Ef 3:14-21
Pdt. Dawis Waiman, M.Div.
Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, pada waktu seorang Kristen, seorang percaya berdoa kepada Allah, maka di situ kita memiliki satu panggilan khusus yang kita tujukan kepada Allah. Yesus sendiri berkata, kita memanggil Allah itu dengan sebutan “Bapa.” Kenapa kita memanggil Allah dengan sebutan Bapa? Bapa itu menunjukkan adanya satu relasi yang intim antara kita dengan Allah, satu relasi yang bukan hanya berbicara mengenai Dia adalah Pencipta kita dan kita adalah ciptaan-Nya. Satu relasi antara Pencipta dan ciptaan itu bukan menjadi satu relasi yang hanya dimiliki oleh orang-orang percaya saja, tetapi kita memiliki relasi yang melampaui relasi Pencipta dan ciptaan, yaitu relasi antara Bapa dan anak di dalam kehidupan kita. Memang dalam satu sisi, Alkitab berkata: Bapa berbicara mengenai satu keberadaan yang menjadi Sumber dari segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini.Kenapa ada makhluk yang tidak kelihatan, kenapa ada yang makhluk yang keliatan dalam dunia ini? Kenapa ada dunia ini? Alkitab berkata: semuanya bersumber dari Allah yang mencipta. Kejadian 1:1 berkata, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Oleh siapa? Allah yang mencipta. Kalau Dia adalah yang menjadi Sumber segala keberadaan, maka kita bisa katakan, dalam satu sisi Dia adalah Bapa dari segala yang ada di dalam dunia ini. Namun di sisi lain, pada waktu kita berkata, Dia adalah Bapa dari segala sesuatu yang ada dalam dunia ini, kita harus berhati-hati dengan satu pemikiran daripada orang-orang Kristen sendiri, yang mengatakan, ‘Kalau Dia adalah Bapa dari segala sesuatu yang ada dalam dunia ini, maka itu berarti semua manusia adalah saudara seiman, atau saudara. Dan semua manusia memiliki Allah sebagai Bapa mereka.’
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, betulkah Allah adalah Bapa semua manusia? Betulkah manusia adalah saudara semuanya? Saya percaya di satu sisi, kita bisa katakan, Allah adalah Bapa semua manusia dan semua manusia itu saudara, dalam pengertian apa? Tadi, Dia adalah Pencipta kita. Kedua, saudara dalam pengertian adalah semua manusia dalam dunia ini bersumber dari satu orang tua, satu pasang orang tua, yaitu Adam dan Hawa. Sehingga pada waktu kita bilang, ‘Semua manusia saudara,’ betul, semua manusia bersaudara. Kita bukan orang lain, satu dengan yang lain, kita adalah saudara yang sebenarnya dari dulunya, kalau kita runut semua, kita bersumber dari satu pasang manusia di dalam dunia ini. Tetapi, pada waktu kita kembali kepada Alkitab, maka kita akan mendapatkan, ternyata Alkitab bukan hanya memakai istilah “Bapa” dan “saudara” dalam pengertian ini. Alkitab mengatakan, “Bapa” itu adalah sesuatu yang khusus dimiliki oleh orang-orang percaya, di mana kita ketika memanggil Allah dengan sebutan “Bapa”, itu adalah suatu relasi yang unik, yang khusus, yang kita miliki, yang intim, dikarenakan ada Kristus yang menjadi Perantara antara Allah dengan kita, manusia yang berdosa. Dan semua manusia dalam dunia ini, tidaklah bersaudara. Orang-orang yang bersaudara itu adalah orang-orang yang beriman di dalam Yesus Kristus.
Nah Saudara, kita bisa lihat dari perkataan Paulus sendiri, misalnya di dalam surat Efesus. Di sini dikatakan, ketika belum percaya kepada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang hidup sebagai orang yang tidak memiliki janji Allah, kita adalah orang-orang yang hidup sebagai orang-orang yang tidak memiliki pengharapan, kita adalah orang-orang yang hidup sebagai orang-orang yang tidak memiliki Allah di dalam dunia ini. Jangan kira semua manusia memiliki Allah. Yang memiliki Allah, menurut Kitab Suci adalah hanya orang-orang Kristen yang percaya kepada Allah melalui Yesus Kristus. Kita baru memiliki Allah yang sejati. Di luar itu, tidak ada seorangpun yang memiliki Allah yang sejati dalam kehidupan mereka. Walaupun mereka adalah orang-orang yang beribadah kepada Allah. Saudara, ini menjadi satu penekanan yang Alkitab katakan. Tapi pada waktu kita menjadi orang Kristen, apa yang terjadi? Saat itu, firman Tuhan berkata, kita adalah orang-orang yang memiliki janji Allah, kita adalah orang-orang yang memiliki pengharapan di dalam Kristus, dan kita adalah orang-orang yang memiliki Allah yang sejati di dalam kehidupan kita. Ini dikatakan oleh Yesus Kristus sendiri. Pada waktu Dia dihina oleh orang-orang Farisi, oleh orang-orang Yahudi, ketika mereka sedang mengkomparasikan antara Yesus yang adalah Anak Allah, atau mereka yang adalah anak Allah. Pada waktu mereka berbicara mengenai status mereka, yang adalah keturunan Abraham, mereka begitu bangga sekali, yang berkata, “Kami anak Abraham, berarti kami anak Allah, kami umat Allah, kamu siapa? Kamu anak zinah. Siapa bapakMu? Tidak tahu. MamaMu kan hamil kamu sebelum dia menikah dengan Yusuf. Siapa bapakNya? Nggak jelas. Kamu anak zinah. Kami tidak. Kami adalah anak Abraham. Kami adalah anak Allah.” Tapi Yesus Kristus, di situ dikatakan, pada waktu mendapatkan kalimat ini, seakan-akan begitu menusuk diriNya, Dia berkata, bukan sebagai satu pembelaan tapi sebagai satu kebenaran yang Dia harus paparkan, “Kalau kamu adalah anak Allah atau anak Abraham yang sesungguhnya, maka seharusnya engkau mengerti Bahasa-Ku, engkau mengerti perkataan-Ku. Tapi kenapa engkau tidak mengerti apa yang Aku katakan? Kenapa engkau tidak mengerti Bahasa yang Aku ucapkan? Itu sebabnya karena engkau bukan anak Allah tetapi engkau adalah anak iblis.” Nah Saudara, dari kalimat Yesus sendiri ini dikatakan, diantara manusia tidak semuanya adalah anak Allah. Ada manusia yang merupakan kelompok anak-anak iblis, bahkan dikatakan, di antara umat Allah sendiri, atau dikatakan orang-orang Kristen sendiri, tidak semuanya adalah anak Allah, ada sebagian yang merupakan anak iblis yang ada di antara daripada orang-orang percaya. Apa yang membuat kita menjadi anak Allah? Apa yang membuat kita bisa memanggil Allah itu dengan sebutan Bapa? Kenapa kita disebut sebagai orang-orang percaya, yang merupakan saudara seiman? Sebabnya karena kita percaya kepada Yesus Kristus dan kita percaya bahwa di dalam Yesus Kristus ada keselamatan, ada pengampunan dosa, ada pertobatan, ada hidup yang kekal, dan ada pemulihan relasi antara diri kita dengan Tuhan Allah. Ini yang membuat kita baru bisa memanggil Allah itu dengan sebutan “Bapa kami yang ada di Sorga”.
Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, siapa yang memiliki hak untuk memanggil Allah dengan sebutan Bapa? Hanya orang-orang percaya saja. Siapa yang memiliki hak untuk bisa menjadi anak-anak Allah? Hanya orang-orang yang percaya di dalam Yesus Kristus. Sedangkan mereka yang di luar Yesus, tidak pernah ada satu pertobatan dalam hidup mereka, tidak ada pernah ada satu iman untuk datang kepada Yesus Kristus, dapatkan disebut sebagai anak Allah dan adalah saudara seiman? Saya percaya ini tidak mungkin bisa dikatakan kepada mereka, atau diberikan sebutan itu bagi mereka. Kenapa? Karena di dalam Kisah [Para Rasul] 19 juga Paulus pernah berkata seperti ini ya, Kisah Para Rasul 19:1-4, “Ketika Apolos masih di Korintus, Paulus sudah menjelajah daerah-daerah pedalaman dan tiba di Efesus. Di situ didapatinya beberapa orang murid. Katanya kepada mereka: “Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu menjadi percaya?” Akan tetapi mereka menjawab dia: “Belum, bahkan kami belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus.” Lalu kata Paulus kepada mereka: “Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis?” Jawab mereka: “Dengan baptisan Yohanes.” Kata Paulus: “Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus.”Saudara, pertobatan saja cukup tidak? Perubahan hidup saja cukup tidak? Dari berdosa, tidak lakukan dosa lagi. Atau dari kelakuan jahat, tidak lakukan satu kelakuan jahat lagi. Cukup tidak? Alkitab bilang, nggak. Kita perlu datang kepada Yesus Kristus dan percaya kepada Kristus, baru di situ kita bisa dibenarkan oleh Allah dan kita mendapatkan status sebagai anak-anak Allah. Dan baru dari situ kita bisa memanggil Allah dengan sebutan Bapa. Ini yang diajarkan oleh Kitab Suci. Yang jadi pertanyaan sekarang: lalu bagaimana dengan orang-orang Kristen tersebut, yang mengajarkan, ‘Allah adalah Bapa semua manusia dan semua manusia itu adalah bersaudara.’ Saya katakan, biarkan mereka ajarkan pengajaran mereka. Biarkan mereka percaya kepada pengajaran mereka tersebut, tapi kita tidak percaya kepada pengajaran tersebut. Biarkan mereka berbicara kepada orang mengenai pengajaran tersebut, dan kita tetap berbicara mengenai kebenaran yang Kitab Suci katakan secara terus menerus.
Saudara, kebenaran tidak pernah didasarkan kepada satu kekuatan besarnya suara yang dikatakan oleh seorang manusia. Kebenaran tidak pernah dipengaruhi oleh jumlah massa daripada orang yang percaya kepada sesuatu kebenaran tersebut. Tetapi kebenaran yang Alkitab katakan, itu selalu didasarkan kepada apa yang Alkitab katakan atau firman Tuhan katakan. Kalau Alkitab katakan, itu bukan kebenaran, mau 100 orang percaya itu adalah kebenaran, tetap akan menjadi tidak benar. Saudara, ini menyatakan otoritas daripada firman Tuhan, otoritas daripada kebenaran Allah yang kita harus tunduk kepadanya. Jangan takut kepada mayoritas yang mengatakan tidak benar, tetapi kita harus lebih takut kepada Tuhan yang mengatakan ini adalah kebenaran dan itu adalah satu kesalahan yang mereka percayai. Saudara saya percaya ini adalah hal yang penting yang kita perlu perhatikan. Karena pada waktu kita berbicara mengenai keadaan ini, mana yang benar mana yang salah dalam kehidupan kita, kita sering kali jatuh kepada dosa yang dilakukan oleh Adam. Kita tidak belajar daripada sejarah. Saudara, dosa yang dilakukan Adam apa? Dia mengerti kebenaran, dia tahu Allah berkata jangan makan buah pohon pengetahuan baik dan jahat ini. Tetapi pada waktu dia tahu standar kebenaran itu, apa yang dia lakukan? Dia tidak mau tunduk pada standar kebenaran Allah, lalu dia kemudian beralih kepada apa yang dikatakan oleh setan yaitu, “kalau kamu makan sebenarnya kamu tidak akan mati, tetapi Allah iri kalau kamu makan, kamu akan menjadi seperti Allah.” Jadi di dalam dia punya pengertian, ada dua hal:mana yang benar, mana yang salah? Perkataan Allah atau perkataan Iblis? Pada waktu dia mendapatkan dua perkataan ini yang dipikirnya adalah satu kebenaran, tidak mungkin dua-duanya kebenaran, pasti salah satu kebenaran. Sekarang yang menjadi penentu kebenaran itu yang mana? Siapa? Allah, iblis, atau aku? Bisa ikuti?
