Saudara, Paulus di dalam ayat yang ke-14 berkata, “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang mempersatukan kedua pihak, yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan.” Di dalam bahasa Inggris, ‘karena Dialah damai sejahtera kita’ itu dikatakan sebagai ‘Christ Himself is our peace’, yang berarti bahwa Kristus sendirilah damai sejahtera kita tersebut. Ini berarti bahwa kalau kita menginginkan satu damai sejahtera dalam kehidupan kita, kalau kita inginkan satu damai sejahtera dalam dunia ini, maka satu-satunya jalan untuk memperoleh damai sejahtera itu hanya ada di dalam Yesus Kristus. Semua usaha manusia untuk memperoleh damai sejahtera, kalau mengesampingkan Kristus daripada usaha tersebut, maka itu menjadi sesuatu yang sia-sia. Sesuatu yang tidak mungkin tercapai. Buktinya apa? Buktinya adalah, kita bisa melihat, ketika Paulus melihat adanya orang-orang Yahudi dengan orang-orang non-Yahudi yang bisa duduk berdampingan untuk beribadah kepada Tuhan Allah,itu menjadi bukti bahwa mereka sungguh-sungguh mengalami damai sejahtera daripada Tuhan Allah. Di zaman ini banyak cerita ya, di luar, yang nyatakan misalnya peperangan antara dua suku yang saling bermusuhan satu sama lain, akhirnya karena Injil masuk mereka menjadi damai dan bisa duduk berdampingan, kepala suku dengan kepala suku yang saling bermusuhan, untuk beribadah kepada Kristus.
Apa yang oleh Paulus dicatat mengenai Yahudi dan Non-Yahudi, itu adalah satu wakil daripada contoh di mana tanpa Kristus, tidak mungkin ada damai sejahtera. Tanpa Kritus, yang ada adalah perseteruan, Yahudi dan non-Yahudi adalah dua kelompok yang tidak mungkin bisa berdamai. Bukan mereka tidak mau, tidak mungkin mereka berdamai di dalam kehidupan mereka. Tetapi, ketika yang satu berada di dalam Kristus, dan yang lain berada di dalam Kristus, maka, Alkitab mencatat, mereka bisa berdampingan duduk dan beribadah kepada Tuhan Allah di dalam tempat yang sama, di dalam posisi yang sama, dan di dalam derajat yang sama. Ini adalah sesuatu yang luar biasa sekali. Rahasianya apa? Rahasianya adalah, karena ketika Kristus datang, yang dilakukan oleh Kristus adalah Dia merobohkan tembok pemisah, yaitu perseturuan yang ada di antara orang Yahudi dengan orang non-Yahudi. Pada waktu Yesus datang, Dia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala peraturan dan ketentuannya, melalui kematian Dia sebagai seorang manusia. Ini membuat tembok pemisah itu, perseteruan itu, dimungkinkan untuk tidak ada lagi di dalam dunia ini.
Nah, pada waktu Paulus berkata, ‘Tuhan datang untuk membatalkan Taurat’, maksudnya apa? Apakah itu berarti kita tidak lagi diikat oleh satu ketentuan hukum dan peraturan dalam hidup kita sebagai orang Kristen? Saya pikir ini bukan menjadi jawaban atau bukan menjadi sesuatu yang kita bisa banggakan sebagai orang Kristen. Kita tidak lagi diikat oleh peraturan. Paulus tidak pernah mengajarkan hal ini. Di dalam surat 1 Korintus pasal 9, Paulus ada bicara seperti ini: “Ketika aku berhadapan dengan orang Yahudi, aku menjadi seperti orang Yahudi, walaupun aku tidak hidup di bawah hukum Taurat. Pada waktu aku menghadapi orang Yunani, aku menjadi seperti orang Yunani.” Tetapi di situ ada satu kalimat sambungan daripada perkataan daripada Paulus. “Walaupun aku tidak hidup di bawah hukum Taurat, seperti orang Yunani yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, tetapi aku hidup di bawah hukum Allah, yaitu hukum Kristus.”
Saudara, mungkin ada beberapa orang yang mengira kalimat Paulus ini adalah sesuatu yang membenarkan dirinya atau memperbolehkan dirinya untuk hidup seperti seekor bunglon. Pada waktu bunglon itu hinggap di satu cabang yang hijau, maka di situ dia akan mengubah tubuhnya menjadi warna hijau. Pada waktu dia hinggap di suatu batang yang warna cokelat kehitaman, maka dia akan mengubah tubuhnya menjadi warna seperti warna batang yang cokelat kehitaman itu. Apakah ketika Paulus berbicara seperti ini, maka ini berarti ketika dia berada di tengah orang Yahudi, dia menjadi seperti orang Yahudi? Pada waktu ia berhadapan dengan orang Yunani, dia menjadi seperti orang Yunani? Saya yakin ini bukan menjadi satu jawaban yang Paulus, atau suatu prinsip hidup yang Paulus hidupi dalam kehidupan dia. Tapi, ketika dia bilang, pada waktu aku hidup di dalam, berhadapan dengan orang Yahudi maupun orang Yunani, ada satu kalimat yang penting sekali yang Paulus katakan, “supaya aku bisa memenangkan diri mereka, supaya aku tetap hidup di dalam hukum daripada Tuhan Allah. Itu berarti bahwa, walaupun dia hidup seperti orang Yahudi, bersikap seperti orang Yahudi mungkin, walaupun ia hidup seperti orang Yunani atau bersikap seperti orang Yunani, tetapi satu hal yang dia tidak pernah lepas, yaitu identitas diri dia sebagai orang Kristen. Lalu identitas diri dia sebagai orang Kristen adalah sesuatu yang tetap dinyatakan dia dalam kehidupan dia.
Apakah itu berarti dia hidup tanpa hukum? Apa yang membedakan orang Yahudi dengan seorang Kristen dan orang Yunani dengan seorang Kristen? Saya kira yang paling membedakan sekali adalah ada dalil-dalil hidup atau prinsip hidup, hukum dari orang Kristen yang tetap dia pegang, yang merupakan sesuatu yang berbeda dari hukum daripada orang Yahudi dan hukum daripada orang-orang non-Yahudi tersebut. Sehingga pada waktu orang-orang itu melihat pada kehidupan Paulus, mereka bisa melihat, “oh iya ya, dia mirip kita. Dia bisa kita terima dalam kehidupan kita dan budaya kita.” Orang Yunani juga melihat hal seperti itu. Tetapi, kita bisa tetap melihat, ada perbedaan antara Paulus atau orang Kristen dengan orang Yahudi dan orang Yunani. Ini yang membuat mereka kemudian terbuka untuk menerima berita daripada Injil yang Paulus kabarkan kepada mereka. Jadi, ketika Paulus berhadapan dengan orang-orang ini, Paulus tidak hanya merangkul orang-orang itu. Paulus bukan hanya menyesuaikan diri dengan orang-orang itu sehingga ketika mereka hidup bersama orang-orang tersebut tidak bisa melihat bahwa Paulus adalah orang Kristen, ndak ada keunikan khusus dalam kehidupan atau pengajaran daripada orang-orang Kristen melalui kehidupan daripada Paulus ini.
