Pola Hidup Bahagia Menurut Mazmur 1, 21 Januari 2024

Pola Hidup Bahagia Menurut Mazmur 1

Vik. Lukman S.

 

Pada umumnya, kita ingin bahagia. Dalam studi kita, kita ingin bahagia. Ketika kita berkeluarga, kita ingin membangun keluarga bahagia. Kita ingin mempunyai gereja yang membawa kebahagiaan kepada kita. Kita ingin juga mempunyai negara atau pemerintahan yang membawa kemakmuran, kelancaranm dan kebahagiaan kepada kita sekalian. Setiap kita ingin bahagia dengan begitu banyak macam konsep kebahagiaan. Mungkin ada yang mempunyai pandangan bahwa kebahagiaan itu sifatnya materiil, yaitu mempunyai materi yang begitu banyak, mempunyai barang-barang yang kita inginkan punya. Mungkin ada juga yang berpikir bahwa kebahagiaan itu mempunyai relasi sosial yang begitu indah. Atau mempunyai gereja yang begitu baik untuk kita bisa bertumbuh. Alkitab pun mengajarkan kepada kita tentang siapa yang berbahagia, seperti apakah orang yang berbahagia itu?

Mazmur 1 mengatakan orang yang berbahagia adalah orang yang menghidupi pola hidup tertentu. Pola hidup yang seperti apakah yang membawa kita kepada kebahagiaan yang sejati? Mazmur 1 “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya  ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. Sebab itu orang fasik tidak akan tahan  dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar; sebab TUHAN mengenal  jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.

Mazmur ini sangat jelas menyatakan ada dua jalan yang berbeda dengan tujuan akhir yang berbeda. Dua jalan yang berbeda dengan hasil akhir yang dicapai yang berbeda. Pembedaan dalam dua jalan ini tentu tidak asing. Kita sangat ingat perumpamaan Tuhan Yesus bahwa di dalam dunia ini ada dua jalan: jalan lebar dan jalan sempit. Tuhan Yesus menyatakan ada dua jalan, tapi perbedaannya apa? Perbedaannya ketika Tuhan Yesus di dalam perumpamaan-Nya membedakan dua jalan ini dalam kategori medan dan geografis. Sedangkan pemazmur di dalam Mazmur 1 membedakan dua jalan dalam hal bagaimana pola hidup dari yang menjalaninya. Dua jalan ini dibedakan dari dua macam pola hidup untuk dijalani mencapai satu tujuan. Jalan orang benar, dengan pola hidup tertentu mencapai tujuan kebahagiaan. Sedangkan jalan orang fasik, dengan pola hidup tertentu mencapai ketidakbahagiaan, kekecewaan, kepahitan dan bahkan kebinasaan.

Pola hidup yang semacam apa yang akan menghantarkan kita kepada kebahagiaan yang sejati? Pertama, tidak hidup menurut jalan atau menurut nasihat orang fasik, orang berdosa, ataupun pencemooh (ayat 1). “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh”. Saudara sekalian kita bisa melihat penekanan kata: “tidak”, “tidak”, “tidak”. Orang fasik di dalam bahasa aslinya apa artinya? Yaitu orang yang melawan Tuhan, yang berdosa secara aktif kepada Tuhan dan sesama. Orang berdosa, yaitu orang yang jalannya menyimpang, menyeleweng dari kebenaran firman Tuhan. Istilah yang digunakan orang berdosa di sini, sama dengan hamartiah yaitu melenceng dari sasaran, menyeleweng dari jalur yang seharusnya. Pencemooh yaitu orang yang menafsirkan secara salah kebenaran firman Tuhan. Orang yang tidak menyatakan pujian kepada Tuhan, tidak menyatakan syukur kepada Tuhan. Mungkin bahkan mencurigai Tuhan, menjelekkan nama-Nya, dan menghina Tuhan.