Saya diperhadapkan dengan satu realita, ada perkataan Firman, ada godaan dunia. Ada perkataan Firman, ada ajaran tradisi dalam dunia.Ada perkataan Firman, ada satu kepercayaan yang diajarkan secara turun temurun di dalam masyarakat. Ada pengajaran daripada ilmu pengetahuan yang diajarkan bagi diri kita. Saya mau tanya, mana yang bener? Mana yang kita percayai? Firman? Benar, Firman? Realitanya, yang kita lakukan bagaimana, firman atau bukan? Saudara, kita memliki kecenderungan, secara otak kita ngomong firman, secara kelakukan dan sikap serta keputusan kita ngomong dunia. Kita tidak bisa seperti itu, ini kesalahan Adam. Adam melihat Firman, lihat perkataan Iblis, dia kemudian mikir sendiri:“Firman, merugikan saya; Iblis, menguntungkan saya. Saya milih yang mana? Yang Iblis, karena apa? Menguntungkan diri saya. Siapa yang menjadi penentu standard kebenaran? Saya, bukan Firman.” Ini bahaya besar. Saudara dalam kita mengikuti Tuhan, kita harus menunjukan satu penundukan diri pada apa yang Tuhan katakan pasti benar 100%, tidak mungkin salah. Tetapi apa yang ditemukan oleh manusia, yang diajarkan oleh tradisi manusia, apa yang diajarkan oleh ilmu pengetahuan mungkin ada kesalahan di dalam situ. Bukan saya berkata, bukan berarti semua orang yang belajar Firman Tuhan pasti benar ya. Mungkin ada penafsiran yang salah juga. Tetapi untuk menguji mana yang benar mana yang salah, kita harus kembali kepada apa yang Alkitab katakan. Makanya di dalam Theologi Reformed ada kalimat: Firman Tuhan menafsirkan Firman Tuhanatau Scripture interpret scripture. Kenapa begitu? Karena dasar dari pada pengajaran ini adalah kita percaya seluruh kebenaran dalam Kitab Suci dari Kejadian sampai Wahyu adalah kebenaran yang Tuhan wahyukan yang tidak bersalah. Baru dari situ kita bisa punya standpoint bahwa kebenaran itu harus bisa menafsirkan kebenaran, Alkitab harus bisa menafsirkan Alkitab. Itu yang paling benar dan paling tepat di dalam kita mengerti Firman Tuhan.
Dan di dalam kita mempelajari Firman Tuhan, satu Pribadi yang tidak boleh kita abaikan sama sekali, yaitu Yesus Kristus sendiri. Karena Dia adalah Allah yang inkarnasi menjadi Manusia dan mengajarkan kebenaran bagi kita. Sehingga setiap kata-kata Dia dan tafsiran Dia terhadap Alkitab itu pasti adalah satu kebenaran dan tidak mungkin adalah satu kesalahan. Saudara, ingat baik-baik, dasar kita di dalam memutuskan seringkali bukan didasarkan pada bukti, pembuktian sesuatu sebagai satu kebenaran, tetapi didasarkan kepada iman, bukan kepada pembuktian. Apapun yang kita lakukan, coba pikirkan baik-baik, sungguhkah itu berdasarkan pembuktian atau berdasarkan iman? Saya bilang berdasarkan iman. Tidak ada sesuatu yang terjadi di luar dari pada iman. Nah Saudara, saya kembali pada bagian ini. Pada waktu ada orang-orang mengajarkan sesuatu yang salah, ada kebenaran Firman Tuhan, Tuhan berkata, biarkan dia mengajar apa yang dia ajarkan tetapi kebenaran tetap harus diberitakan sebagai satu kebenaran. Dan pada waktu itu terjadi, bagaiman dengan umat Allah? Alkitab berkata, orang yang mengikuti pengajaran yang salah itu akan dihukum bersama-sama dengan orang yang mengajarkan itu, tetapi anak Allah akan mengetahui kebenaran itu dan kesalahan yang ada di dalam pengajaran itu dan dia tidak akan terpancing masuk ke dalam kesalahan itu dan dia tetep beriman pada apa yang benar yang Tuhan katakan.
Ini dikatakan di dalam kita Yeremia pasal 23 ya. Saya lihat ini satu hal yang mengerikan sekali yang Tuhan nyatakan kepada Israel melalui nabi Yeremia atau kepada umat Allah ya. Kitab Yeremia 23: 25-31, dalam konteks Yeremia mengabarkan firman, tetapi dia juga melihat ada nabi-nabi palsu yang terus dengan giat mengajarkan firman yang salah. Ayat 25 dikatakan, “Aku telah mendengar apa yang dikatakan oleh para nabi, yang bernubuat palsu demi nama-Ku dengan mengatakan: Aku telah bermimpi, aku telah bermimpi! Sampai bilamana hal itu ada dalam hati para nabi yang bernubuat palsu dan yang menubuatkan tipu rekaan hatinya sendiri, yang merancang membuat umat-Ku melupakan nama-Ku dengan mimpi-mimpinya yang mereka ceritakan seorang kepada seorang, sama seperti nenek moyang mereka melupakan nama-Ku oleh karena Baal? Nabi yang beroleh mimpi, biarlah menceritakan mimpinya itu, dan nabi yang beroleh firman-Ku, biarlah menceritakan firman-Ku itu dengan benar! Apakah sangkut-paut jerami dengan gandum? demikianlah firman TUHAN. Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu? Sebab itu, sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan para nabi, demikianlah firman TUHAN, yang mencuri firman-Ku masing-masing dari temannya. Sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan para nabi, demikianlah firman TUHAN, yang memakai lidahnya sewenang-wenang untuk mengutarakan firman Allah, firman illahi.” Lalu ayat 34, “Adapun nabi atau imam atau rakyat yang masih berbicara tentang Sabda yang dibebankan oleh TUHAN, kepada orang itu dan kepada keluarganya akan Kulakukan pembalasan.” Saudara, Tuhan berkata ada orang yang beritakan Firman yang benar, ada orang beritakan firman yang salah. Sama-sama mengutip nama Tuhan Allah, sama-sama mengaku sebagai hamba Allah, apa yang terjadi? Biarkan mereka, biarkan mereka kabarkan apa yang salah tersebut, Aku tidak akan mencegah hal itu terjadi, tetapi biarkan engkau tetap mengabarkan satu kebenaran, hasil akhirnya dua-duanya akan mendapatkan satu penghakiman daripada Tuhan Allah, yang betul-betul mendapatkan kebenaran dia akan selamat, yang tidak mendapatkan kebenaran dia akan dihukum oleh Tuhan Allah. Para pemimpin dan pengikutnya akan dihukum oleh Tuhan Allah semua.