Saudara, identitas tetap perlu. Identitas untuk menyatakan siapa diri kita. Itu adalah hal yang penting. Kalau tidak, kalau sampai kita bisa berbaur dengan dunia, berbaur dengan orang-orang yang ada di sekitar kita yang bukan orang Kristen, lalu mereka bisa menerima kita, tapi mereka tidak bisa, kita tidak bisa menjadi satu berkat untuk membawa mereka keluar dari iman mereka yang lama, kehidupan mereka yang lama, menjadi seorang yang percaya kepada Kristus atau menjadi seorang yang baru dan beriman, seorang Kristen, itu berarti mungkin kita sudah memiliki satu kehidupan yang sama dengan dunia. Nah ini adalah satu bahaya sekali. Alkitab tidak pernah mengajar hal atau kebenaran seperti ini. Paulus sendiri tetap ada peraturan yang dia taati, yaitu peraturan Allah atau hukum kasih di dalam Kristus dalam kehidupan dia. Dan di dalam pasal berikutnya juga, di dalam Efesus, kita bisa lihat Paulus sebenarnya pada waktu dia bilang ‘kedatangan Kristus itu membatalkan Taurat’, itu bukan berarti Taurat atau hukum itu tidak ada lagi dan tidak berlaku lagi dalam kehidupan orang Kristen. Akan tetapi, Paulus tetap memerintahkan jemaat Efesus untuk hidup di dalam satu ketaatan kepada hukum daripada Allah. Ini menyatakan bahwa, walaupun kita hidup di dalam kehidupan Kristen, kita tetap diatur oleh hukum Tuhan. Ada penuntun hidup kita. Ada pedoman kita. Kita tidak boleh abaikan itu dalam kehidupan kita.
Lalu maksudnya apa, kalau kita masih hidup di bawah satu hukum, lalu di sini Paulus berkata, Kristus datang untuk membatalkan hukum Taurat, segala peraturan dan ketentuan-ketentuannya, itu maksudnya apa? Nah di sini pengertian ini kita harus lihat dari sisi orang beribadah kepada Tuhan Allah. Pada waktu Paulus berkata ‘kedatangan Kristus sebagai manusia melalui kematian Dia, membatalkan hukum Taurat, segala peraturan dan ketentuannya,’ maka itu berarti, Paulus sedang mau mengatakan, dahulu orang-orang datang kepada Allah, khususnya orang Yahudi, harus dengan membawa korban persembahan. Korban bakaran, korban yang disembelih dan dipersembahan kepada Allah dalam kehidupan beribadah mereka. Tapi sekarang, ketika kita ada di dalam Kristus, kita tidak perlu lagi membawa korban bakaran dan korban sembelihan untuk dipersembahkan kepada Tuhan Allah. Semua orang bisa datang kepada Allah melalui Kristus yang telah mengorbankan hidup-Nya di atas kayu salib. Itu sebabnya, 70 tahun setelah Kristus bangkit daripada kematian, bait Allah dihancurkan oleh Tuhan Allah, sehingga tidak ada lagi, di mana orang-orang yang bisa datang beribadah pada Allah dengan mempersembahkan korban bakaran atau korban sembelihan dalam kehidupan mereka.
Nah Saudara, ini berbicara mengenai sesuatu yang penting sekali. Di dalam Perjanjian Lama, Paulus, atau Allah telah memberikan peraturan-peraturan khusus supaya Bangsa Israel taati dalam kehidupan ibadah mereka kepada Tuhan. Di dalam Perjanjian Baru, Allah berkata melalui Paulus bahwa Tuhan membatalkan apa yang Dia tetapkan di dalam Perjanjian Lama untuk bisa beribadah kepada Tuhan Allah. Dahulu harus dengan korban bakaran, sekarang tidak lagi perlu dengan korban bakaran. Saudara, ini adalah sesuatu yang bertolak belakang atau tidak? Apakah itu berarti Allah mengubah rencana-Nya? Dahulu Dia menetapkan sesuatu peraturan, lalu di dalam Perjanjian Baru Dia mengubah sendiri peraturan itu? Sama-sama beribadah kepada Allah, dulu harus pakai korban, sekarang tidak lagi perlu bawa korban di hadapan Tuhan Allah. Saya harus katakan, Allah tidak pernah mengubah peraturan Dia. Saya juga katakan, Allah tidak pernah membatalkan peraturan Dia. “Loh, di sini jelas-jelas dikatakan, ‘Allah membatalkan peraturan mengenai hukum Taurat dengan segala peraturan dan ketentuannya.’ Maksudnya apa?” Maksud membatalkan itu bukan menghapuskan dalam pengertian itu adalah satu peraturan yang diubah karena Allah salah sebelumnya. Bukan begitu maksudnya.
Tapi Saudara, kalau Saudara perhatikan Kitab Kolose pasal 2 ayat 17, di situ ada kunci jawaban yang Paulus berikan pada kita ya. Kolose 2:17. Kita baca bersama-sama Kolose 2:17, “Semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.” Semuanya ini apa? Mengenai di dalam ayat 16, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat.” Semuanya itu adalah sesuatu yang menunjuk kepada Kristus, atau penggenapannya ada di dalam diri Yesus Kristus. Jadi, di dalam Perjanjian Lama Allah menentukan satu peraturan manusia beribadah melalui korban, di dalam Perjanjian Baru apakah korban itu dihapuskan? Memang kita tidak perlu lakukan itu lagi. Tetapi, mengapa dihapuskan? Karena Kristus sudah datang ke hadapan Allah dengan membawa diri Dia sebagai korban penghapus dosa, sebagai korban bakaran yang dipersembahkan kepada Allah, sebagai korban yang sempurna, yang ketika Dia persembahkan diri Dia, maka tidak perlu ada lagi korban-korban yang lain yang perlu dipersembahkan untuk kita bisa menghadap Tuhan Allah. Jadi fungsi imam di dalam Perjanjian Lama adalah, dia mewakili manusia berdosa dengan Tuhan Allah dengan membawa korban persembahan itu. Dan korban persembahan itu adalah seekor binatang yang juga adalah binatang yang fana, yang tidak kekal, yang hanya seekor binatang yang levelnya di bawah daripada manusia. Itu semua tidak mungkin bisa menghapus dosa manusia. Tetapi Alkitab bilang itu semua adalah satu lambang atau simbol untuk merujuk kepada Yesus Kristus yang adalah Domba Allah yang harus mati di atas kayu salib demi mengorbankan hidup-Nya bagi menebus dosa kita.
