Yakobus 1:21; Ibrani 25:5-10; Amsal 27:5-6; 2 Korintus 2:6-7
Vik. Lukman Sabtiyadi
Apa keuntungan untuk mengikut Tuhan? Seorang teolog bernama David P. Muray seorang profesor Perjanjian Lama dan teologi praktis di Puritan Reformed Theological Seminary, membuat beberapa daftar keuntungan kita masuk ke dalam gereja Tuhan. Hari ini, saya mengajak kita merenungkan tentang keuntungan pertama yaitu saling mendukung dalam proses pengudusan.
Kita sangat familiar dengan istilah kekudusan. Di dalam pengertian kekudusan, itu artinya set apart atau dipisahkan, dikhususkan. Kekudusan artinya kita dikhususkan (dipisahkan) dari dunia yang berdosa dan dari kehidupan lama kita di dalam dosa untuk hidup di dalam Kristus dan bersatu di dalam komunitas tubuh Kristus. Kudus berarti dipisahkan dari musuh di dalam diri kita, dari dunia berdosa, dan dari cengkeraman si jahat, si iblis. Setiap orang percaya kepada Kristus dipisahkan bukan hanya sekedar untuk memperoleh keselamatan sesudah kematian, tapi dipisahkan untuk disatukan ke dalam komunitas orang percaya, yang kita kenal dengan istilah ekklesia, atau gereja Tuhan. Ekklesia adalah orang-orang yang sudah dipilih Tuhan, dipanggil keluar untuk disatukan ke dalam komunitas perjanjian, di dalam Kristus.
Ada begitu banyak ayat-ayat menyatakan hal ini. Matius 16:18, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Lalu Kisah Para Rasul 2:46-47, “Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Kita bisa lihat bahwa ada satu umat Tuhan, satu komunitas orang percaya yang berbeda sekali gaya hidupnya dengan orang-orang sekitarnya, yang di mana mereka itu bertekun, sehati berkumpul tiap hari dalam Bait Allah (dibangun oleh Herodes, bukan Bait Allah yang sejati) untuk belajar firman Tuhan dan melakukan segala kegiatan, ritual, pelayanan lainnya. Dan ditambahkan lagi yaitu memecahkan roti di rumah. Ini biasanya identik dengan sakramen perjamuan kudus di mana pasti ada yang memimpin, yaitu para Rasul, dan hamba Tuhan, lalu kemudian mereka memuji Tuhan, berdoa dan terus Tuhan tambahkan jumlah mereka.
Pertanyaan yang lebih lanjut, mengapa Tuhan memanggil umat-Nya untuk hidup kudus? Yaitu karena Allah kita adalah Allah yang kudus. Umat Tuhan dipanggil kudus karena itu mencirikan siapa Allah kita. Kita dapat dengan sangat jelas melihat apa atau siapa yang seseorang itu percaya dari apa yang di ekspresikan dalam hidupnya. Allah kita adalah Allah yang kudus, maka itu harus dinyatakan di dalam kehidupan kita yang kudus. Maka Allah ingin kekudusannya itu diekspresikan oleh umat-Nya, maka Dia memerintahkan, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (Im. 11:44-45; 1 Ptr. 1:16).
Tuhan memanggil kita menjadi gereja Tuhan untuk kita hidup kudus, memancarkan kekudusan Allah. Hanya kekudusan Allah lah yang dinyatakan secara berkali-kali dalam satu kalimat, di dalam Yesaya 6:3. Kita tidak menemukan atribut-atribut Allah yang lain yang dinyatakan dalam satu kalimat berkali-kali seperti ini “kudus, kudus, kudus.” Misalnya “kasih, kasih, kasih” atau “adil, adil, adil” Nggak, yang ada, “kudus, kudus, kudus.” Kekudusan Allah itu identik juga dengan kemuliaan-Nya, pancaran cahaya terang mulia-Nya, yang manusia itu nggak sanggup pahami dan hadapi. Seperti Paulus ketika melihat Tuhan di dalam perjalanan ke Damaskus, matanya itu dibutakan. Mengapa matanya buta? Karena dia berhadapan dengan Allah yang kudus. Manusia berdosa itu nggak sanggup melihat Allah yang kudus. Kita itu seperti dibutakan, bahkan itu, seperti Yesaya itu menyadari, “Saya ini mati karena berhadapan dengan Tuhan, Allah yang kudus.” Kekudusannya ini menjadi ciri khasnya Allah di dalam atributnya yang lain. Allah itu kasih, pasti kasih-Nya itu kudus. kekudusan-Nya. Allah itu adil, pasti keadilan-Nya itu kudus. Dia kudus dalam kasih-Nya, Dia kudus dalam segala keputusan-Nya, kudus dalam hikmat-Nya, kudus dalam segala hal yang Dia kerjakan.