Kenapa sih ini ada 3x pengulangan yang hampir serupa? Secara grammatikal, secara struktur bahasanya, tiga kali pengulangan: keragaman dan kuantitas yang begitu banyak. Ada orang yang begitu banyak dibandingkan dengan orang benar yang satu saja. Berbahagialah orang, dalam bahasa Inggrisnya, the man, dihadapkan dengan banyak orang yaitu orang fasik, orang berdosa, pencemooh. Ada begitu beragam jalan yang berlawanan dengan yang Tuhan ajarkan. Berlawanan dengan prinsip kebenaran firman Tuhan. Dan bukan saja beragam tapi begitu banyak orang yang menghidupi pola hidup yang tidak berkenan kepada Tuhan. Ada kontras, satu orang melawan banyak orang. Artinya apa Saudara sekalian di sini? Bahwa satu pola hidup tertentu ini adalah pola hidup yang sangat sedikit dijalani oleh orang. Dan pola hidup yang mungkin harus melawan mayoritas. Minoritas harus berjuang melawan mayoritas. Melawan satu himpitan dan tekanan banyak orang. Pola hidup Kristen adalah pola hidup yang mungkin sedikit dilalui oleh orang. Seperti yang Tuhan Yesus katakan ada dua jalan: jalan lebar dan jalan sempit. Jalan sempit begitu sedikit orang. Itulah pola hidup orang Kristen. Orang yang melawan mayoritas yang begitu banyak dengan tawaran jalan yang begitu beragam. Tapi kita harus menjalani itu. Itulah salah satu pola yang kita hidupi untuk menuju kebahagiaan. Kita harus berjuang di dalamnya dengan tekun dan semangat. Mungkin kita sering kali patah semangat, tetapi kita harus maju di dalamnya untuk mencapai kebahagiaan.

Dalam ayat 1 kita melihat ada pembalikan pergerakan di sini. Biasanya dalam pergerakan manusia, kita mulai dengan terbaring, lalu duduk, kemudian berdiri, lalu berjalan. Itulah bergerak. Tetapi di dalam ayat 1 kita lihat, dari berjalan, kemudian berdiri, lalu duduk. Ada pergerakan yang mundur di sini. Ada yang menafsirkan bahwa ini adalah progresif kemunduran secara rohani: awalnya mendengarkan ajakan orang berdosa, kemudian mengikutinya, dan akhirnya hidup di dalamnya. Dalam bahasa aslinya komplotan, dwelling place. Menjadikan kelompok orang berdosa itu rumah (dwelling place), tempat yang nyaman. Kita bisa lihat di sini pola kemunduran rohani itu dari kebalikan ayat ini. Kita hilangkan saja kata tidak, maka itulah progressif kemunduran rohani. Apa pola kemunduran rohani? Yaitu orang yang berjalan menurut ajakan orang fasik, orang yang berdiri di jalan orang berdosa, orang yang duduk di komplotan pencemooh. Orang yang mungkin awalnya mendengarkan, lalu mengikuti nasihat orang berdosa, lalu nyaman hidup di dalam dunia orang berdosa. Ini kemunduran rohani.

Kita bisa melihat begitu banyak contoh di dalam Alkitab yang menyatakan hal seperti ini. Mari kita buka Kejadian 19:30-38 tentang anak-anak perempuan Lot. Lot memilih kota Sodom dan Gomora. Lalu dia berkarir di sana, membangun keluarga di sana, memiliki anak di sana. Dan di dalam Sodom dan Gomora, Alkitab menyatakan kota yang begitu rusak, kota yang begitu bobrok. Dosa di mana-mana. Bayangkan Saudara sekalian, anak Lot bertumbuh di dalam kota yang demikian. Mungkin awalnya anak Lot itu terus dijaga untuk tidak hidup di dalam dosa. Tetapi dari kecil dia lihat orang berdosa. Dia dengar perkataan-perkataan orang berdosa yang tidak berkenan kepada Tuhan. Saat dia di Sodom-Gomora, mungkin anak-anak Lot itu sepertinya baik-baik saja. Tetapi di dalam Kejadian 19:30-38 dikatakan, begitu dosa itu masuk, yang awalnnya mendengarkan hal-hal yang mungkin ajaran yang tidak berkenan kepada Tuhan, lalu itu masuk ke dalam hati dari anak-anak perempuan Lot sampai cara-cara yang dipakai adalah cara-cara yang tidak berkenan kepada Tuhan untuk mencapai tujuan yaitu mempunyai keturunan. Bukankah Tuhan memerintahkan kita mempunyai keturunan? Benar Tuhan memerintahkan itu. Maka ketika kita berpikir untuk mempunyai keturunan, itu hal yang baik, creational design dari Tuhan. Tetapi caranya untuk mencapai tujuan itu diracuni oleh dosa. Anak-anak Lot berpikir, bahkan naif saja berpikir sepertinya nggak ada lagi laki-laki lain. Itu tipuan iblis. Akhirnya mereka mengelabui ayahnya membuat ayahnya tidur dan kemudian mereka mempunyai keturunan dari ayahnya. Ini adalah jalan yang tidak berkenan kepada Tuhan. Ini adalah contoh hidup berjalan menurut ajaran orang fasik, berdiri di jalan orang berdosa, duduk di komplotan pencemooh.