Jadi Saudara, apa yang dilakukan dalam PL menyimbolkan Kristus. Apa yang dilakukan di dalam satu seremonial ibadah dalam Perjanjian Lama oleh orang-orang Yahudi, itu melambangkan ibadah yang akan digenapi di dalam Yesus Kristus. Itu sebabnya ketika kita ada di dalam Kristus, orang atau penulis Ibrani berkata seperti ini, “sebab oleh satu korban saja, Ia atau Kristus telah menyempurnakan untuk selama-lamanya, mereka yang Ia kuduskan.” Jadi pada waktu Krsitus memberikan diri-Nya sebagai korban persembahan, itu adalah korban yang sempurna. Apa artinya sempurna? Sempurna itu berarti bahwa setelah Dia mati mempersembahkan diri-Nya, kita tidak perlu lagi ada korban bakaran atau korban persembahan yang dipersembahkan kepada Tuhan Allah dalam bentuk korban binatang. Itu yang menjadi pengertian daripada ayat kenapa Paulus berkata, ‘ketika Kristus datang sebagai manusia dan dengan mati-Nya itu Dia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala peraturan dan ketentuannya.’ Itu berarti kita tidak perlu menjalankan itu lagi. Karena apa? Bukan karena Allah berubah pikiran. Bukan karena Allah berubah rencana-Nya. Tapi karena Allah sudah menggenapi peraturan itu di dalam diri daripada Yesus Kristus, dengan kematian Dia di atas kayu salib.
Saudara, ini adalah sesuatu yang saya lihat sebagai bijaksana yang luar biasa sekali daripada Tuhan Allah, itu adalah sesuatu pembebasan yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita, yang kita bisa datang ke hadapan Allah tanpa ada tembok pemisah lagi, tanpa ada perseteruan lagi antara orang-orang Yahudi dengan orang-orang non-Yahudi, sehingga kita bisa datang kepada Allah dan tidak perlu melalui orang-orang, cara hidup atau ibadah daripada orang-orang Yahudi lagi karena pada waktu Kristus datang, Dia mati di kayu salib, orang-orang Yahudi ketika melihat kematian Kristus, apa yang menjadi pemisah dahulu, apa yang menjadi satu sumber pencetus daripada persteruan yang ada di antara mereka, ternyata itu semua tidak perlu ada, karena apa? Karena semua itu berbicara mengenai Kristus, kami juga adalah orang bedosa, orang yang Yunani juga adalah orang yang berdosa, sama-sama orang berdosa, sama-sama membutuhkan Kristus dalam kehidupan kita, dan ketika kita datang kepada Kristus, itu yang mempersatukan kita. Sehingga tembok pemisah itu sudah disingkirkan, atau dihancurkan dan dengan cara peraturan yang melakukan hukum Taurat dengan segala ketentuannya itu sudah dihapuskan atau dibatalkan di dalam diri Yesus Kristus, melalui kematiannya di atas kayu salib.
Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau dahulu orang datang kepada Allah melalui Imam Besar manusia, kalau dahulu mereka datang kepada Allah dengan membawa korban persembahan di hadapan Allah, maka sekarang kita datang kepada Allah melalui Imam Besar, yaitu Yesus Kristus. Ketika kita datang kepada Allah melalui Kristus yang telah membawa korban persembahan, yaitu diriNya sendiri, yang telah dipersembahkan di hadapan Allah. Ini adalah satu ibadah yang jauh lebih kokoh, jauh lebih permanen daripada apa yang menjadi cara ibadah daripada orang-orang Yahudi dalam Perjanjian Lama tersebut. Jadi dari situ ada damai sejahtera dimungkinkan di dalam kehidupan antara orang Yahudi dengan orang Yahudi, antara orang-orang yang berbeda suku dengan yang satu dengan yang lain itu bisa datang dan besatu menjadi satu kesatuan di hadapan dari pada Tuhan Allah.
Tapi Saudara, pada waktu kita bicara mengenai pendamaian ini ada satu hal yang menarik sekali, kalau Saudara baca ayat 15 sampai ayat yang ke-16, maka di sini dikatakan, “sebab dengan matinya sebagai manusia Ia telah mebatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya itu menjadi satu manusia baru di dalam diriNya dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya di dalam satu tubuh dengan Allah, oleh sebab, oleh salib dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.” Saudara, kalau Saudara baca ayat 15 dan ayat 16, maka urutannya perdamaian siapa dulu yang terjadi? Ketika Kristus datang sebagai manusia, Ia mendamaikan siapa dulu? Manusia dengan Allah terlebih dahulu? Orang Yahudi dengan Allah? Orang non-Yahudi dengan Allah? Lalu orang Yahudi dengan orang non-Yahudi diperdamaikan, atau orang non-Yahudi dengan orang Yahudi diperdamaikan terlebih dahulu baru kemudian orang Yahudi diperdamaikan dengan Allah dan orang non-Yahudi diperdamaikan dengan Allah? Yang mana duluan? Yang mana dulu? Bener nggak, orang Yahudi dengan orang non-Yahudi yang diperdamaikan terlebih dahulu? Baru Paulus membahas orang yahudi dengan Allah dan orang non-Yahudi dengan Allah. Begitu kan? Yang sebenernya harusnya bagaimana? Secara Teologis mana yang duluan? Manusia harus diperdamaikan dengan Allah dulu baru manusia bisa berdamai dengan sesama manusia, begitu kan? Lalu kenapa di sini Paulus bilang, damai dengan manusia dulu, baru diperdamaikan dengan Tuhan Allah?
Saya pikir ini bukan suatu statement yang menyatakan bahwa perbuatan perdamaian itu bisa memperdamaikan kita dengan Tuhan Allah, ini juga bukan kesalahan di dalam penulisan yang Paulus lakukan secara urutan sehingga seharusnya Allah dulu, tetapi dia bilang manusia dahulu baru kemudian dengan Allah seperti itu. Tetapi ini berkaitan dengan satu fakta, satu realita, sesuatu yang konkrit terjadi di depan daripada Paulus ketika dia berada di dalam gereja yang Paulus lihat. Jadi pada waktu ia bersatu dalam gereja bersama-sama dengan orang Kristen yang lain untuk beribadah kepada Allah. Saat itu Paulus melihat lho kok ada orang Yahudi ya, kok ada orang non-Yahudi ya, kok mereka dulu musuhan satu sama lain yang tidak mau duduk sebelahan yang satu menganggap satunya najis, mungkin kalau kursinya, dia keluar dari rumahnya langsung di lap bersih-bersih, dia nggak rela ada orang non-Yahudi yang datang kedalam rumahnya, atau beribadah bersama-sama dengan dia, atau nyenggol dirinya dia langsung, najis, langsung mandi seperti itu untuk membersihkan tubuhnya tapi sekarang mereka bisa duduk bersama-sama dan beribadah kepada Allah. Lalu Paulus ketika melihat kejadian ini dia melihat satu yang luar biasa sekali yang telah Kristus kerjakan melalui kehidupan orang Yahudi dan orang non-Yahudi. Jadi dia memulai sesuatu dari apa yang menjadi realita di hadapan dia, apa yang terlihat, sesuatu yang bersifat pastoral atau sesuatu yang bersifat penggembalaan, waktu dia menggembalakan umat Allah dia melihat ada satu persekutuan dan perdamaian di antara orang Yahudi dengan orang non-Yahudi. Karena itu, ia menyatakan itu. Kematian Kristus telah mendamaikan kalian dua kelompok ini, sehingga menjadi satu kelompok baru, yaitu kelompok daripada orang Kristen yang terdiri dari orang Yahudi dan orang non Yahudi.