Ada yang mencoba menyimpulkan, kekudusan Allah ini digambarkan sebagai infinite otherness, kelainan yang tak terhingga. ini memang istilah yang sangat rumit untuk dipahami, karena kita ini terbatas (finite) tapi Allah itu infinite. Infinite otherness, kelainan yang tak terhingga, itulah kekudusan-Nya, yang serba lain dari manusia. Kelainan-Nya itu nggak bisa kita kategorikan dan deskripsikan. Kekudusan kita bisa simpulkan hanya secara negatif yaitu tidak berdosa. Kekudusan itu tidak berdosa. Infinite otherness, kelainan yang tak terhingga, inilah kekudusan Allah. Serba lain, yang kita hanya bisa pahami secara negatif dengan istilah-istilah seperti tidak berdosa, tidak kotor, tidak jahat, itulah kekudusan Allah.
Allah memanggil gereja Tuhan menjadi gereja yang kudus. Gereja yang kudus itu artinya apa sih? Gereja yang kudus itu artinya ditumbuhkan untuk mencintai hal-hal yang kudus, mencintai kekudusan Allah, merindukan kekudusan Allah itu dinyatakan di dalam gereja Tuhan, dan terus mengusahakan hidup kudus di dalam setiap hal yang Tuhan percayakan di dalam gereja Tuhan secara khusus dalam ibadah. Ibadah dapat dipandang sebagai pusat dari kehidupan Kristen, mengapa? Karena ibadah itu, pertama, adalah bayang-bayang kehidupan surgawi. Liturginya, yang kita sarikan, kita jalankan, ada doa, ada pujian, lalu nanti ada paduan suara, dan seterusnya, pembacaan ayat Alkitab, ada macam-macam, ada pengakuan dosa juga, semua itu adalah bayang-bayang dari kehidupan Surgawi. Tuhan sendiri yang menentukan melalui firman-Nya. Lalu kemudian orang-orang percaya di dalam sejarah itu menyarikan itu, membuat semacam miniaturnya, meringkaskan, memadatkannya dalam satu ibadah Minggu kita. Ibadah itu miniatur dari kehidupan orang Kristen secara menyeluruh.
Kedua, ibadah kita sekarang merupakan miniatur dari kehidupan kita yang luas. Mengapa kita dapat bermuka dua dalam ibadah di mana kehidupan ibadah dan kehidupan luar ibadah tidak selaras? Mengapa kita bisa tampil dalam ibadah keliatan baik namun di luar ibadah, kita hidup dalam dosa? Karena pertama, mungkin dari awal kita bukan umat Tuhan yang sejati, dari awal kita belum percaya kepada Kristus, dari awal kita belum sungguh-sungguh dilahirbarukan. Umat Tuhan yang sejati, justru akan terus mengusahakan kekudusan, dan puncak ekspresi kekudusannya itu di dalam ibadah. Kita nggak akan pernah bisa membohongi Tuhan kita, di dalam ibadah kita. Mungkin oversimplification menyimpulkan kehidupan seseorang dari sikapnya beribadah. Tapi Alkitab menegaskan, keseriusan kita mengikuti ibadah, kerinduan kita untuk mendengarkan firman Tuhan dan memuji Tuhan merupakan ekspresi bagaimana kita mempunya hasrat menjadi umat Tuhan yang sejati. Kerinduan kita mau mempunya hasrat untuk terus bertumbuh itu menunjukkan kita adalah umat Tuhan sejati. Karena ketika kita stop, artinya kita mandek secara rohani. Kemandekan rohani itu tanda kita bukan umat Tuhan yang sejati.