Beberapa tahun yang lalu Saudara sekalian saya pernah mendengar kata-kata yang seperti ini: kalau kita jadi marketing properti (rumah, apartemen, atau tanah), nggak bisa terlalu jujur. Jadi kita harus menutupi hal-hal yang tidak menguntungkan. Ada jemaat, terlalu jujur, jadi nggak pernah berhasil menjual properti. Saudara sekalian bener nggak cara seperti ini, apakah kita bisa menggunakan jalan tidak terlalu jujur untuk kita bisa mendapatkan untung? Ini mitos dari iblis, ini tipuan iblis, ini dosa. Kalau kita mau berhasil di tengah dunia yang berdosa, saya harus mengikuti hidup di dalam dosa. Jadi hamba Tuhan jangan terlalu naif. Jadi jemaat juga jangan terlalu naif. Jadi orang yang mau mencari pasangan jangan terlalu polos. Gunakan intrik-intrik, strategi-strategi untuk kita yang bisa beradaptasi di tengah-tengah dunia yang berdosa ini. Ikuti jalan dunia ini baru untung. Tapi kalau ikuti jalan Tuhan, susah terus.

Orang Kristen harusnya nggak berpandangan sepeti itu. Kenapa? Mazmur 1:1, “Berbahagialah orang yang tidak menuruti jalan orang berdosa.” Ingat hal pertama, jangan menyempitkan kebahagiaan dalam hal materialistik.  Kedua, jangan juga menyempitkan kebahagiaan yang dimaksudkan Alkitab hanya pada harapan surgawi. Kadang-kadang kita tertipu, kita menyatakan “Oh kebahagiaan kita menghaluskan. Katanya Alkitab bilang kalau saya tidak mengikuti jalan orang berdosa maka saya berbahagia. Tapi saya nggak berbahagia, usaha saya buntung terus.” “Oh ya karena maksud Alkitab berbahagia itu adalah hidup kekal di sana. Sekarang mungkin nggak berbahagia. Nanti upahnya besar di surga. Nggak di sini, tapi di sana.” Ini salah. Ini yang dikritik Karl Marx. Karl Marx itu mengkritik bahwa agama itu seperti membius kita. Adanya golongan atas, golongan bawah. Lalu kemudian golongan atas itu memakai agama untuk menaklukan golongan bawah supaya tetap giat bekerja walaupun gaji nya kecil dengan alasan upahmu besar di surga. Ini penghinaan. Alkitab nggak pernah mengajarkan seperti itu. Kalau kita berpandangan seperti itu, itu salah. Kalau kita berpandangan kebahagiaan yang dinyatakan di dalam Alkitab itu hanya kebahagiaan sifatnya di sana, itu salah. Berbahagia di sini adalah juga konteks sekarang ini. Mazmur 1 bukan bicara tentang eskatologis. Mazmur 1 mengatakan kebahagiaan di sini dan pola hidup yang pertama untuk mencapai kebahagiaan di sini yaitu dengan jalan menjauhi hidup orang berdosa. Tidak hidup di dalam jalan orang berdosa. Tidak mengikuti nasihat orang fasik. Itulah jalan menuju kebahagiaan di sini dan di sana.

Ketika kita hidup di tengah-tengah dunia ini, begitu banyak tantangan dan keragaman jalan yang menawarkan kebahagiaan, yang seolah-olah itu membawa kepada kebahagiaan, padahal membawa kepada kebinasaan. Demikian juga, ketika kita menggumulkan perkembangan gereja. Ada begitu banyak jalan yang ditawarkan. Saya pernah bertanya pada seseorang “Kenapa itu ada gereja-gereja tertentu yang ajarannya itu tidak benar sebenarnya, tidak Alkitabiah, tapi pengikutnya begitu banyak?” Salah satunya adalah dengan memakai cara-cara dunia. Cara-cara mengkompromikan kebenaran Alkitab. Saudara sekalian, apakah dengan memakai cara dunia, gereja akan pasti mencapai kebahagiaan dan perkembangan yang begitu pesat? Tidak! Itu kepalsuan. Alkitab mengatakan itu hanya tipuan. Berbahagialah orang yang tidak menghidupi jalan orang berdosa.