Tapi kemudian Paulus baru jelaskan rahasianya adalah, sebenarnya bukan karena kalian sanggup mendamaikan diri kalian sendiri, tapi rahasianya adalah karena sebelumnya hai orang Yahudi kamu sudah diperdamaikan dengan Tuhan Allah dalam Kristus, hai orang non-Yahudi kamupun sudah diperdamaikan dengan Allah melalui Yesus Kristus terlebih dahulu. Jadi kita melihat Paulus melihat dari realita yang terlihat baru menjelaskan apa yang menjadi dasar bisa terjadinya realita itu dalam kehidupan orang-orang Kristen, di balik itu ada satu damai yang lebih penting yang lebih krusial yang merupakan inti daripada damai yang Allah kerjakan, sehingga kedamaian di antara manusia dengan manusia baru bisa terjadi atau terwujud. Dan ini berarti apa? Kalau kita menghendaki satu kedamaian, maka kedamaian itu bukan hanya bicara mengenai satu tindakan untuk bisa menyingkirkan akar permasalahan yang ada di antara dua kelompok yang berseteru. Misalnya, kalau anak dua kita punya anak, dua orang dalam keluarga, lalu mereka berantem, beratem karena apa? Ada mainan yang direbutkan, cara damaikannya bagaimana? Ambila mainannya? Begitu? Waktu ambil mainannya mereka masih berantem nggak? Enggak, berapa lama? Sampai mainannya dibalikin lagi, pasti berantem lagi, gitu ya? Kalau kita punya prinsip, bahwa mendamaikan itu hanya menyingkirkan sumber masalah maka saya yakin itu perdamaian yang semu, sesuatu yang tidak bersifat permanen, sesuatu yang akan kembali lagi, akan terjadi konflik di antara dua pribadi atau dua bangsa, dua suku dan yang lain-lainnya. Itu akan terjadi keributan di antara mereka lagi.
Tapi yang Kristus kerjakan adalah, ketika Dia datang kedalam dunia, dia mengakhiri akar persoalan yang paling dasar dalam kehidupan manusia di tengah-tengah dunia ini, yaitu dosa. Akar daripada permasalahan yang ada di dalam semua manusia yang membuat manusia mementingkan diri, meng-egois-kan diri, mengutamakan diri sehinggan semuanya tidak mau mengalah terhadap satu dengan yang lain, itu yang diperdamaikan atau diselesaikan oleh kematian Kristus di atas kayu salib.Tapi ada satu hal lagi, yang harus kita perhatikan ketika Alkitab mengajarkan damai. Pada waktu Alkitab bilang ada damai sejahtera Saudara jangan terpancing dalam satu istilah atau pengertian kalau damai itu berarti tidak ada konflik. Saudara, Alkitab tidak pernah mengajarkan kalau kita melihat ada satu keadaan yang masyarakat yang tenang tidak ada keributan di antara mereka, tidak ada perkelahian tidak ada peperangan, itu berarti di masyarakat itu ada di dalam keadaan damai, Alkitab tidak pernah mengajarkan seperti ini. Masyarakat yang tenang yang tidak ada konflik satu bangsa dengan bangsa yang lain tidak ada peperangan apakah sungguh-sungguh damai? Mungkin mereka sedang dalam kondisi yang berada di bawah perang dingin antara satu dengan yang lain, sehingga tidak ada peperangan, betul, tapi juga tidak ada komunikasi, atau ada komunikasi tapi semuanya bersifat politis, nda ada sesuatu yang bersfat esensi atau dari dalam hati, tapi semuanya hanya sesuatu yang dilakukan di luar saja.
Dan kalau kita tarik ke dalam kehidupan bergereja, mungkin kita bisa berpikir, ketika sebuah gereja ada di dalam suatu masyarakat lalu gereja itu bisa diterima dalam suatu masyarakat, itu artinya apa? Apakah itu berarti gereja telah menjadi terang dan menjadi sesuatu pembawa berkat dan dia bisa diterima berarti dia telah berhasil menjalankan prinsip damai sejahtera yang ada di dalam Kitab Suci? Hati-hatinya, saya bukan bicara mengenai kita perlu ada konfrontasi kita harus perang, bukan seperti itu. Ada baiknya sebuah gereja ada di satu lokasi maka lokasi itu bisa menerima keberadaan gereja itu saya sangat senang sekali. Saya juga bersyukur sekali, karena di dalam surat Timotius, Paulus ada berkata seperti ini, “ketika kamu berdoa jangan lupakan untuk berdoa bagi para pembesar-pembesar atau pemimpin atau raja-rajamu,” untuk apa? Untuk keadaan damai yang mereka ciptakan atau adakan di antara di negara mereka yang mereka pimpin itu sehingga kita bisa beribadah kepada Allah dengan satu kesalehan dan kehormatan, itu adalah hal yang kita perlu doakan dalam kehidupan kita. Tapi kita jangan terjebak dengan satu pengertian, kalau damai sama dengan tanpa konflik. Itu bukan prinsip atau ajaran Alkitab. Alkitab mengajarkan, tanpa permusuhan mungkin saja ada pemusuhan secara internal. Tanpa ada sesuatu yang sepertinya, gontok-gontokan satu dengan yang lain bukan berarti mereka menerima satu dengan yang lain. Saya ambil contoh seperti ini ya, misalnya dalam kehidupan keluarga, ya kehidupan keluarga lah ya. Kita bisa lihat suami istri di luar sepertinya baik, mesra, betul nggak mereka baik dan mesra? Belum tentu kan?Begitu sampai di rumah pisah kamar, tapi di depan orang kelihatannya baik dan harmonis. Itu mungkin saja terjadi.Jadi jangan terpaku hanya kepada sesuatu yang merupakan apa yang di depan mata kita, tapi kita harus melihat apa yang ada di balik daripada apa yang terlihat di depan mata kita itu.