Saudara, saya pikir ini adalah satu pengajaran yang keras sekali, tapi satu peringatan yang betul-betul penting yang harus kita perhatikan sebagai anak-anak Allah. Jangan sembarangan ikut pemimpin. Bukan semua pemimpin itu mengajarkan kebenaran firman Tuhan. Kita harus mengikuti pemimpin yang benar sesungguhnya seperti apa. Kalau kita mengikuti pemimpin yang salah, jangan pikir pemimpin itu saja yang akan menanggung hukuman, kita pun akan menanggung hukuman, akibat kita mengikuti pemimpin yang salah. Saudara mengikuti pemimpin yang salah, berarti saudara sedang mempercayakan atau memiliki iman yang sama dengan pemimpin tersebut, dan itu akan diperhitungkan Tuhan sebagai satu kesalahan. Nah Saudara, kenapa Tuhan biarkan itu semua? Bukankah itu seperti seseorang berkata, “Tuhan biarkan kejahatan ada di dalam duni ini, dimana Tuhan, kenapa begitu banyak kejahatan dalam dunia ini? Kenapa Tuhan tidak cabut saja atau tidak hentikan kejahatan terjadi dalam dunia ini?” Saudara, satu sisi mungkin orang bisa berpikir seperti ini, dimana Allah, kalau Tuhan itu ada seharusnya Dia selesaikan semua kejahatan dalam dunia ini. Tapi Saudara, saya mau ajak kita untuk melihat secara terbalik, menurut apa yang Kitab Suci katakan. Kitab Suci katakan apa? Kejahatan dalam dunia ini ada karena dosa manusia, bukan karena Allah menginginkan kejahatan.Tetapi, karena itu pertanyaan yang harus kita ajukan bukan “dimana Allah? Engkau pasti tidak ada karena kalau Engkau ada harusnya tidak ada kejahatan dalam dunia ini,” tapi pertanyaan yang harusnya kita tanyakan adalah “Kenapa Tuhan masih biarkan orang hidup di dalam dosa dan lakukan dosa, dengan begitu sabar?” Saudara, Alkitab berkata, dosa yang dilakukan oleh manusia hukumannya adalah kematian, semua manusia yang melakukan kejahatan pasti dihukum oleh Tuhan Allah. Tapi pertanyaannya adalah, kenapa Tuhan itu biarkan dosa tetap ada dan manusia seakan-akan bisa melakukan dosa dengan begitu bebasnya di dalam dunia ini? Jangan lupa, di tengah-tengah kebenaran yang Tuhan katakan kepada mereka. Kenapa? Bukan karena Tuhan itu jahat, tapi saya katakan, karena Tuhan itu terlalu bermurah hati, berbaik hati, penuh dengan cinta kasih, sehingga Dia tidak mau membiarkan manusia itu binasa, langsung binasa di bawah hukuman, tetapi mereka mengenal kebenaran dan bertobat dan kembali kepada Tuhan Allah. Tapi di tengah-tengah itu ada konsekuensi, manusia tetep lakukan kejahatan dalam dunia ini dan ada kejahatan yang bahkan menolak Tuhan Allah sendiri. Itu yang kemungkinan terjadi di dalam dunia ini. Jadi Saudara, pada waktu kita menemukan hal itu, saya harap kita memiliki satu bijaksana dan hikmat dari Tuhan untuk bisa membedakan mana benar, mana salah, sesuai dengan firman Tuhan. Dan saya percaya setiap anak-anak Tuhan itu memiliki satu kemampuan untuk bisa membedakan, karena dia memiliki Roh Kudus atau Roh Kebenaran di dalam hatinya yang mengerti bahwa ini adalah firman Tuhan dan itu bukan firman Tuhan. Itu yang kita perlu perhatikan.
Nah Saudara, pada waktu Paulus melihat Allah itu adalah Bapa kita, ini membuat dia kemudian berdoa di hadapan Allah. Dan doa yang dia naikkan bagaimana? Dia dikatakan dengan sungguh-sungguh, dengan ketekunan, dengan penuh harapan dia datang kepada Tuhan Allah di dalam berdoa. Tapi yang menjadi pertanyaan, pada waktu dia dengan penuh keharapan, sungguh-sungguh, terus menerus, ketekunan berdoa kepada Allah, dia doakan apa? Materi atau rohani? Kita memang sudah pernah bahas ini. Tapi saya mau tekankan ini lagi, ya. Materi atau rohani? Rohani. Kenapa saya tekankan ini? Karena di dalam kebiasaan kita berdoa, kita minta sesuatu secara berlimpah kepada Tuhan bukan di dalam rohani, tetapi di dalam materi. Tetapi di dalam Efesus 3 Paulus berkata dia meminta kepada Tuhan bukan separuh-separuh, bukan setengah, atau bukan sedikit-sedikit, bukan secukupnya di dalam hal rohani, tetapi di dalam seluruh kekayaan kepenuhan daripada Tuhan Allah. Dia minta Tuhan Allah itu memberkati kerohanian kita. Saudara, saya lihat ini prinsip yang sangat bertolak belakang sekali ya, bahkan di dalam kehidupan orang Kristen sendiri. Di dalam pengertian kita mengikut Tuhan, kalau Dia adalah Allah yang baik, maka kita adalah orang-orang yang akan diberkati secara materi secara berkelimpahan. Tetapi di dalam pemikiran Alkitab dan pengajaran Alkitab, pada waktu kita mengikut Tuhan, Dia akan memberkati kita secara berlimpah di dalam kadar rohani kita, kelimpahan rohani dan bukan kelimpahan materi dalam kehidupan kita.