Kedua, anjuran positif yaitu mencintai dan merenungkan firman Tuhan (ayat 2). Jalan hidup yang menuju kebahagiaan bukan hanya tentang tidak mengikuti nasehat orang fasik, tidak mengikuti jalan orang berdosa, melainkan juga dengan secara aktif, secara positif mengikuti jalan, nasihat, ajaran firman Tuhan. Tuhan memberikan firman-Nya kepada kita untuk menjadi pedoman kita, untuk menjadi guidelines kita, menjadi pembimbing kita bagaimana kita menjalani hari-hari kita.

Di dalam istilah aslinya, “merenungkan” bukan hanya mencakup hal kognitif. Merenungkan tentu mencakup kita mikir secara internal, tapi apa bedanya merenungkan dan memikirkan? Merenungkan artinya memikirkan secara mendalam suatu hal itu. Kita berdialog di dalam batin kita. Kita mendorong, membangkitkan jiwa kita, mengarahkan kepada sesuatu hal yang kita renungkan itu. Merenung artinya memikirkan secara mendalam. Tapi bukan hanya itu. Di dalam istilah asli yang dipakai di sini seperti perenungan verbal, seperti bergumam, berkata-kata, bernyanyi. Itu bagian merenungkan. Maka ada ayat-ayat yang lain, yang menggunakan istilah yang sama: Yesaya 38:14, Yesaya 31:4, Mazmur 35:28. Yesaya 38:14 menggunakan istilah yang sama untuk menyatakan burung yang menciap-ciap. Jadi, merenung itu nggak hanya diam. Kadang-kadang kita berpikir, merenung itu artinya mengosongkan pikiran, lalu bersemedi. Ini salah. Ini bukan cara perenungan Alkitab. Merenung itu perenungan verbal. Perenungan di dalam secara kognitif, internalisasi kebenaran firman Tuhan, menyerap kebenaran firman itu ke dalam diri, ke dalam batin kita, kedalaman hati kita yang paling dalam, dan bahkan juga mengatakannya. Mengatakannya, menyanyikannya, mendoakannya, itulah perenungan. Perenungan adalah keseluruhan eksistensi diri kita. Kita masukkan ke dalam firman Tuhan, bukan hanya sistem kognitif.

Apa salah satu kesalahan orang reformed? Yaitu pemahaman Alkitab sering kali hanya sampai pada tahap intelektual. Pdt. Stephen Tong mengatakan ada kebahayaan yang mungkin sangat halus yang sedang bergerak di dalam sejarah gereja: Karismatik itu sepertinya menuju ke Reformed, Reformed menuju ke Liberal. Ini membuat kita sadar diri, jangan sombong. Orang karismatik bisa jadi orang reformed dan bahkan bisa jadi orang reformed yang begitu kental, yang begitu takut Tuhan. Jangan sombong. Selain itu, ada kemungkinan juga orang reformed bisa jadi liberal. Mengapa? Karena terlalu menekankan intelektual. Lupa memahami dan merenungkan firman Tuhan berbeda dengan memikirkan. Merenungkan firman Tuhan bukan hanya memikirkan firman Tuhan secara mendalam, tetapi sungguh meresapinya, mengatakannya, mendoakannya, mengajarkannya. Seluruh eksistensi diri kita bukan hanya diubah melalui intelek. Kita pikir, kalau sesuatu sudah disampaikan secara rasional, lalu secara rasional itu bisa dengan mudah mengubah hati. Tidak seperti itu! Tidak semudah itu! Saudara sekalian, berapa banyak informasi yang kita terima dan berapa banyak informasi yang kita terima itu tidak mempengaruhi hidup kita? Banyak! Berapa banyak orang dikasih tahu tentang merenungkan firman Tuhan. Sudah tahu secara informasi dan sudah tangkap di otak, tapi tidak masuk hati. Mengapa? Karena itu adalah suatu pola hidup. Itu bukan salah satu fungsi dari kapasitas manusia, yaitu otak saja, intelek saja. Ini satu pola hidup tertentu yang kita harus jalankan. Merenungkan firman Tuhan itu tentang kebiasaan, kedisiplinan, tentang habit. Perubahan, bergerak dari intelek ke dalam hati. Juga dari hati ke intelek. Selain itu dari kebiasaan mengubah hati dan mengubah pikiran.