Dan Alkitab sendiri mengajarkan, ketika kedamaian itu hanya di lihat secara kasat mata, atau eksternal maka sebenarnya Allah tidak berkenan akan perdamaian seperti ini. Kita coba bukan Zakaria 1:1-12,“Pada hari yang kedua puluh empat dari bulan yang kesebelas–itulah bulan Syebat–pada tahun yang kedua zaman Darius datanglah firman TUHAN kepada nabi Zakharia bin Berekhya bin Ido, bunyinya: Tadi malam aku mendapat suatu penglihatan: tampak seorang yang menunggang kuda merah! Dia sedang berdiri di antara pohon-pohon murad yang di dalam jurang; dan di belakangnya ada kuda-kuda yang merah, yang merah jambu dan yang putih. Maka aku bertanya: Apakah arti semuanya ini, ya tuanku? Lalu malaikat yang berbicara dengan aku itu menjawab: Aku ini akan memperlihatkan kepadamu apa arti semuanya ini! Orang yang berdiri di antara pohon-pohon murad itu mulai berbicara, katanya: Inilah mereka semua yang diutus TUHAN untuk menjelajahi bumi! Berbicaralah mereka kepada Malaikat TUHAN yang berdiri di antara pohon-pohon murad itu, katanya: Kami telah menjelajahi bumi, dan sesungguhnya seluruh bumi itu tenang dan aman.” Saya tidak akan bicara secara detail menjelaskan ayat ini. Tapi ayat ini berbicara seperti ini, Malaikat Tuhan di situ adalah satu gambaran akan Anak Tuhan, yaitu Yesus Kristus yang berdiri di situ. Dia adalah Allah Pribadi Kedua. Pada waktu itu, Dia mengutus malaikat-Nya untuk pergi ke seluruh dunia untuk meneliti apakah ada, bagaimana keadaan daripada dunia itu. Pada waktu mereka semua kembali kepada Tuhan Yesus di hadapan Tuhan Yesus, maka Tuhan Yesus bertanya, “Apa yang ada, yang kamu lihat daripada dunia itu?” Lalu mereka bilang apa? “Kami telah menjelajahi bumi, dan sesungguhnya seluruh bumi itu tenang dan aman.” Jadi bumi dalam keadaan damai. Kira-kira gitu kan? Lalu apa yang dijawab oleh Malaikat TUHAN atau Tuhan Yesus di dalam ayat 12, “Berbicaralah Malaikat TUHAN itu, katanya: Ya TUHAN semesta alam, berapa lama lagi Engkau tidak menyayangi Yerusalem dan kota-kota Yehuda yang telah tujuh puluh tahun lamanya Kaumurkai itu?”
Hayo, bumi sepertinya damai, tapi betulkah damai? Keadaan sepertinya tenang dan aman, tapi tahu tidak Tuhan bicara: “Anak-Ku ada sedang berada di bawah hukuman, dan kamu merasa damai sedangkan anak-Ku ada di bawah hukuman, atau umat-Ku.” Keadaan ini bukan keadaan damai. Kita coba buka lagi 1 Tesalonika 5:1-3, “Tetapi tentang zaman dan masa, saudara-saudara, tidak perlu dituliskan kepadamu,karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam.Apabila mereka mengatakan: “Semuanya damai dan aman–maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin–mereka pasti tidak akan luput.”Pada waktu manusia bicara damai, ini damai yang bagaimana? Damai yang eksternal, damai yang terlihat, tapi pada waktu itu Tuhan berkata: mereka sebenarnya tidak ada di dalam damai, dan mereka akan mengalami kebinasaan dalam kehidupan mereka.
Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, keadaan tanpa konflik, Alkitab tidak pernah samakan itu dengan damai. Itu adalah sesuatu kedamaian yang bersifat eksternal. Yang Tuhan ajarkan adalah satu kedamaian dari hati, dari menerima satu dengan yang lain, dari saling mengasihi, atau istilah lainnya kedamaian yang bersifat internal. Itu yang Tuhan kehendaki daripada umat manusia. Kalau pakai Bahasa Paulus, maka Paulus bilang: itu bicara mengenai satu kesatuan. Di dalam ayat yang ke-15b dan ke-16, yang tadi kita baca ya. Dalam ayat 15b dikatakan:“menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,” dan di dalam ayat 16 itu dikatakan: “dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.” Jadi satu itu menyatakan sesuatu keadaan damai yang bisa tercapai, atau hanya mungkin tercapai kalau diantara satu dengan yang lain ada sikap hati yang saling menerima, saling mengasihi satu dengan yang lain. Maka di situ baru bisa muncul sikap atau kedamaian yang sesungguhnya. Tapi kalau Saudara hanya memperhatikan yang di luar, maka itu adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Lalu pertanyaannya adalah: Bagaimana Allah menjadikan, atau Kristus membuat adanya perdamaian antara Yahudi dengan non-Yahudi? Caranya bagaimana? Caranya ada dicatat dalam 15b dan 16 juga. Caranya adalah dengan menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru. Dan ayat 16 dikatakan: dengan cara untuk kita ditempatkan di dalam posisi yang ada di dalam Kristus.
Jadi pada waktu kita ada di dalam Kristus, maka saat itu kita diciptabarukan oleh Allah di dalam Kristus. Dan dari situ, baru bisa muncul kedamaian yang sejati, atau kedamaian yang sungguh-sungguh, itu bisa terwujud dalam kehidupan kita. Nah Saudara, dengan begitu, ada pertanyaan: Kalau kedamaian yang sejati hanya bisa muncul dengan adanya kesatuan tubuh di dalam Kristus, sama-sama di dalam Kristus baru bisa terwujud kedamaian internal dan eksternal, dapatkah kita meminta orang non-Kristen untuk hidup dalam keadaan damai atau mengharapkan mereka untuk memiliki kehidupan damai? Dapatkah kita meminta orang-orang non-Kristen untuk memiliki kehidupan yang meng-aplikasi-kan kebenaran Kitab Suci soal damai? Bisa tidak? Nggak bisa. Kecuali kalau dia terlebih dahulu menjadi orang Kristen.
Jadi, makanya ya, di dalam Alkitab itu bilang kayak gini: Yang terang tidak bisa dipersatukan dengan yang gelap, baik itu dalam kehidupan dalam gereja, maupun dalam kehidupan keluarga. Kalau yang terang dipersatukan dengan yang gelap, yang terang ingin berdamai, yang gelap nggak mau berdamai. Bagaimana bisa terjadinya perdamaian di situ? Yang terang anak Tuhan, berusaha untuk berubah, berusaha untuk menjalin relasi yang baik, berusaha untuk bisa memperbaiki hubungan mereka, bisa untuk membangun suatu keluarga yang baik. Tapi yang di dalam kegelapan, yang di luar anak Tuhan, tetap ngotot mau hidup di dalam suatu kehidupan yang tidak baik. Mungkinkah akan terjadi suatu perdamaian? Dan kita tidak bisa memaksakan mereka untuk hidup menurut prinsip Kristen, karena mereka tidak menerima prinsip daripada Alkitab. Dalam hati mereka tidak ada takut akan Tuhan, bagaimana mereka mau memiliki suatu kehidupan yang damai?Itu adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Jadi kalau kita ingin menuntut suatu kedamaian, maka orang itu harus sama-sama ada di dalam Kristus, baru di situ baru bisa muncul kedamaian yang sesungguhnya.