Orang Kristen yang sejati mau terus bertumbuh di dalam kekudusan, mau terus bertumbuh mengusahakan yang terbaik untuk kemuliaan Tuhan, dan secara khusus di dalam gereja Tuhan. Gereja Tuhan adalah tempat yang baik bagi kita untuk saling mendukung dalam pengudusan. Kekudusan itu bukan sifatnya individualis. Alkitab terus menekankan kekudusan itu adalah persoalan komunitas. Nggak pernah hanya sekedar urusan individu yang terlepas dari komunitas. Mungkin bagi banyak dari kita berpikir: “Lebih mudah bagi saya bertumbuh semakin kudus secara individu karena kalau saya ketemu orang lain, itu lebih mudah untuk saya itu berdosa. Ketika bertemu sesama muncul iri hati, kebencian, pikiran dan kata-kata kotor, maka lebih baik saya menepi dari komunitas.” Alkitab tidak mengajarkan demikian, Alkitab menekankan bahwa kekudusan itu adalah persoalan komunitas. Alkitab menekankan kehidupan orang Kristen yang sejati itu adalah church-centred, berpusat pada gereja Tuhan, sekaligus tidak meniadakan keunikan individu. Komunitas yang hanya menekankan kesamaan komunitas tanpa menghargai keunikan individu itu totalitarianisme. Alkitab tidak mengajarkan demikian. Gereja yang menekankan individu saja yang penting akhirnya membangun orang-orang yang egois, self-centred, itu bukan gereja Tuhan yang sejati. Gereja Tuhan sejati adalah, adalah memang church-centred, namun sekaligus juga menghargai keunikan individu, keunikan individu.
Bapa gereja, bernama Cyprian (200-an), mengatakan, “Tidak ada keselamatan di luar gereja.” John Calvin mengungkapkan hal yang kurang lebih mirip, dengan yang dikatakan Cyprian, “Di luar gereja, tidak ada seorang pun yang dapat pengampunan, dan dapat keselamatan.” Kata-kata ini sangat mudah untuk di salahmengerti. Kalimat ini jangan disalahmengerti bahwa gereja itu menjadi sarana keselamatan dalam arti menggantikan Kristus. Roma Katolik salah memahami ini bahwa gereja yang menentukan keselamatan. Cyprian dan John Calvin mengatakan tidak ada keselamatan di luar gereja, artinya gereja menjadi sarana umat Tuhan untuk memperoleh anugerah Kristus dan Injil yang sejati. Gereja Tuhan adalah sarana untuk kita terus bertumbuh di dalam kekudusan. Orang Kristen yang sejati, mau bertumbuh dalam kekekudusan, rindu berbagian dalam gereja Tuhan, menjadi anggota di dalam gereja Tuhan, dan terus bertumbuh ke arah Kristus.
Bagaimana gereja itu dapat mendukung proses pengudusan setiap kita sekalian? Pertama, setiap orang Kristen harus belajar untuk menerima firman Tuhan dengan lemah lembut. Yakobus 1:21, “Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.” Yakobus jelas memberikan di sini perbedaan antara ungodly, orang-orang yang fasik, yang tidak percaya Kristus atau orang yang mengatakan Kristen tapi sebenarnya bukan Kristen sejati, berbeda dengan orang Kristen sejati. Bedanya yaitu orang Kristen sejati menerima firman Tuhan dengan lemah lembut sedangkan orang fasik tidak demikian. Menerima firman Tuhan dengan lemah lembut artinya kita menerima dengan rendah hati dan terbuka dikoreksi oleh firman Tuhan, mau untuk diubahkan oleh firman Tuhan. Mengapa sih firman Tuhan itu harus saya terima dengan lemah lembut? Karena hanya firman Tuhanlah kebenaran Allah yang menguduskan (Yohanes 17:17). Firman Tuhan berperan penting dalam pengudusan. Bukan hanya tentang firman Tuhan mengajarkan cara hidup kudus, tapi firman itu secara internal itu menyucikan kita. Firman Tuhan membangun satu kekudusan di dalam diri kita supaya kita mencintai kekudusan, mempunyai hasrat untuk hidup lebih kudus. Beberapa pertanyaan ini bisa menjadi evaluasi diri kita ketika menerima Firman Tuhan. Apakah kita membacanya sebagai informasi atau dengan iman bahwa Allah berbicara melalui Alkitab? Apakah kita ingin mendengarnya untuk mendengar sesuatu yang sesuai dengan kemauan saya atau kita memang ingin menggali, menyelami makna sejati dari yang firman Tuhan yang dikhotbahkan itu untuk kita dapat terapkan di dalam kehidupan kita? Apakah kita menggunakan standar pandangan, perasaan, pengalaman kita menentukan kebenaran Alkitab atau Alkitab yang menentukan pandangan, perasaan, pengalaman kita? Apakah kita menggunakan filsafat dunia atau pikiran-pikiran duniawi untuk menilai Alkitab atau menggunakan Alkitab untuk menilai pikiran-pikiran duniawi? Saya bersyukur dan saya sangat respect dengan Pdt. Stephen Tong dalam mendengarkan khotbah. Pak Tong, waktu sudah selesai khotbah di masterclass sering bilang, “Saya sangat terberkati khotbah ini, khotbah ini sangat baik.” Saya langsung tertegur karena mendengar khotbah itu tentang sikap hati. Mendengar khotbah Itu bukan hanya tentang knowledge.
