Kisah Para Rasul 7:54-60
Pdt. Dawis Waiman, M. Div.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita masuk ke dalam perikop pasal 7:54-60, ini adalah reaksi atau akibat atau respons daripada Stefanus memberitakan firman kepada kelompok Sanhedrin, atau para tua-tua, para petinggi, para Mahkamah Agama, yang menuntut Stefanus untuk memberikan pertanggungjawaban berkenaan dengan pengajaran atau Injil yang ia kabarkan. Kita telah melihat ada 4 tuntutan yang orang-orang petinggi dari Israel itu, tua-tua Israel dan Mahkamah Agama tuduhkan kepada Stefanus: dia dianggap sebagai seorang yang menghujat Allah, dia dianggap sebagai seorang yang menghujat Musa, dia dianggap sebagai seorang yang menghujat Taurat Allah, Taurat Musa, dan dia dianggap sebagai seorang yang menghujat Bait Allah.
Dan pada waktu 4 tuduhan ini dituduhkan kepada diri Stefanus, maka Stefanus kemudian berdiri di hadapan para penuduh itu dan para saksi dusta yang dipanggil untuk menyatakan Stefanus bersalah, dan ketika itu dia mulai berbicara berkenaan dengan apa yang menjadi berita Injil dan pengajaran yang dia sampaikan kepada orang-orang Yahudi. Dan dari pertanggungjawaban yang dia berikan itu, dia bukan hanya memberikan sesuatu pembelaan akan diri dia supaya dia tidak dinyatakan bersalah, tetapi dia adalah seorang yang tidak pernah menyimpang dari pengajaran bapa leluhur mereka, dari apa yang dipercayai Abraham, dari Ishak dan Yakub, dari apa yang terjadi dengan Yusuf dan pembuangan di Mesir, lalu pengeluaran daripada Mesir, dan bahkan hukum Allah yang diberikan melalui Nabi Musa dan Bait Allah. Dan dari situ ketika dia berbicara berkenaan dengan apa yang dia imani, kebenaran tentang Allah yang dia kabarkan itu, dia juga menyisipkan bahwa apa yang dia kabarkan berkenaan dengan janji Allah yang ada di dalam diri Kristus orang yang benar itu, itu adalah sesuatu yang bahkan dinantikan oleh bapa Abraham, dinantikan oleh Musa, di dalam perjalanan mereka pada waktu Tuhan menyatakan kebenaran-Nya kepada bapa-bapa leluhur ini.
Dan pada waktu dia dinyatakan sebagai orang yang melawan atau menajiskan, atau menghujat Bait Allah, Stefanus juga berkata bahwa Allah itu tidak dikungkung oleh rumah tertentu, tempat tertentu, dan bahkan Allah itu ada di mana-mana, termasuk ketika orang-orang Israel ada di tanah Mesir sekalipun, di mana penyembah berhala begitu hebat sekali ada di situ, Tuhan Allah pun hadir di situ, Tuhan Allah hadir di Gunung Sinai, tempat di mana hukum Taurat diberikan kepada orang Israel. Jadi Tuhan tidak dibatasi oleh ruang atau tempat tertentu, atau Bait Suci tertentu. Justru yang mengkhianati Tuhan, justru yang menghujat Tuhan, justru yang tidak mengharapkan janji Tuhan yang telah diberikan kepada bapa leluhur Abraham kemudian kepada Musa, bahwa ada seorang nabi yang akan datang ke dunia ini seperti aku dari antara engkau, kau harus mendengarkan dia, itu bukan Stefanus, bukan orang-orang Kristen, tetapi justru para pemimpin agama yang adalah orang-orang Yahudi yang ada di hadapan Stefanus itu.
Jadi Stefanus bukan hanya membela diri, dia mengabarkan Injil berkenaan dengan Kristus kepada orang-orang ini, tetapi juga dia berkata, “Engkaulah orang yang menghujat Allah, yang berdosa di hadapan Allah, dan engkau harusnya menjadi seorang yang dihakimi oleh Tuhan Allah.” Atau istilah lainnya saya mau berkata ketika kita baca Kisah pasal 7:1-53, coba Bapak, Ibu perhatikan, ada tidak tawaran dari Stefanus untuk orang-orang itu bertobat dari dosa mereka? Kita nggak baca itu dari khotbah Stefanus, sama sekali nggak ada kalimat, “Engkau harus bertobat, Tuhan mencintai engkau, Tuhan mengasihi engkau.” Kalau kita baca kembali sedikit mundur di dalam ayat ke-51, di situ dikatakan, “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu. Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh. Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya.”
Jadi pada waktu Stefanus berdiri di hadapan Mahkamah Agama itu, Sanhedrin, yang seolah-olah dia ada di dalam posisi yang dihakimi oleh Mahkamah Agama itu, dengan otoritas mereka sebagai para petinggi, atau petinggi yang paling tinggi di antara orang-orang Israel, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah bukan Stefanus yang dihakimi, tetapi merekalah yang sedang dihakimi oleh Allah melalui Stefanus yang berbicara kebenaran Injil di hadapan mereka itu.