Tapi Saudara, kalau kita bilang seperti ini, sungguhkah di antara orang Kristen ada kedamaian? Betul tidak? Ada nggak damai di antara orang Kristen? Bukankah kita seringkali melihat majelis dengan majelis gereja yang satu konflik satu sama lain sampai masuk ke dalam TV dan mempermalukan nama Tuhan. Nah saya mau tanya jujur, di antara kalian yang hadir di sini, ada tidak yang tidak saling bicara satu dengan yang lain, karena tidak bisa menerima satu dengan yang lain? Dan kalau mau jujur lagi, kita tarik lagi, ada tidak di dalam keluarga, yang kelihatannya baik di sini, tapi sebenarnya di dalam keluarga mereka ada konflik yang tidak pernah terselesaikan, yang belum diselesaikan, yang terus ada dan terus dipelihara. Seakan-akan, yang baik itu hal yang aneh, yang ribut itu sesuatu yang benar dan harus ada. Saudara, ini adalah hal yang harus kita perhatikan. Secara realita, kita bilang: ‘Oh, hanya orang Kristen yang bisa mengadakan damai, yang bisa hidup dalam damai.’ Tetapi faktanya bagaimana? Orang-orang Kristen sendiri hidup perang satu sama yang lain, tidak bisa menerima keadaan satu sama yang lain. Bagaimana kita bisa meng-klaim bahwa satu-satunya kedamaian itu ada di dalam iman Kristen? Atau di dalam Kristus? Bukankah itu sesuatu yang tidak mungkin, itu sesuatu yang hanya slogan atau motto yang ingin memenangkan diri, merasa lebih unggul daripada orang-orang lain. Begitukah?
Saudara, saya bilang tidak seperti itu ya. Walaupun kita adalah orang yang ada konflik di antara orang Kristen, mungkin, tetapi itu bukan berarti bahwa pengajaran dari Kitab Suci itu salah. Pada waktu kita bilang: orang Kristen hanya ada, orang Kristen yang bisa mendapatkan satu kedamaian, tetapi di antara mereka tetap ada keributan, seringkali seperti itu. itu bukan berarti bahwa apa yang diajarkan oleh Kitab Suci salah. Ini adalah tetap satu kebenaran, karena apa: kita tetap butuh karakter Kristen atau karakter Kristus dalam kehidupan orang Kristen untuk sungguh-sungguh bisa hidup di dalam suatu keadaan yang damai satu dengan yang lain.Saya ambil contoh kaya gini ya, misalnya kaya gini, di antara orang Kristen, ada tidak yang bercerai? Ada. Ada tidak yang punya istri lebih dari 1? Ada juga kan? Boleh nggak? Apakah kita boleh berkata: ‘Ah, sama sajalah orang Kristen dengan orang non-Kristen!’ Samanya di mana? Orang Kristen juga ada yang lebih dari 1 istri, ada perceraian. Orang non-Kristen juga banyak yang keluarganya baik kok, sampai kematian memisahkan, dan mereka setia dengan pasangan, cuma 1, dengan 1 itu. Kalau begitu sama saja, Kristen dan non-Kristen, jangan bilang ada pembedaan, jangan memutlakkan diri, jangan eksklusifkan diri dan mengunggulkan diri di atas semua yang lain. Begitu? Saudara, saya tetap katakan tidak ya. Kenapa tidak? Karena iman Kristen punya dasar akar yang benar. Di mana diajarkan?Pasangan hanya 1 laki, 1 perempuan, itu baru bisa dikatakan suami istri. Tidak boleh ada perempuan yang kedua, ketiga, dan keempat atau laki-laki kedua, ketiga dan keempat, suami. Itu tidak boleh. Tapi 1 suami, 1 istri, setia sampai kematian memisahkan. Tidak boleh ada perceraian di antara orang Kristen. Ini dasar daripada pengajaran, walaupun di dalam kehidupan, penerapannya kemudian, ada orang-orang Kristen yang bercerai atau yang kemudian menikah lagi, itu karena kekerasan hati mereka yang ingin melawan Tuhan Allah. Tetapi di dalam hukum daripada Kitab Suci, Tuhan meminta setiap anak-anak Tuhan untuk taat dan setia kepada apa yang Tuhan ajarkan. Tuhan berikan karakter ini dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Sehingga ketika kita menghidupi dengan satu kesetiaan dan ketaatan kepada hukum Tuhan, kita pasti akan menjaga keluarga kita secara baik. Ini dasarnya.
Nah Saudara, pada waktu kita bilang, di antara orang Kristen sendiri ada konflik, apakah itu berarti pengajaran Kristen salah? Saya bilang tidak. Untuk bisa mendamaikan konflik itu, tetap butuh karakter Kristen dalam kehidupan orang, baru konflik itu bisa diperdamaikan satu dengan yang lain. Baru itu bisa berhasil. Dan caranya bagaimana? Kenapa bisa seperti itu? Karena di dalam ayat 15 dikatakan ketika seseorang menjadi seorang Kristen, maka saat itu Allah menciptabarukan orang tersebut menjadi satu manusia yang baru. Ini menjadi rahasia yang besar sekali, yang penting sekali, yang mungkin seringkali tidak dipahami oleh orang-orang Kristen sendiri. Apa maksudnya kita sudah dicipta baru? Menjadi manusia yang baru dalam dunia ini, oleh kematian Kristus. Saudara, kalau kita gunakan istilah menciptabarukan, maka itu sangat berkaitan erat dengan bagaimana Allah mencipta langit dan bumi dari keadaan yang tidak ada menjadi ada. Atau ex nihilo. Pada waktu langit dan bumi tidak ada, apa yang ada? Hanya Allah Tritunggal yang ada, tidak ada materi yang lain selain daripada Allah Tritunggal. Hanya 1 Allah, yaitu Allah Tritunggal, Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus yang satu itu yang ada. Bumi dan langit di mana? Belum ada. Lalu bagaimana mereka bisa ada? Allah berfirman dan dengan kuasa firmanNya tiba-tiba langit dan bumi muncul dari tidak ada menjadi ada, itu cara Allah di dalam mencipta. Lalu ini juga adalah cara Allah di dalam mencipta manusia Kristen dalam dunia ini. Sebelum Allah mencipta barukan ada tidak manusia Kristen? Nggak ada, yang ada adalah orang Yahudi, orang non-Yahudi, orang Medan, orang Batak, Pontianak, orang Jawa dan yang lainnya, yang ada adalah suku-suku yang terpisah, orang-orang yang terpisah, orang-orang yang sulit sekali untuk dipersatukan atau tidak mungkin mengalami suatu kedamaian di dalam keadaan seperti ini. Tapi ketika Kristus datang, maka Dia kemudian membuat manusia yang satu-satu itu, Yahudi dan non-Yahudi itu, menjadi sama-sama manusia yang baru di hadapan Allah, sama-sama menjadi manusia Allah dalam kehidupan mereka, sama-sama memiliki karakter Kristus dalam kehidupan mereka, dan ini mengimplikasikan kalau hidup sebagai manusia lama adalah kehidupan yang ada di dalam perseteruan maka sebagai manusia baru kita hidup dalam keadaan yang damai bukan di dalam keadaan perseteruan.