Kembali saya mau katakan, kapan kita doakan kelimpahan rohani kita, atau kapan kita doakan untuk kelimpahan fisik kita? Saya pikir kita di dalam berdoa, mayoritas waktu kita, kita gunakan untuk mendoakan kelimpahan fisik. Kalau rohani bagaimana? Kalau ingat, gitu ya? Kalau lebih baik lagi, ingat sih, tetapi secukupnya, gitu ya? Tuhan, tolong berkati saya secara rohani. Setelah itu apa? Selesai, cukup. Tapi kalau kita doakan secara materi kita biasanya akan doakan secara terus menerus, konsisten, minta Tuhan berkati studi, minta Tuhan berkati pekerjaan, minta Tuhan berkati keluarga, minta Tuhan berkati posisi dan jabatan, minta Tuhan berikan materi uang yang lebih berlimpah. Tapi kalo doa mengenai rohani, cukup pagi dan cukup malam. Saat bangun tidur dan saat mau tidur. Begitu? Saudara, saya lihat ini berbalik, terbalik sekali 180 derajat dari apa yang Alkitab katakan. Alkitab selalu berkata, minta keperluan rohani 100 persen, minta keperluan fisik secukupnya. Bukan minta keperluan materi 100 persen, minta keperluan rohani secukupnya. Itu adalah hal yang kita perlu perhatikan ya, Bapak Ibu yang dikasihi Tuhan. Tapi pertanyaan yang lebih dalam lagi adalah, kenapa kita minta keperluan rohani secukupnya, sering kali? Karena saya tidak terlalu care atau peduli dengan masalaah rohani? Begitu? Atau saya punya pengertian, kalau saya minta Tuhan memberkati saya secara rohani berkelimpahan, saya sadar konsekuensi dan tanggung jawabnya lebih banyak. Yang mana? Saya pikir semua anak Tuhan itu peduli akan kerohanian dia, karena Tuhan sudah memberikan satu kesadaran akan pentingnya kerohanian. Tetapi di dalam kita mengerti kepentingan rohani itu dan tuntutan yang Tuhan inginkan dari hidup anak-anak Tuhan, mungkin sering kali kita lebih merasa ragu atau tidak rela diri kita tunduk di bawah kebenaran daripada firman Tuhan itu atau apa yang menjadi kehendak Allah dalam kehidupan kita. Sehingga pada waktu kita berdoa secara rohani, kita merasa, ya sudahlah itu cukup saja. Kenapa? “Kalau saya minta lebih, itu berarti Tuhan akan menuntut lebih daripada kehidupan saya, sehingga lebih baik saya berdoa secara secukupnya dalam kehidupan saya.” Tapi Saudara, ingat baik-baik, ketika Yesus menebus kita, Allah berkata apa? Dia telah memberikan totalitas hidup Anak-Nya itu kepada diri kita, sehingga pada waktu kita menjadi orang yang percaya kepada Kristus, itu berarti Allah memiliki hak 100 persen atas kehidupan kita. Bukan 5 persen, bukan 10 persen, bukan 60 persen, bukan 75 persen, bukan 95 persen, tapi 100 persen hidup kita itu harus menjadi milik Tuhan Allah. Karena apa? Dia sudah membeli kita secara lunas, dan kita menjadi milik Allah. Itu membuat kita harusnya memiliki satu kesadaran, pada waktu kita menjadi milik Allah, sudah menjadi kewajibanku dan tanggung jawab untuk memikirkan hal-hal yang bersifat rohani, bukan hal-hal yang bersifat materi dan fisik. Dan sudah menjadi tanggung jawabku untuk menjalankan apa yang menjadi kehendak Allah di dalam kehidupanku dan menjadikan apa yang menjadi rencana Allah yang mulia itu terjadi di dalam kehidupanku.
Saudara, Tuhan memiliki satu rencana yang agung dalam kehidupan kita. Satu rencana yang mulia. Satu rencana yang Ia ingin genapkan di dalam kehidupan kita. Dan pertanyaannya adalah, maukah kita untuk memiliki itu dan satu kehidupan yang sungguh-sungguh menggenapi apa yang menjadi rencana Allah dalam kehidupan kita? Tapi pada waktu kita ingin menggenapi apa yang menjadi rencana Allah dalam kehidupan kita, saya percaya itu bukan sesuatu yang gampang. Kenapa bukan sesuatu yang gampang? Karena di dalam Efesus 3: 20 dan 21, yang menjadi penyebab itu adalah hal yang tidak gampang. Di sini dikatakan, “Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya.” Ayat 20 bilang apa? “Dia adalah Allah yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat.” Saudara, maksudnya apa? Dia adalah Allah yang bisa bekerja melampaui, jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan. Saya lihat ada 2 pengertian. Pertama, pada waktu kita berdoa kepada Allah, jangan pernah merasa tuntutan kita atau permohonan kita terlalu banyak, yang membuat Allah itu kerepotan. Apa yang kita doakan tidak pernah keluar daripada takaran Allah. Takaran Allah akan selalu lebih tinggi dan lebih banyak dari apa yang kita minta. Karena apa? Yang kita minta selalu terbatas sesuai dengan kemampuan kita berpikir, apa yang kita mengerti, analisa kita, itu yang kita minta biasanya. Dan bagi Allah yang Mahabesar, Mahakuasa, yang tidak terbatas itu, itu terlampau kecil. Makanya di dalam kita berdoa tidak mungkin doa kita itu bisa menjadi sesuatu yang membebankan Allah, menyulitkan Allah, atau merepotkan Allah. Tetapi dari sini kita bisa mengerti, sebagai anak Tuhan, pada waktu kita berdoa kepada Tuhan, mungkin kita perlu belajar lebih beriman kepada Tuhan Allah dalam kita meminta sesuatu. Saya lihat kadang-kadang kita di dalam Reformed mungkin terlalu takut di dalam meminta kepada Tuhan Allah untuk beriman, sehingga kita minta itu kadang-kadang yang katanya yang rasional saja, yang sesuatu yang bisa diperhitungkan, jangan meminta sesuatu yang melampaui. Saya pikir ada baiknya, ada benarnya sih kalimat ini. Tetapi kalau waktu kita beriman, khusunya mengenai hal-hal yang bersifat rohani, saya percaya kita harus memiliki iman yang lebih besar dan meminta kepada Tuhan Allah dan Tuhan akan menjawab sesuai dengan apa yang kita minta itu, bahkan Tuhan akan memberkati melampaui daripada apa yang kita minta itu. Jadi, saudara, hal pertama yang kita mengerti adalah pada waktu kita berdoa kepada Allah, Dia pasti memiliki suatu rencana yang jauh lebih besar dari rencana kita, kita tidak perlu takut di dalam meminta sesuatu, apalagi itu adalah sesuatu yang baik dan berkaitan dengan kebutuhan rohani kita dan orang Kristen yang lain.