Jangan berpikir kalau kita kadang berpikir begini, “Saya nggak bisa bertumbuh dalam proses pengudusan di gereja ini jadi saya pindah gereja lain.” Problemnya itu nggak selalu gereja Tuhan. Bukan berarti saya bilang gereja Tuhan itu sempurna. Gereja Tuhan banyak sekali kelemahan, pergumulan, dan masih dalam proses penyempurnaan, tapi jangan selalu salahkan komunitas gereja Tuhan. Coba koreksi diri kita, coba tanya sudah nggak kita menerima firman Tuhan dengan lemah lembut? Ini yang pertama, bagaimana gereja dapat mendukung proses pengudusan setiap kita yaitu dengan kita belajar menerima firman Tuhan dengan lemah lembut.
Kedua, percaya bahwa hukuman Allah adalah wujud kasih. Nah tentu ini nggak mudah. Percaya, bagaimana saya bisa terus bertumbuh dalam proses pengudusan di gereja Tuhan yaitu percaya hukuman Allah itu adalah wujud kasih-Nya. Ibrani 12:5-10, “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: “Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.” Kita seringkali berpikir bahwa hukuman itu asosiasinya negatif, buruk. Sikap orang Kristen yang tepat, yang rindu mau bertumbuh di dalam proses pengudusan di dalam gereja Tuhan yaitu percaya dengan iman melihat segala hal yang saya pandang nggak bagus yang saya alami diizinkan Tuhan sebagai wujud kasih-Nya kepada saya, untuk saya semakin kudus.
Pasti di sini ada orang tua pernah menghukum anaknya atau menghajar anaknya atau menasehati, menegur anaknya, atau kita sebagai anak pernah diajar orang tua, orang tua yang baik, yang kasih kepada anaknya pasti menegur anaknya kalau salah. Mungkin tegurannya atau ganjarannya itu begitu keras. Tapi orang tua itu pasti dengan sedih memberikan hukuman itu. Hukuman itu diberikan justru wujud kasih orang tua ke anak-anaknya. Apalagi Bapa Surgawi memberikan hukuman kepada umat-Nya yang sejati merupakan wujud kasih-Nya supaya kita taat kepada Bapa segala roh dan memperoleh bagian dalam kekudusan-Nya.
Ketiga, rendah hati menerima koreksi dari sesama kita. Amsal 27:5-6, “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” Saya pun ditegur dengan ayat firman Tuhan ini. Kita diingatkan harus rendah hati menerima koreksi dari sesama kita. Gereja Tuhan itu gymnasium, tempat latihannya umat Tuhan. Lebih baik kita ditegur di sini dari pada dipengaruhi oleh dunia berdosa di luar komunitas percaya. Jadi rindukanlah teguran-teguran sesama kita dan terima dengan rendah hati. Dalam setiap teguran yang kita terima lihatlah kebenaran di dalamnya dan anggaplah sebagai bocoran nasihat dari Allah. Gereja Tuhan adalah gymnasium di mana kita boleh saling menegur, saling menguatkan, saling mendorong.
Keempat, menerima tanggung jawab secara serius dalam membangun sesama. Menerima tanggung jawab secara serius untuk membangun sesama. Di zaman kita sekarang ini cenderung membentuk kita menjadi individu yang cuek, yang nggak peduli kepada sesama kita. Kita bertanggung jawab bagi yang lain bukan bertanggung jawab hanya untuk diri saya sendiri atau keluarga saya yang penting keluarga saya aman, yang penting saya baik-baik saja. Kita bertanggung jawab kepada sesama kita. Ketika kita masuk ke dalam gereja Tuhan, wajah yang kita lihat di sekitar kita adalah tanggung jawab kita untuk kita membangun dia, menasehati dia, menguatkan dia, menghibur dia. Kita harus mengambil tanggung jawab itu secara serius, jangan cuek. Ada yang sakit kita perhatikan, kecuali memang kalau kita nggak tahu. Kita menerima tanggung jawab itu dengan serius, mengapa? Karena kita ingin supaya sesama kita tidak mengalami kemandekan rohani. Ada orang yang datangnya telat atau yang malas baca Alkitab yang belum berbagian dalam pelayanan, ajak secara pro aktif, tegur dengan sopan dan dengan lemah lembut dengan motivasi merindukan orang itu berubah. Ingat, gereja Tuhan itu adalah Rumah Sakit bagi orang berdosa, istana bagi orang kudus. Yakobus 5:16, “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.” J. I Packer menafsirkan ayat ini bahwa pengakuan dosa yang dimaksudkan bukan dilakukan secara formal melainkan sharing antar pribadi. Kita bisa saling mengaku dosa di sini dengan orang yang dekat yang kita percaya, kita mengaku dosa lalu kita mendoakan.