Mazmur 1 mengatakan bagaimana supaya kita menjadi orang berbahagia. Bukan menangkap firman secara otak tetapi merenungkannya. Itu menjadi pola kebiasaan kita. Merenungkan firman itu membangkitkan jiwa kita, mengarahkan hati kita pada perenungan firman. Itu sesuatu hal yang eksistensial keseluruhan diri kita dan bahkan dikatakan di sini, “Siang malam.” Artinya di mana pun, kita mencoba memikirkannya. Ketika kita mungkin pakai kendaraan kita, kita ingat firman Tuhan, kita merenungkannya, atau kita dengar khotbah. Ketika kita menghadapi masalah, kita ingat, kita cari firman Tuhan ngomongnya seperti apa sih? Bagaimana kita bisa melakukan seperti itu kalau itu tidak menjadi kebiasaan? Mengapa ada orang yang ketika menghadapi masalah, ingatnya firman Tuhan, ingatnya Tuhan Yesus. Ada orang menghadapi masalah, ingatnya hikmat sendiri, cara manusia menyelesaikan masalah. Mengapa? Karena tidak menjadi kebiasaan. Merenungkan firman Tuhan harus menjadi pola hidup kita. Pola hidup yang kemudian membangkitkan jiwa kita. Kita meresapi firman Tuhan itu. Dua jalan ini mengantar kita kepada kebahagiaan.

Ketiga, orang berbahagia ini diberikan kiasan seperti ini: “Pohon di tepi aliran air yang menghasilkan buahnya, yang tidak layu, dan yang berhasil.” Ini gambaran yang indah. Saya punya tanaman yang diwariskan secara tidak langsung oleh Pdt. Dawis di Kranggan. Tanaman itu ada di atas, di depan kamar. Awal datang di Kranggan, saya lihat ada tanaman. Ya sudah, saya siram saja. Sampai sekarang nggak tahu itu jenis tanaman apa. Tanaman ini di pot bisa tumbuh. Tanaman yang cukup menarik. Saya siram satu hari, dia tumbuh. Kalau besoknya saya lupa siram, tanamannya itu layu. Besok saya siram, tegak. Turun lagi kalau nggak disiram. Kalau tidak disiram dalam 1 hari sudah layu. Kalau 2 hari nggak saya siram, langsung daunnya yang hijau menjadi kecoklatan. Dalam 3 hari, mulai mau jatuh. Pada 4 hari, sudah jatuh ke tanah. Disiram lagi, tumbuh lagi. Saya kira, jangan sampai kerohanian kita seperti itu. Disiram, tumbuh, semangat. Baca Alkitab. Lalu, besoknya lesu. Hilang dari peredaran. Tiba-tiba muncul lagi. Bersinar terang. Daunnya begitu lebat. Lalu, lesu lagi, turun lagi. Kalau kerohanian kita seperti itu, itu artinya kita tidak ditanam di tepi aliran air yang terus mengalir. Mungkin kita ditanam di pot.

Bayangkan, ada 1 pohon di tepi aliran air yang terus mengalir. Di tengah segala musim, di tengah badai, di tengah segala keadaan apa pun, pohon itu tetap tegak berdiri, dan daunnya tidak layu, dan bahkan dikatakan berbuah pada musimnya terus-menerus. Indah sekali. Ini kehidupan orang berbahagia. Ini gambaran orang berbahagia. Orang yang berbuah. Orang yang tidak layu. Orang yang berhasil di dalam segala hal yang dilakukannya.