Tapi, di sisi lain, ada hal yang kedua, jangan lupa! Pada waktu dikatakan Allah itu melakukan sesuatu yang jauh lebih banyak daripada yang kita dapat doakan atau pikirkan, maka itu berarti bahwa apa yang Allah rencanakan dalam hidup kita itu seringkali melampaui apa yang kita rencanakan dalam hidup kita. Apa yang Allah kehendaki seringkali, saya pakai istilah melampaui tapi sebenarnya saya mau katakan, seringkali berbeda dengan apa yang kita rencanakan. Apa yang Allah inginkan seringkali itu berbeda dengan apa yang kita inginkan, apa yang Allah harapkan itu seringkali berbeda dengan apa yang kita harapkan dalam kehidupan kita. NahSaudara, ini adalah bencana bagi orang-orang Kristen seringkali, karena apa? Pada waktu saya merencanakan sesuatu saya memiliki mimpi akan sesuatu, saya mengharapkan suatu kehidupan yang baik menurut apa yang saya inginkan ternyata tidak sesuai dengan rencana Tuhan, lalu bagaimana? Apa yang terjadi dalam kehidupan kita? Makanya, mungkin itu mengakibatkan seringkali orang Kristen hidup dalam suatu keputus-asaan, kesedihan, kekecewaan, mungkin suatu kehilangan pengharapan. Itu mungkin terjadi loh, karena “apa yang menjadi rancangan Tuhan, jalan Tuhan, berbeda dengan apa yang menjadi rancanganku dan jalanku,” Yesaya berkata. Sehingga, mengikut Tuhan itu menjadi sesuatu yang tidak mudah, betul ya? Saya pikir kita semua ingin menjadi orang-orang yang menggenapi rencana Tuhankan, sesuai dengan panggilan Tuhan dalam kehidupan kita masing-masing begitu ya, tapi masalahnya apa? Masalahnya adalah kita tidak tahu Tuhan akan membentuk kita menjadi seperti apa.Masalahnya adalah kita tidak tahu Tuhan akan memimpin kita memasuki persoalan-persoalan hidup seperti apa untuk menjadi seperti apa yang Tuhan kehendaki atau Tuhan inginkan dan rencanakan dalam kehidupan kita, itu yang menjadi masalah seringkali, dan ini adalah hal yang suka menimbulkan rasa sedih, kecil hati daripada kehidupan kita dan mungkin bimbang dan keputusasaan sebagai orang-orang percaya kepada Tuhan Allah. Tapi Saudara, kita tidak boleh mengalami ini.Satu sisi memang boleh ya, bisa. Tetapi Alkitab selalu memberikan suatu kekuatan bagi diri kita untuk bisa memiliki suatu kehidupan yang menggenapi apa yang menjadi rencana Tuhan, bahkan di saat kita menjalani hal itu yang berbeda dengan apa yang kita harapkan, rancangkan dan inginkan. Alkitab justru berkata kita masih bisa bersyukur, kita masih bisa bersukacita, kita masih tetap memiliki suatu pengharapan dan tidak kehabisan akal dan berputus asa di dalam kehidupan kita mengikut Tuhan.
Tapi yang menjadi rahasia itu, bagaimana kita bisa memiliki kehidupan seperti ini? Nah, Alkitab di dalam Efesus 3, itu memberikan kita kuncinya ya. Ada beberapa dasar yang kita bisa doakan untuk memberikan kepada kita kekuatan memiliki kehidupan untuk bisa hidup menyenangkan Tuhan, mengikuti rancangan Tuhan dan memuliakan Tuhan Allah. Hal pertama itu adalah, di dalam ayat yang ke-16, pada waktu Paulus berdoa, dia berdoa untuk Tuhan memberikan kekuatan kepada kita di dalam batin. Saudara, hal yang penting, yang kita perlu doakan, pertama, bukan hanya mengetahui firman Tuhan itu apa, kebenaran itu apa, tapi kita perlu berdoa agar kebenaran itu menjadi sesuatu yang kita betul-betul percaya sebagai suatu kebenaran yang riil dalam hidup kita dan kita imani itu sungguh-sungguh sebagai kebenaran dan kita kuat untuk berdiri dan berpegang kepada kebenaran itu dalam hati kita, itu yang kita perlukan.Karena pada waktu kita mengalami suatu kehidupan dalam dunia ini, menjalani kehidupan ini, kita tidak bisa kontrol apa yang di sekitar kita, apalagi yang disekitar kita itu adalah yang terdiri dari orang-orang yang berdosa.Sehingga pada waktu kita melihat orang-orang yang berdosa, kita berusaha untuk hidup sebagai orang yang benar dihadapan Allah konsekuensinya adalah kita pasti mengalami penolakan dan penganiayaan dan penghinaan menurut orang-orang dunia. Lalu dalam keadaan seperti ini bagaimana? Belum ditambah lagi Tuhan berkata akibat dosa manusia Tuhan mengutuk tanah, sehingga terjadi bencana dan kesulitan dan yang kita alami di dalam kehidupan kita sebagai manusia. Apa yang terjadi di sekitar kita tidak bisa kita kuasai sama sekali, lalu untuk bisa kuat di dalam menjalani keadaan itu apa yang harus kita lakukan? Satu-satunya yang bisa kita pegang adalah kekuatan internal di dalam batin kita seperti yang Tuhan kehendaki didasarkan pada kebenaran daripada firman Tuhan kita pegang pada janji Allah, kita pegang kepada kebenaran firman Tuhan dalam kehidupan kita. Kita memiliki akses langsung kepada Allah melalui Yesus Kristus kepada Bapa, Bapa kita yang di Sorga, itu menjadi suatu kekuatan kita untuk menghadapi situasi dalam lingkungan kita yang tidak bisa kita kontrol sama sekali.
Saudara, saya mau tanya, yang membuat kita kuat di dalam menghadapi lingkungan kita itu apa? Coba pikir baik-baik, materikah? Posisi jabatankah? Relasi temanan? Apa yang membuat kita kuat di dalam menghadapi pencobaan dan kesulitan dalam kehidupan kita? Materi bisa habis ditipu orang, posisi jabatan bisa hilang, pertemanan bisa putus, mungkin kita bisa tidak punya temen sama sekali, lalu apa yang memberi kekuatan di dalam menghadapi kesulitan? Orang yang punya jabatan yang tinggi, punya uang yang banyak, begitu dia dicopot dari jabatannya, begitu dia bangkrut semua teman hilang semua, apa kekuatan kita di dalam menghadapi kesulitan tersebut, pencobaan? Satu-satunya jawaban adalah kekuatan batin, kekuatan iman kita percaya kepada Allah berdasarkan kebenaran firman Tuhan dan satu hak istimewa untuk kita bisa akses datang kepada Bapa di dalam doa dan permohonan kita, yaitu Bapa yang Sumber segala kebaikan bagi kehidupan anak-anak-Nya dan pengharapan bahwa janji Allah pasti terjadi dalam kehidupan kita, itu yang menjadi kekuatan kita di dalam menjalani hidup. Nah, Paulus ingin kita kuat di dalam hati kita, di dalam kerohanian kita, di dalam tubuh fisik ini, di dalam hal-hal yang berkaitan dengan kekekalan itu yang perlu kita utamakan dan kita doakan dalam kehidupan kita.Itu hal yang pertama, saya tidak akan terlalu panjang karena saya sudah bahas ini cukup banyak sekali ya.