Yang terakhir, jangan lupa bersukacita. Perintah Tuhan itu kuk yang enak, kuk yang ringan, jangan lupa bersukacita. Kadang kita menerima banyak instruksi, perintah-perintah kita terima, dengar khotbah ini dan itu yang kita terima itu beban jadi lupa bersukacita. Apa dasar sukacita kita? Kristus sudah menanggung salib dosa kita. 2 Korintus 2:6-7, “Bagi orang yang demikian sudahlah cukup tegoran dari sebagian besar dari kamu, sehingga kamu sebaliknya harus mengampuni dan menghibur dia, supaya ia jangan binasa oleh kesedihan yang terlampau berat.” Jadi, kalau ada buluh terkulai jangan dipatahkan. Ada waktunya cukuplah teguran itu. Belajarlah mengampuni supaya dia jangan kepahitan lalu sampai dia mengalami kesedihan yang terlampau berat. Kalau secara sederhananya: jangan lupa bersukacita. Waktu menegur sesama, waktu menguatkan, waktu memperingati akan sesama, ingatlah kita ini semua dalam proses. Jalanilah, terimalah teguran dengan sukacita jangan mencurigai orang yang menegur kita. Anggap itu sebagai bocoran nasehat dari Allah, terima itu dengan lemah lembut, dengan rendah hati, berubahlah lebih baik lagi. Kalau ada yang salah dari tegurannya, dari nasehatnya, nggak apa-apa. Lihatlah sedikit kebenaran di sana. Kita nyatakan apa yang benar, kita sampaikan pandangan kita supaya kita jangan diam juga, jangan jadi ditusuk-tusuk terus, jangan jadi malah kita itu jadi bersalah sampai kesedihan terlampau berat, seperti kata Paulus, nggak papa sampaikan yang seharusnya tapi ingat kita jalani semuanya itu dengan sukacita. Bersukacitalah karena inilah komunitas yang baik untuk kita bertumbuh dalam proses pengudusan. Nggak mungkin kita minta nasehat orang lain yang belum percaya kepada Kristus lalu kita berharap kita akan hidup lebih kudus lagi, nggak mungkin. Mengapa? Karena ada Roh Kudus, gereja adalah sarana anugerah Allah pasti berkatnya lebih dari pada tempat-tempat lain kepada komunitas sosial lainnya. Kekudusan Allah itu bukan meniadakan sukacita kita. Jonathan Edwards mengatakan tentang perenungannya akan kekudusan Allah yang saya parafrasekan: “Kekudusan adalah kesenangan yang murni, keindahan yang bersinar, kebebasan yang penuh dari rasa takut akan penghakiman, ketertarikan yang tak terkalahkan.”
Mari kita menjadi komunitas kudus. Kekudusan itu adalah kekudusan dengan senyuman, kekudusan dengan sukacita, saya ingin lagi mencicipi ini, saya ingin lagi bertumbuh dalam kebenaran firman Tuhan. Biarlah kita saat ini dapat merenungkan, kita dapat membangun komunitas kita, gereja Tuhan untuk saling bertumbuh dalam kekudusan. Gereja adalah wadah yang baik untuk kita dapat terus bertumbuh dalam kekudusan. Gereja Tuhan di mana kita bisa saling mendukung dalam proses pengudusan, saling menguatkan, saling menegur, saling membimbing, mengingatkan lagi akan kasih Kristus, dan kita terus bertumbuh semakin kudus hari lepas hari sampai kita bertemu dengan Tuhan kita. Mari kita berdoa.
Bapa kami di sorga, kami bersyukur, Tuhan atas kesempatan yang Kau berikan kepada kami kembali merenungkan akan kebenaran firman-Mu bagaimana Engkau itu membentuk gereja-Mu, Tuhan menjadi tempat, menjadi wadah, menjadi sarana anugerah Allah untuk kami dapat saling mendukung dalam proses pengudusan. Ajar kami untuk terlibat secara aktif di dalam gereja-Mu, ajar kami untuk terus bertumbuh saling menguduskan, saling menegur, dan saling menguatkan sehingga kami menjadi tubuh Kristus, mempelai wanita Kristus yang berkenan di hadapan-Mu Tuhan. Dalam Nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.