Dan Saudara, cara Tuhan ini bukan hanya menyingkirkan tembok pemisah yang ada, seperti seorang tua yang berusaha mendamaikan dua anak dengan mengambil boneka atau mainan yang ada diantara mereka yang menjadi sebab perkelahian, tetapi cara Tuhan adalah dengan membuat orang Yahudi menjadi orang yang hidup bukan dengan cara Yahudi lagi atau hidup dengan cara yang baru dan orang non-Yahudi menjadi manusia yang baru, disitu cara Tuhan bekerja. Dan cara ini bukan seperti memodifikasi orang Yahudi dan orang non-Yahudi lalu bisa disatukan. Kalau Saudara suka audio, saya pakai ilustrasi, atau komputer, Saudara beli satu audio atau komputer yang sudah baik, kadang-kadang kita ada rasa yang masih kurang, lalu yang kita lakukan apa? Mungkin bisa ubah komponen di dalamnya, itu namanya modifikasi sehingga mengeluarkan suara yang lebih baik atau komputer itu bisa berjalan dengan lebih baik, upgrade istilahnya. Tapi upgrade dan modifikasi itu mengubah sesuatu? Memang mengubah sesuatu tetapi sesuatu yang diubah itu sesuatu yang apa? Yang sudah baik kan? Yang sudah punya modal untuk diubah maka dia baru bisa diubah, kalau tidak dia harus dirancang ulang baru atau dibuat baru, betul-betul dibuat baru. Yang dilakukan Tuhan bagi orang Yahudi dan orang non-Yahudi untuk mempersatukan mereka itu bukan modifikasi, tapi yang Tuhan lakukan adalah betul-betul membuat baru orang Yahudi dan membuat baru orang non-Yahudi sehingga dari situ mereka baru bisa dipersatukan dalam keadaan yang damai antara satu dengan yang lain.
Jadi kita betul-betul adalah orang yang diciptabarukan, mereka juga adalah orang yang diciptabarukan, baru disitu bisa timbul sesuatu yang merupakan kedamaian yang bersumber dari pada Tuhan Allah. Saudara, ini adalah hal yang penting sekali ya, tanpa ciptaan baru yang Tuhan kerjakan dalam diri kita maka tidak mungkin akan ada damai dalam kehidupan manusia. Dan yang Tuhan lakukan itu tidak seperti saya ambil contoh ada zaman Soeharto aja ya. Di dalam zaman Soeharto kita semua dikatakan sebagai WNI bukan? WNI, tetapi WNI yang satu atau ada lagi sub? Ada sub, sub-nya apa? Pribumi dan non-pribumi, ada 2 ini. Sehingga akibatnya apa? Bagi orang pribumi dia tahu dia WNI tapi dia merasa dirinya punya satu keunggulan dibandingkan non-pribumi. Yang non-pribumi dia merasa lahir di Indonesia, sudah dibesarkan di Indonesia, hidup-mati di Indonesia tapi dia tidak diterima sebagai orang yang sama halnya dengan orang pribumi. Akibatnya bisa tidak timbul sesuatu kedamaian disitu? Sulit sekali, ada kecurigaan yang muncul disitu. Nah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus itu tidak seperti itu, pada waktu Dia mendamaikan Yahudi dengan non-Yahudi maka yang Tuhan Yesus lakukan adalah menghancurkan ke-nasionalisme-an dari pada orang Yahudi dan ke-nasionalisme-an dari pada orang non-Yahudi lalu dijadikan orang yang sama-sama baru di dalam ke-nasionalisme-an Sorga, maka dari situ bisa timbul satu perdamaian diantara mereka.
Maka sebenarnya Kitab Suci bilang ada 3 kelompok manusia, Yahudi, non-Yahudi, dan orang Kristen, ini adalah kelompok baru yang diciptabarukan oleh Tuhan Allah, yang Tuhan tempatkan di dalam dunia ini untuk menyatakan pekerjaan Tuhan yang luar biasa sekali dalam memperdamaikan mereka dan mempersatukan mereka di dalam Kristus yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia yang berdosa. Itu sebabnya, sebenarnya gereja menjadi satu tempat yang penting sekali ketika orang-orang Kristen berkumpul. Selain beribadah kepada Tuhan Allah, gereja menjadi tempat untuk menyaksikan bagaimana karya penebusan Kristus, damai sejahtera yang Kristus berikan ada di dalam dunia ini melalui Kristus.
Saudara, itu salah satu peran dari pada kita perlu berkumpul setiap Minggu untuk beribadah dan bersekutu di hadapan Tuhan. Tapi selain itu kalau kita mau tarik ke dalam wadah yang lebih kecil, keluarga adalah satu tempat dimana Tuhan melatih kita untuk memiliki kasih atau menerapkan kasih, untuk memiliki kehidupan damai yang ada di dalam Kristus. Kalau diantara orang-orang Kristen dalam gereja kadang-kadang kita masih bisa bentrok, lalu ketika kita bentrok satu sama lain kita bisa berkata, “Ya sudah kamu urus urusanmu sendiri saya urus urusan saya sendiri,” sehingga walaupun kita bilang kita hidup dalam damai, harus saling mengasihi, tetapi sebenarnya kasih kita itu begitu terbatas. Tapi waktu kita hidup dalam satu hubungan keluarga, suami-istri, kita nggak bisa ngomong, “Sudahlah kamu urus urusanmu sendiri saya urus urusan saya sendiri.” Tetapi keluarga harusnya menjadi suatu media untuk melatih kasih satu sama lain, merentang kemampuan kita mengasihi dan mencintai pasangan kita atau sesama kita manusia yang kita tidak dapatkan di dalam persekutuan gereja. Dari situ kita dilatih dan dari situ kita mulai belajar mengasihi orang lain yang ada di dalam gereja.
Jadi ini adalah hal yang penting Saudara. Apa yang Kristus lakukan kita diminta untuk melatih ini, memiliki kehidupan seperti ini untuk mencerminkan atau menjadi saksi dari pada damai sejahtera yang Kristus berikan dalam kehidupan kita. Dan kenapa ini bisa terjadi? Selain dari diciptabarukan, Alkitab juga menggunakan analogi penting yang kita sudah bahas sebelumnya ya, Kristus adalah Kepala dan gereja adalah Tubuh Kristus. Pertama Kristus adalah Kepala dari gereja yang adalah Tubuh Kristus karena ketika kita menjadi orang Kristen, ketika kita masuk ke dalam gereja, ketika kita kemudian menjadi orang yang percaya kepada Kristus, maka kita diciptabarukan, pada waktu kita diciptabarukan itu menjadi sesuatu lambang dari baptisan yang kita terima, kita menjadi manusia baru. Pada waktu kita menjadi manusia baru maka manusia baru ini memiliki sumber kehidupan yang dari pada Kristus, itu sebabnya Dia adalah Kepala. Kita bisa hidup, kita bisa mengasihi, kita memiliki kekuatan, kita bisa hidup dalam satu kesabaran menghadapi orang yang mungkin menyakiti diri kita dan disitu ada satu kesabaran untuk tetap mendoakan dan mencintai mereka, semua topangan itu bersumber dari pada Kristus. Kalau kita sebagai manusia baru maka kita mendapatkan kekuatan itu dari Kristus dalam hidup kita.