Yang kedua adalah kita lihat di dalam ayat yang berikutnya, ayat yang ke-17, apa yang memberi kekuatan bagi kita untuk menghadapi suatu kehidupan yang direncanakan Allah tetapi jauh melampaui daripada apa yang kita bisa pikirkan atau kita doakan?Ayat 17 dikatakan, “sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.” Saudara, ayat ini dimulai dengan satu kata bahwa “sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih,” kalau kita baca kalimat ini begitu saja artinya apa, yang membuat Kristus tinggal dalam hati kita apa? Sehingga itu seperti semacam akibat yang terjadi sebagai sesuatu yang bersumber daripada suatu sebab, ada sebab maka terjadi akibat seperti ini.Kalau disitu dikatakan “sehingga Kristus tinggal dalam hati kita” seakan-akan Kristus tinggal di dalam hati kita karena kita, dibaca dong ayat yang ke-16, karena kita memliki batin yang kuat? Batin yang kuat mengakibatkan Kristus tinggal dalam hati kita? Saya lihat ini bukan menjadi apa yang dimaksud oleh Paulus.Kalau Saudara perhatikan bahasa aslinya, Yunani, istilah yang Paulus gunakan disitu bukan sebagai suatu akibat batin yang kuat maka Kristus tinggal dalam hati kita, karena Alkitab secara keseluruhan tidak pernah mengajarkan konsep karena batin yang kuat karena sesuatu yang kita lakukan maka Kristus tinggal dalam kehidupan kita. Kristus tinggal dalam hati kita itu karena anugerah, yang Tuhan karuniakan bagi diri kita. Kalau gitu, ini bicara mengenai apa? Di dalam kata Yunaninya, kata yang dipakai untuk membicarakan Kristus tinggal berdiam dalam hati kita, itu adalah berarti Kristus diam secara menetap, terus-menerus di dalam hati kita. Kita memiliki batin yang kuat, pada waktu kita percaya kepada Allah, Tuhan karuniakan batin yang kuat dan Tuhan sendiri tinggal dalam hati kita, itu yang dimaksudkan oleh Paulus di sini.Dan ketika Kristus tinggal di dalam hati kita di situlah kita memiliki kekuatan untuk menjalani suatu kehidupan sesuai dengan apa yang Tuhan Allah kehendaki. Maksudnya apa? Lho Kristus kan tinggal di dalam hati kita terus menerus? Alkitab bahkan katan pada waktu kita percaya, Roh Kudus dimateraikan pada kita, berarti ada Roh Allah yang tinggal di dalam hati kita, materai itu berarti sesuatu yang tidak mungkin bisa hilang dan lepas walau kondisi iman kita seperti apa kita tidak mungkin kehilangan keselamatan, itu berarti Tuhan selalu tinggal di dalam hati kita, atau Kristus tinggal di dalam hati kita, lalu maksudnya apa bahwa Kristus tinggal secara terus menerus di dalam hati kita?
Nah saya lihat ada satu pengertian yang cukup baik. Kristus tinggal terus menerus dalam hati kita itu bukan berarti Dia kadang-kadang bisa pergi dan tinggal, tetapi juga bukan berarti menunjukkan suatu keberadaan yang menetap secara terus menerus, tetapi ingin menunjukkan bahwa pada waktu Kristus tinggal di dalam hati kita, nyamankah Kristus tinggal di dalam hati kita? Saudara, bayangkan bahwa hati itu adalah rumah bagi Tuhan dan Tuhan ingin tinggal di dalam hati kita atau rumah hati kita. Waktu Dia tinggal di situ, Dia nyaman tidak? Saudara kalau berkunjung ke rumah teman, seakrab apapun kita tahu ini bukan rumah kita dan kadang-kadang kita merasa ada batasan-batasan yang tetap harus kita jaga, ada mungkin ketidaknyamanan sedikit. Tetapi pada waktu kita kembali ke rumah, apa yang terjadi? Kita merasa nyaman atau tidak? Suami-suami kalau pulang ke rumah nyaman nggak, menghadapi istri? Kadang-kadang istri yang cerewet sekali itu membuat suami tidak nyaman pulang ke rumah, tetapi kalau istri itu begitu baik, hangat menyambut suami, memperhatikan suami yang sudah capek kerja seharian, bukan berarti istri nggak capek ya, istri mungkin lebih capek daripada suami yang kerja di luar. Ada suatu ketenangan dan kenyamanan, rasa “saya pulang ke rumah, ini rumahku dan aku tinggal di dalam rumah ini, aku bisa beristirahat di dalam rumah ini.” Nah pada waktu Kristus tinggal di dalam hati kita sebagai orang percaya, Dia bisa beristirahat di situ tidak, dalam pengertian Dia nyaman tidak, Dia merasa ini rumahKu atau tidak?
Nah Saudara, untuk bisa membantu kita mengerti ini ada satu tulisan dari seorang bernama Robert B. Munger, dia menulis sebuah buku yang namanya “My Heart-Christ’s Home,” Hatiku adalah Rumah Kristus. Nah di dalam buku ini, Munger mengibaratkan hati kita itu seperti sebuah rumah yang terdiri dari ruangan-ruangan. Ada ruangan perpustakaan, ada ruangan tamu, ada ruangan kerja, ada ruangan untuk rekaman, ada ruangan untuk lemari pakaian. Nah pada waktu Kristus datang ke dalam hati kita dan tinggal di dalam rumah hati kita, dia katakan pertama-tama Kristus akan datang ke dalam ruangan perpustakaan kita. Pada waktu Dia masuk ke dalam ruangan perpustakaan, itu bisa diibaratkan tempat otak kita ya, yang penuh dengan data-data, buku-buku referensi, dan yang lain-lain. Pada waktu dia masuk ke situ kira-kira dia akan temukan apa? Buku-buku apa yang ada di dalam rak kita, pikiran-pikiran apa yang ada di dalam pikiran kita, konsep-konsep apa yang ada di dalam pikiran kita, kebenaran-kebenaran apa yang ada di dalam pikiran kita, apakah itu semua adalah sesuatu yang sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan, kebenaran Tuhan dan yang menjadi literatur Tuhan dalam kehidupan kita atau tidak? Saudara, apa yang Tuhan akan temukan di dalam pikiran kita? Pada waktu Dia kemudian masuk ke dalam ruangan belajar, pada waktu Dia lihat meja belajar kita, Dia akan temukan majalah apa di situ? Saudara, apakah Dia akan temukan sesuatu yang bersifat suci ataukah hal-hal yang berkaitan dengan satu kehidupan yang tidak sesuai dengan kehidupan iman Kristen? Apakah Dia akan bertemu dengan pornografi atau materialisme atau segala sesuatu dalam kehidupan kita? Dia akan temukan apa dalam hati kita?