Di dalam Alkitab bahasa Inggrisnya, does not, tidak layu atau shall not, tidak akan layu. Tapi LAI terjemahan baru, menuliskan “tidak pernah layu.” Tidak pernah layu! Inilah kehidupan orang yang berbahagia. Berbuah dan tidak pernah layu. Air itu air yang kekal sifatnya. Tidak pernah berhenti mengalir. Dan pohon yang di tepi aliran itu mempunyai akar yang begitu dalam menyerap hal-hal yang diperlukan, begitu mendalam di dalam sumber kehidupan. Dan dia berbuah pada musimnya. Ini kehidupan yang begitu indah. Artinya kehidupan seperti apa? Ada stabilitas seperti Tuhan Yesus katakan, dibangun di atas batu karang yang teguh, batu karang yang kokoh dengan segala macam keadaan. Di sini tidak dicatat bahwa pohon ini menghadapi segala macam keadaan, musim, dan seterusnya, tapi banyak penafsir mengatakan, musim berganti, badai mungkin dihadapi, tapi pohon ini tetap berdiri tegap, tetap berbuah, tidak pernah layu, dan berhasil. Mengapa? Karena mempunyai akar yang dalam kepada sumber kehidupan air yang kekal yang terus mengalir. Ini stabilitas, ketenangan menghadapi segala sesuatu.

Lalu, ada buah yang nyata. Di dalam Galatia 5:22-23 dikatakan salah satu jenis buah yang mungkin dihasilkan orang percaya itu buah Roh. Buah artinya sesuatu yang di luar dirinya, bukan untuk diri tapi sesuatu yang bisa dinikmati, dilihat, dialami oleh orang-orang sekitarnya. Itu artinya buah, baik buah jiwa, buah Roh, kasih yang nyata kepada sesama. Buah bukan keuntungan diri, tapi untuk berkat bagi orang lain, bagi sesama demi kemuliaan Tuhan.

Tidak pernah layu, artinya bersifat kekal. Mari kita buka 1 Yoh. 2:17, “Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” Hidup selama-lamanya! Sekali lagi ya Saudara sekalian, saya tekankan, bukan hanya tentang kehidupan nanti tapi dari sekarang apa yang dilakukan di dalam kehendak Tuhan, orang yang melakukan kehendak Tuhan, sekarang yang dilakukan itu bernilai kekal. Ada unsur kekekalan di dalamnya untuk orang-orang yang berkenan Tuhan. Lalu kita buka 2 Kor. 4:16, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.” Artinya apa? Lesu? Layu? Nggak! Semakin dibaharui, semakin segar, semakin berbuah dan semakin dekat kepada kekekalan. Itu sesuatu yang indah.

Dan yang terakhir kita lihat gambaran ini, berhasil. Berhasil yaitu ada progres menuju kesempurnaan. Itu gambaran berhasil. Ada progres bertumbuh, ada kemajuan yang mewarnai jalan orang benar. Ketika kita hidup menurut pola hidup yang pertama dan yang kedua, kita akan menjadi seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air yang kemudian berbuah, tidak pernah layu, dan ada progres menuju kesempurnaan. Di tengah segala musim yang berganti, di tengah segala badai kehidupan yang menerpa, orang yang menjalankan pola hidup yang demikian akan memperoleh kekayaan di dalam Kerajaan Tuhan. Contohnya George Muller adalah seorang hamba Tuhan yang melayani di Inggris. Tahun hidupnya 1805 – 1898, masa-masa di mana waktu Inggris sedang menuju modernisasi revolusi industri. Maka di dalam konteks itu, George Muller melayani banyak anak-anak yang terlantar. Maka dia dan istrinya mulai berpikir untuk membangun rumahnya, menjadikan rumah itu rumah untuk anak-anak yatim. Tahun 1836, dia memakai rumahnya itu menampung 30 anak. Kemudian begitu banyak anak yang dia lihat yang memerlukan perawatan, memerlukan penopangan hidup, memerlukan makan, memerlukan tempat tinggal, lalu dia mengumpulkan anak itu sampai 130. Sampai dengan akhirnya dia melayani 10,000 anak.

Saudara sekalian, George Muller bukan orang yang kaya. Dari mana uangnya? Dia berjanji di hadapan Tuhan, dan dia berkomitmen di dalam hidupnya dia tidak mau hutang, dia tidak mau minta-minta orang kaya. Apa yang dia lakukan? Dia berdoa, dia membaca Alkitab, bergumul di hadapan Tuhan, dan Tuhan membukakan jalan satu per satu. Saudara sekalian, ada begitu banyak masa di mana George Muller itu bingung memberi makan anak-anak itu. Dia berdoa, sampai doa pun makanan belum ada. Tapi dia kumpulkan anak-anak, dan berdoa. Dia doa untuk makanan hari ini, kiranya Tuhan nyatakan pemeliharaan dan penyertaan-Nya. Waktu amin, begitu sering, tepat jam makan siang, bel bunyi, makan tiba. Keajaiban seperti itu Saudara sekalian. Dan makanan tiba, orang yang kasih makanan nggak tahu jumlahnya, nggak pernah absen dulu, tapi selalu cukup. Nggak lebih, nggak kurang. Cukup.