Tapi Saudara, ada sisi lain dari analogi ini, yaitu sisi dari orang Kristen atau gereja adalah Tubuh dari Kristus. Alkitab bilang “Tubuh” ini bicara mengenai masing-masing adalah anggota yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ada yang mata, ada yang telinga, ada tangan, ada kaki, ada mulut, ini semua adalah anggota yang berbeda satu sama lain. Mungkinkah sebagai anggota Tubuh kita bisa saling iri satu sama lain, saling benci satu sama lain, saling merasa tidak butuh yang lain, saling merasa bahwa kita bisa merendahkan yang lain, saling merasa kita bisa menghina mereka dan mengutamakan diri kita anggota yang satu daripada anggota yang lain. Saya ambil contoh, mungkin nggak tangan bilang, “Hai mulut, diam saja, saya lebih penting dari kamu, kamu cuma bisa ngomong saya bisa kerja lho menjadikan apa yang saya inginkan,” kaki bisa nda ngomong sama tangan, “Sudah tangan, jangan sombong, kamu kalau nda ada aku bagaimana kamu bisa mencapai apa yang kamu inginkan, jalan saja nda bisa, mau cari barang nggak bisa, bagaimana kamu mau membentuk apa yang kamu katakan kamu bisa bentuk?” Lalu yang otak mungkin berkata, “Hai kalian sudah diam ya, saya yang paling penting karena kalau saya tidak merencanakan dan merancang itu semua kalian nggak mungkin bisa melakukan itu semua.” Nda bisa kan? Otak tanpa tangan dan kaki nggak mungkin menjadikan apa yang dia inginkan itu terjadi. Kita butuh semua anggota tubuh kita untuk bekerja satu sama lain dan saling mengisi satu sama lain untuk bisa menjadikan apa yang diinginkan. Dan satu sama lain tidak bisa mencerca, menghina, dan merendahkan satu dengan yang lain, atau berkelahi. Misalnya tangan kirinya ribut, dia pukul tangan kanannya lalu bilang, “Sudah jangan gitu,” nggak bisa begitu kan? Bahkan ketika seekor semut menggigit jari kelingking kita, yang paling kecil dari antara tubuh kita, maka disitu dikatakan seluruh tubuh kita ikut merasakan sakit, ini namanya kesatuan yang bersifat organik.
Pada waktu kita menjadi orang percaya atau gereja menjadi satu Tubuh Kristus, kita sudah diikat dan dipersatukan secara organik, walaupun kita berbeda tetapi kita adalah anggota-anggota yang merupakan satu kesatuan tubuh yaitu Tubuh Kristus, dan disini tidak mungkin terjadi semua ini. Kalau sampai ada terjadi satu yang sakit berarti seluruhnya harus sakit, kalau sampai yang satu ini sakit dan didiamkan oleh seluruh dari pada yang lain berarti mereka bukan satu kesatuan, mereka adalah dari bagian yang berbeda, atau yang lain ini bermasalah dengan mendiamkan. Saya ambil contoh seperti ini ya, pada waktu seseorang mengalami kegagalan ginjal, dokter akan mencari donor ginjal untuk mencangkokkan ginjal yang baru kalau nggak dia akan cuci darah terus. Dan pada waktu dia dicangkokkan ginjal yang baru, kecuali kalau ginjal itu adalah satu ginjal yang berasal dari saudara kembar yang dari satu sel telur, mungkin dia tidak perlu makan obat. Tetapi kalau ginjal itu bukan dari satu sel telur, yaitu saudara kembar, maka orang itu harus mengkonsumsi obat seumur hidup, kenapa harus konsumsi obat? Untuk menekan reaksi penolakan tubuh terhadap konten yang baru, ginjal, karena dia bukan bagian dari tubuh kita sehingga tubuh kita tidak bisa menerima sehingga butuh konsumsi obat untuk menekan hal itu. Saudara kalau saling ribut satu sama lain, dan sebagai keluarga juga saling ribut satu sama lain dan tidak bisa damai, mohon tanya Saudara bagian dari Tubuh Kristus bukan? Atau Saudara adalah orang lain yang bukan anggota dari pada Tubuh Kristus.
Kita sudah dipersatukan oleh Kristus dalam satu kesatuan yaitu Tubuh Kristus dan Tubuh Kristus nda boleh saling berkelahi satu sama lain, saling ribut, saling menentang, saling merendahkan, saling menghina, tapi harus menghargai, menghormati, mendahulukan dan mengasihi satu sama lain. Ini adalah rahasia bagaimana Kristus mendamaikan Yahudi dengan non-Yahudi, orang-orang berbagai suku yang ada di dalam dunia ini dalam satu Tubuh Kristus yaitu gereja di tengah-tengah dunia ini. Ini adalah yang dikerjakan oleh Tuhan. Saya stop sampai disini, kiranya Tuhan boleh memberkati kita, kita akan sambung minggu depan. Mari kita masuk di dalam doa.
Kembali kami bersyukur Bapa, untuk firman yang boleh Engkau sampaikan, untuk satu pekerjaan besar yang telah Engkau bukakan bagi kami, mata kami untuk melihatnya yaitu pekerjaan besar yang telah Engkau kerjakan dalam kehidupan kami sendiri sebagai orang-orang yang sudah ditebus di dalam Kristus, sebagai gereja Tuhan yang Engkau telah persatukan dari segala suku bangsa yang ada, segala ras yang ada menjadi satu di dalam Tubuh Kristus. Kami sungguh bersyukur untuk satu anugerah yang limpah ini, satu pernyataan Tuhan akan damai sejahtera sejati yang boleh Engkau kerjakan untuk memperdamaikan kami yang menginsyaratkan bahwa kami adalah orang-orang yang sudah diperdamaikan dengan Engkau sendiri sehingga kami boleh memiliki satu kehidupan yang kekal di dalam Yesus Kristus. Kiranya Engkau boleh memimpin kehidupan kami anak-anak Tuhan supaya melalui hidup kami damai sejahtera dari Engkau boleh dinyatakan melalui satu relasi yang baik diantara kami, kami boleh menyatakan cinta kasih Tuhan sungguh-sungguh ada di dalam kehidupan kami. Tolong kami masing-masing ya Tuhan sebagai orang-orang yang telah ditebus dan juga khususnya di dalam keluarga kami yang menjadi satu wadah untuk melatih cinta kasih dan damai yang ada. Kiranya Tuhan boleh memberkati dan menyatakan cinta dan damai itu dalam keluarga kami. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami telah berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]