Pada waktu Dia melihat kepada ruang tamu, di situ Dia akan melihat, “Oh tempat yang begitu nyaman sekali, suatu ruang tamu yang menjadi idaman dari seluruh keluarga, di situ ada misalnya cerobong api, lalu di situ ada sofa yang begitu nyaman, ada karpet yang begitu hangat, ada warna dinding yang begitu menenangkan hati, suatu tempat yang betul-betul baik untuk kita bisa duduk dengan tenang di situ. Saudara, pada waktu Dia datang ke situ mungkin Dia akan berkata, “Ini adalah tempat yang nyaman sekali dan enak sekali, mari kita duduk di sini bersama-sama setiap hari, setiap pagi untuk untuk mengadakan suatu persekutuan.” Lalu kita tanya kepada Tuhan, “Kamu mau bersekutu dengan saya?” “Iya, ayo kita bersekutu di tempat ini yang begitu nyaman setiap pagi.” Lalu mulai hari pertama kita datang pagi-pagi, turun tangga, Yesus sudah duduk di situ lalu kita bersekutu. Hari kedua kita turun lagi, kita lihat Yesus ada di situ lagi, kita bersekutu lagi. Tetapi Munger bilang: “tidak berapa lama saya kemudian turun dari ruang atas dengan tergesa-gesa, dengan satu harapan untuk mengerjakan sesuatu yang saya sudah rencanakan, tapi waktu saya turun ke bawah saya lihat Yesus ada di situ, saya cuma ngomong, “maaf ya Yesus, hari ini saya terlalu sibuk untuk bersekutu, saya harus mengerjakan urusan saya.” Hari kedua saya turun lagi, Dia tetap duduk di situ, tetapi saya disibukkan dengan kesibukan saya. Hari ketiga saya turun, saya lihat lagi Dia ada di situ tetapi saya terlalu sibuk lagi dengan urusan saya. Berhari-hari berlalu seperti itu, kita diamkan Yesus ada di dalam ruangan itu sendirian menantikan kita untuk bersekutu dengan Dia.” Lalu Munger berkata, “Pada waktu itu aku tersadar dan aku datang kepada Yesus lalu aku tanya, “Tuhan, sudah berapa lama Engkau duduk di sini? Engkau setiap hari duduk di sini ya?” Yesus bilang, “Iya, bukankah Aku sudah berjanji untuk bersekutu dengan engkau, Aku duduk dalam ruangan tamu ini menantikan engkau untuk bersekutu bersama dengan diriKu tetapi engkau cuek-in Aku.”” Saudara, dalam hati kita ada apa, ada Tuhankah? Ada persekutuan tidak? Ada kebenaran firman Tuhan yang kita hidupi atau tidak?
Pada waktu kita mengajak Yesus masuk ke dalam ruanganan prakarya kita, di situ mungkin Dia bisa lihat begitu banyak kerajinan yang kita buat, tetapi kerajinan-kerajinan yang kita buat berdasarkan karunia yang Tuhan berikan bagi hidup kita gunanya untuk apa, adakah satu yang kita buat itu digunakan untuk kemuliaan Tuhan atau tidak? Saudara jangan pikir bahwa apa yang kita miliki, potensi, kepandaian, segala karunia, bakat itu adalah hal yang kita peroleh dari diri kita sendiri. Kalau Tuhan tidak berikan itu kita tidak punya itu semua lho, lalu kita gunakan untuk apa, untuk Tuhan, pekerjaan Tuhan, atau semua untuk kepentingan kita dan kesenangan diri kita sendiri? Ini adalah satu hal yang saya lihat cara bercerita mengenai menerima Kristus dalam hati yang begitu menarik sekali. Saudara, pada waktu Yesus tinggal dalam hati kita, nyamankah Dia tinggal di dalam hati kita, atau tidak? Apakah Dia merasa sebagai seorang tamu yang terus menerus tinggal di situ, yang Dia lihat ketika mungkin membuka lemari pakaian ada bau bangkai yang begitu busuk sekali karena kita menyimpan dosa yang tidak pernah kita mau bertobat dari padanya. Bagaimana Kristus di dalam hati kita? Saya akan akhiri di poin kedua, kita akan lanjutkan lagi di poin ketiga dan seterusnya ya. Tapi kalau kita ingin memiliki satu kekuatan hidup, ingat baik-baik: utamakan hal internal rohani; kedua, utamakan kenyamanan tinggalnya Yesus dalam hati kita seperti apa, dari situ kita bisa memiliki satu kekuatan untuk hidup menghadapi kesulitan, pencobaan, dan segala sesuatu yang merupakan rencana Tuhan, rancangan Tuhan, yang jauh melampaui daripada rancangan diri kita. Mari kita masuk dalam doa.
Kembali kami bersyukur untuk firmanMu pagi ini. Kami kembali bersyukur Bapa untuk satu peringatan yang boleh Engkau karuniakan bagi kami. Dan kami juga bersyukur bahwa Engkau adalah Allah yang begitu sabar, yang begitu setia terhadap janjiMu, dan begitu sabar menunggu kami untuk satu kehidupan yang diubahkan dan bertumbuh sesuai dengan apa yang Engkau inginkan. Tolong kami, ampuni kami yang seringkali lalai dan lamban di dalam hal iman dan terutama di dalam mengerti apa yang menjadi kehendakMu dan di dalam ketaatan kami untuk menjalankan apa yang menjadi rancanganMu dalam kehidupan kami. Tolong kami Bapa sehingga kami, setiap dari pada anak-anakMu boleh memiliki satu kehidupan yang sungguh-sungguh memuliakan namaMu dan menyenangkan Engkau dalam kehidupan kami. Dan ketika Engkau tinggal dalam hati kami, Engkau boleh tinggal dengan satu kenyamanan karena Engkau merasa inilah rumahMu yang kudus dan suci seperti yang Engkau harapkan. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami bersyukur dan kami berdoa. Amin.
[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]