Banyak kali ketika George Muller bingung, bagaimana melakukan ini, bagaimana memberi makan anak ini, yang dia lakukan berdoa dan baca Alkitab. Dicatat lebih dari 200 kali dia baca Alkitab. Itulah yang diajarkan ke anak-anak juga. Setiap kali anak-anak diajarkan untuk berdoa, baca Alkitab. Mungkin seolah-olah, “Yah cuma buat doa, baca Kitab Suci. Aduh ini instruksi yang… kita harus ini juga dong.” Ya benar, bukan berarti kita diam saja, bukan begitu tapi ada buah yang nyata. Seringkali kita menganggap remeh perenungan kita akan firman Tuhan. Tapi pola hidup menuju kebahagiaan poin yang kedua yang hari ini kita renungkan yaitu merenungkan firman Tuhan.

Keempat, Tuhan mengenal jalan orang benar. Kalau kita merenungkan poin satu dan dua, kesannya kok seperti keselamatan ini adalah usaha manusia, ya kan? Kita harus secara aktif, tindakan untuk tidak melakukan jalan orang berdosa. Lalu kita menyatakan tindakan untuk merenungkan Alkitab. Ini tindakan kita. Seolah-olah semuanya ini adalah tentang usaha kita, usaha manusia. Tapi tidak! Dari mana? Itu jelas dicatat dari ayat yang ke-6, “sebab Tuhan mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.

Saudara sekalian kalau kita lihat dari penulisan struktur bahasanya, kita lihat di sini ada 2 macam pemakaian atau struktur bahasa di sini yang mungkin jarang kita perhatikan. “Sebab Tuhan mengenal jalan orang benar.” Subjek nya adalah Tuhan, objek nya adalah orang benar. Lalu kalimat selanjutnya, “jalan orang fasik menuju kebinasaan.” Subjeknya adalah jalan orang fasik, yang akhirnya mengantar kepada kebinasaan. Ini ada 2 struktur penulisan untuk menekankan pesan. Pesan apa? Bahwa orang benar adalah objek providensi Allah. Mengapa pola hidup yang demikian menuju kepada kebahagiaan? Karena pola hidup demikian itu berarti kita menjadikan diri kita objek dari pemeliharaan Tuhan. Kita bukan subjek atas hidup kita, kita bukan tuan atas hidup kita. Apa kesalahan orang berdosa, manusia berdosa seperti kita? Seringkali memakai diri kita menjadi tuan atas hidup kita, memakai hikmat kita yang memimpin hidup kita, bukan Tuhan. Ini adalah 2 kalimat yang berbeda yang menyatakan bahwa pola hidup yang demikian membawa kita kepada kebahagiaan karena subjeknya adalah Tuhan, karena tuannya adalah TUHAN sendiri, Allah covenant yang setia kepada janji-Nya, yang mengenal Saudara sekalian, yang mengawasi, memperhatikan.

Kalau Mazmur ini hanya ayat 1 sampai dengan 5, lalu kemudian nggak ada ayat 6, maka pada akhirnya akan kecewa dan putus asa. Mazmur 1 tidak berhenti pada ayat 5. Mazmur 1 tidak berhenti pada ayat 2 saja. Mazmur 1 ada ayat ke-6, “sebab Tuhan mengenal jalan orang benar”. Waktu saya recital, ada salah satu lagu yang diberikan ke saya untuk dinyanyikan dari Oratorio Elijah yang ditulis oleh Felix Mendelssohn. Lagu ini berjudul “It Is Enough”, terinspirasi dari keadaan Elia yang begitu putus asa, depresi berat di dalam 1 Raja-raja 19:4. “Cukup Tuhan. Sudah cukup. Ambillah nyawaku. Aku tidak lebih baik daripada nenek moyangku.” Waktu saya nyanyi lagu ini, melodinya itu sangat depresi. “It is enough! O Lord, now take away my life”. Diakhiri dengan dinyanyikan begitu lembut, seperti orang kehabisan nafas. Sudah putus asa. “Ambillah nyawaku Tuhan”. Begitu berat. Waktu pertama saya nyanyi, kayaknya biasa, tapi karena latihannya itu berkali-kali, jadi merenungkan ayatnya juga. Sampai akhirnya saya merenungkan ayat ini jadi depresi juga.

