, salah masuk ruangan kita turun ke bawah, saya pikir tuh masuk ke bagian sudah mau gate dan sebagainya. Ternyata itu bagian koper Saudara. Lha berangkat aja belum sudah masuk cari bagasi. Gimana Saudara gitu ya. Itu bagian koper-koper. Waduh, salah. Terus lihat, tanda balik nggak ada gitu. Kita turunnya pakai eskalator. Gimana ini ya pakai eskalator? Lihat-lihat kanan kiri juga kayaknya nggak ada jalan keluar, berarti cuma bisa satu kemungkinan gitu ya, eskalator turun ke bawah kita mesti melawan ke atas gitu. Wasuh Saudara, itu repot ya, bener-bener repot. Oke saya jalan duluan. Siap-siap, mulai jalan cepat Saudara, makin lama makin pelan gitu kan ya. Makin pelan. Saya tinggal dua anak tangga lagi bawa koper ya Saudara, waduh nggak kuat. Mulai ketarik mundur. Di atas sudah ada orang Jerman kayaknya mukanya sudah sebel. Ini apa sih, orang sudah gede kok masih main-main eskalator. Saya nggak bisa jelasin, sudah ngoyo kayak begitu mau jelasin gimana. Saya minta tolong, tolong bawain tas gua gitu. Sudah sebel malah saya suruh bawain koper lagi ya Saudara. Akhirnya cepet gitu, setelah itu saya bilang, “sorry tadi saya nyasar ke sana nggak ada jalan.” Ya terus saya sudah sampai di atas dan sekarang giliran papa saya. “Ayo Pa, kita nggak ada jalan keluar, kita mesti naik ke sini.” Papa saya mulai naik, pertama mulai, lama-lama mulai breakeven Saudara. Nggak maju nggak mundur. Terus di situ jadi gimana? Saya nungguin dia, kok diam di situ terus gitu? Ini kan tangganya ke bawah. Dia jalan di tempat. Jadi kecepatannya sama persis dengan eskalatornya. Dia di situ. Lalu itu cuma beberapa detik Saudara ya, nggak lama setelah itu dia mulai ke bawah, karena dia speed-nya mulai nggak bisa mengimbangi eskalator. Terus dia sampai ke bawah lagi gitu. Waduh gimana ini, telat dong kayak gini. Saya, “Ayo pa coba lagi.” Dia bilang, “Nggak lah, nggak usah.” Akhirnya saya turun terpaksa gitu ya. Nggak tau setelah turun baru sadar di situ ternyata ada pintu keluar. Lho goblok bener ya tadi itu.
Tapi intinya ini ya Saudara, bukan mau ngomongin tentang airport. Yang saya mau bilang adalah dunia itu seperti tangga yang turun itu. Waktu kita mau menjaga keseimbangan, boleh saja Saudara coba speed yang sama dengan speed dunia yang menyeret kita ke neraka. Silakan Saudara coba. Saya cuma mau tanya, Saudara tahan berapa lama? Saudara bisa berapa lama di dalam kecepatan yang sama, yang nggak maju nggak mundur, dunia menarik Saudara ke bawah, Saudara bergerak ke atas, Saudara mau tahan berapa lama? Atau Saudara menyelesaikan, Saudara berjalan lebih cepat, dan Saudara ke atas bersama dengan Tuhan. DI dalam realita ya Saudara, nggak ada orang yang bisa menjaga keseimbangan terus berjalan di dalam dunia itu dia nggak maju nggak mundur. No such thing. Either kita maju ya dengan kekuatan Tuhan atau ketarik ke bawah, makin lama makin mirip setan. Maka saya baca lagi ya Saudara, kalimat ini, “Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi.” Saudara nangkap maksudnya ya? Kalau kita bertumbuh, kita semakin dipercayakan. Kalau kita tidak memiliki, tidak mempunyai, apapun juga yang ada akan diambil dari padanya. Yang tergeser akan makin digeser, yang bertumbuh akan makin bertumbuh. Yang setia akan makin setia, yang nggak setia akan semakin dibuang oleh Tuhan. Jalan tengah itu nggak ada Saudara ya. Itu mitos. Itu cuma legenda yang nggak ada kenyataannya di dalam kehidupan sebetulnya.
Maka cuma ada 1 kemungkinan yaitu bagaimana kita meresponi apa yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita ya. Kita terima dengan ucapan syukur. Kita tahu Tuhan memberikan itu bukan karena Dia perlu kita, bukan. Tapi karena dia mempercayai kita, karena dia mengasihi kita, dan kita nggak perlu berpikir negatif, saya kok disiksa Tuhan kayak begini, gitu ya. Nggak perlu iri terhadap orang yang dapat 5 talenta, nggak ada gunanya. Sekali lagi ya, bahkan hamba yang ketiga pun nggak ada iri di sini ya. Jadi kalau kita iri, kita ini lebih busuk daripada hamba ketiga sebetulnya. Nggak ada iri hamba ketiga ya. Persoalannya itu liesdeeper, ada di dalam tempat yang lain di sini ya. Tapi kita semua nggak kebal Saudara. Kita di dalam kehidupan ini seperti hamba-hamba yang diberikan talenta oleh Tuhan, nggak ada orang, manusia nggak diberi talenta itu nggak ada Saudara. Betul-betul nggak ada. Semua orang diberi talenta, kalau menurut ini. Pertanyaannya itu bukan apakah kita mendapatkan talenta atau tidak, karena semua orang mendapat talenta. Pertanyaannya bahkan juga bukan kenapa yang satu dapat lebih banyak, yang satu lebih sedikit. Karena di dalam perumpamaan ini nggak ada isu itu Saudara. Yang menjadi isu itu adalah kenapa bisa ada sikap seperti hamba pertama dan kedua. Kenapa ya bisa ada sikap seperti hamba yang ketiga? Kiranya Tuhan memberkati kita semua, kiranya Tuhan menolong kita untuk bisa mengerti apa yang Tuhan nyatakan di dalam firman. Mari kita masuk dalam doa.
Tuhan kami bersyukur Engkau memberi kepada kami peringatan, engkau juga memberi kepada kami catatan yang baik ketika kami bisa belajar bagaimana meresponi anugerah Tuhan di dalam kehidupan kami seperti hamba yang pertama dan kedua. Kami sadar Tuhan di dalam kehidupan kami ada waktu, ada saat-saat di mana kami menjadi mirip seperti hamba yang ketiga. Kami mencurigai Tuhan, kami menjadi tidak puas dengan apa yang Tuhan lakukan dalam kehidupan kami sehingga apa yang sebetulnya menjadi berkat kami melihatnya sebagai suatu tekanan yang berat, kami tidak bersukacita, akhirnya kami jatuh di dalam dosa kemalasan, dan kami tidak setia, kami tidak ada passion, tidak ada gairah, di dalam pekerjaan kami, di dalam kehidupan keluarga, di dalam studi. Kiranya Tuhan mengampuni kami dengan darah-Mu yang suci itu sekali lagi membasuh kami dan membawa kami ke dalam pertobatan yang sejati supaya kami tidak dibuang oleh Tuhan, tapi kami menjadi hamba-hamba yang boleh dipercayakan perkara lebih besar ketika Tuhan juga memberi kepada kami kesetiaan ketika kami juga setia kepada Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kami semua, Tuhan yang mau menolong kami di dalam segala pergumulan dan kelemahan kami. Demi Yesus Kristus kami berdoa, kami bersyukur. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]