Kita tahu kisah Elia ini depresi karena dia merasa “Saya sudah pelayanan, Saya sudah melakukan mujizat demi nama-Mu, Saya sudah melayani ke sana kemari. Nggak ada yang mau bertobat.” Lalu sampai titik Gunung Karmel, api itu turun dari surga tapi orang Israel nggak bertobat semua. Dia depresi begitu berat. Akhirnya, “Tuhan ambillah nyawaku.” Tapi Saudara sekalian, kisah Elia nggak berhenti di sini. Sebagaimana pemazmur ayat 1 sampai 5, kisah Elia dilanjutkan. Demikian juga dalam Oratorio itu. Kalau Oratorio itu di situ ya berakhirnya, “Lord, take away my life”, selesai. Sudah selesai, silahkan pulang. Wah itu berat sekali. Tapi lagu ini kemudian dilanjutkan nyanyian malaikat, nyanyian paduan suara. Ada paduan suara memberikan penghiburan dari Mazmur 121, “He, watching over Israel, slumbers not, nor sleeps”. Dengan alunan nada yang begitu lembut, dengan suara yang begitu tinggi, menenangkan dan dibawakan dengan legato. Dikontraskan dengan suara Elia yang begitu berat, begitu rendah, begitu terpatah-patah. “He, watching over Israel, slumbers not, nor sleeps”, “Dia lah penjaga Israel, tidak terlelap, tidak tertidur.” Inilah yang dikatakan ayat ke-6, Tuhan mengenal jalan orang benar. “He, watching over Israel.” Dia mengawasi jalan orang benar. Dia mengenal jalan orang benar. Apa pengharapan dari pola hidup yang tadi sudah kita renungkan, menuju kebahagiaan? Yaitu Tuhan mengenal jalan orang benar. Bukan pengharapannya pada kita, bukan pada kekuatan saya tapi Tuhan mengawasinya. Di dalam Tuhan lah kita sungguh dapat mengalami kehidupan yang sungguh limpah. Di dalam Kristus, Tuhan Yesus sendiri menyatakan “Di dalam Aku lah, Aku akan memberikan hidup yang berkelimpahan.” Hanya di dalam Dia, Saudara sekalian. Dan ini bukan tentang hidup di sana, bukan tentang hidup nanti, tapi juga hidup saat ini dan di sana nanti, di langit dan bumi yang baru.

Saudara sekalian berbahagialah orang yang tidak hidup menurut jalan orang berdosa, tidak menghidupi nasihat orang fasik, kecintaannya adalah merenungkan firman Tuhan siang dan malam. Kiranya Saudara sekalian, kita terus menyadari kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita bertumbuh di tepi aliran air yang kekal. Tidak ada kebahagiaan di luar Kristus. Pada Tuhan-lah ada sukacita, dan hikmat senantiasa. Mari kita buka Mazmur 16:11, kita membaca ayat ini bersama-sama. Mazmur 16:11, “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” Mari kita berdoa.

Bapa kami di surga, kami bersyukur Tuhan atas kebenaran firman Tuhan yang mengingatkan kepada kami, di dalam Mu lah ada kebahagiaan. Dan ketika kami mengikuti pola hidup, kebiasaan hidup, gaya hidup, yang sebagaimana Tuhan ajarkan kepada kami, itulah gaya hidup yang menuju kepada kebahagiaan. Ampuni kami ya Tuhan, seringkali kami memakai cara-cara yang tidak berkenan kepada Tuhan. Dan seringkali bahkan kami berpandangan bahwa cara-cara yang berdosa, itulah yang membawa kami kepada kenikmatan dan kebahagiaan. Sesungguhnya itu semua palsu. Sadarkan kami, tegur kami. Tanam kami ya Tuhan di tepi aliran air yang kekal, sumber hidup, yaitu Engkau sendiri, sehingga kami menjadi pohon yang bertumbuh, berdiri tegak, yang berbuah setiap musim, yang tidak layu daunnya dan yang dilakukannya berhasil, bernilai kekal menuju kesempurnaan dan semakin serupa dengan Kristus. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin. (HS)