Kenapa nggak ada pengampunan di situ? Kenapa tidak ada tawaran pertobatan di situ? Saya percaya semua kesempatan itu sudah berlalu dari hadapan mereka, karena pada waktu Petrus dan Yohanes datang di hadapan mereka, Tuhan sudah memakai 2 rasul ini untuk memberitakan atau memberikan kesempatan bagi orang-orang ini untuk percaya kepada Kristus, berbalik dari dosa mereka, dan kemudian beriman dan diselamatkan di dalam Kristus. Tetapi yang terjadi mereka terus mengeraskan hati, terus mengeraskan hati, dan tidak pernah mau menerima kebenaran yang dikabarkan di dalam berita Injil.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini adalah ciri khas dari orang berdosa. Ini adalah bukti bahwa manusia, yang ada di dalam dunia ini adalah orang-orang yang ketika diserahkan ke dalam keinginan hati mereka, mereka bukan akan sadar akan dosa mereka, sehingga mereka sadar akan Juruselamat untuk menebus diri mereka, yaitu Kristus, tetapi yang ada adalah mereka akan mengeraskan dan melawan kebenaran yang diberitakan di hadapan mereka.
Saya juga belum lama, berbicara-bicara, ada orang yang berkata, kenapa dia, orang ini berdebat, marah begitu besar sekali ketika berbicara berkenaan dengan Injil, berkenaan dengan Yesus Kristus, seolah-olah orang Kristen itu adalah orang yang suka memaksakan iman mereka, atau iman kita kepada orang lain, kita harusnya menghargai hak asasi di dalam beragama, masing-masing orang harus memiliki kebebasan untuk memilih iman mereka sendiri, jalan mereka sendiri, termasuk menolak Kristen dan menolak keberadaan agama di dalam dunia ini. Saya bilang siapa yang memaksakan agama? Memang mungkin tidak 100% semua orang tidak memaksakan agama, ada orang-orang yang suka memaksakan iman kepercayaan mereka kepada orang lain, dan itu bisa menjadi suatu kesalahan. Tetapi, orang yang sering kali berbicara seperti ini, itu adalah orang yang generalisasi, yang memukul rata semuanya atas kasus-kasus tertentu yang terjadi, tetapi kalau coba dia pelajari lebih mendalam berkenaan dengan iman Kristen, iman Kristen justru menjadi iman yang seharusnya tidak bisa dipaksakan kepada orang lain, walaupun dalam sejarah iman Kristen pernah terjadi kasus-kasus pemaksaan juga. Tapi saya percaya itu yang membuat akhirnya orang-orang Kristen sadar, karena kita memiliki Kitab Suci yang sah, yang komplit, yang benar, sehingga ketika kita kembali kepada Kitab Suci, mereformasi diri kita, kita memiliki kesadaran ternyata sejarah itu salah, dan Alkitab mengajarkan tentang predestinasi, Alkitab mengajarkan tentang cinta kasih Kristus, Alkitab mengajarkan tentang pemilihan yang ada di dalam kekekalan, itu semua membuat kita seharusnya tidak bisa memaksakan iman kita kepada orang lain, agama kita kepada orang lain, tetapi itu adalah kasih karunia Tuhan bagi orang itu untuk bisa menerima kebenaran Injil Kristus dalam hidup mereka.
Tetapi, realitanya adalah bagaimana? Ketika kita memberitakan Injil kita dianggap sebagai orang yang memaksa, ketika kita menyatakan kebenaran Kristus kita dianggap mau menang sendiri. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sebabnya kenapa? Itu adalah ciri khas atau tanda dari orang berdosa. Kita jangan berpikir kita sudah memberikan suatu argumentasi yang benar di hadapan mereka, satu argumentasi yang kokoh, yang tidak terbantahkan sama sekali, maka orang bisa membuka pikirannya dan hatinya, otomatis menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
Realita yang Kitab Suci selalunyatakan adalah orang yang tidak mendapatkan kasih karunia Allah dalam hidup mereka, itu adalah orang-orang yang dari tanggung jawab dirinya sendiri akan mengeraskan hatinya untuk melawan Tuhan dan menolak Injil, walaupun semua kebenaran yang dipaparkan di hadapan mereka itu adalah satu kebenaran yang tidak bisa dibantah sama sekali, tetapi mereka tetap akan mengeraskan hati, melawan kebenaran itu, dan bahkan berusaha untuk menyingkirkan orang yang memberitakan kebenaran itu di hadapan mereka. Makanya nabi-nabi Tuhan, yang Tuhan utus kepada Israel, dibunuh. Oleh siapa? Oleh orang Israel sendiri, oleh bapa leluhur daripada pemimpin agama sejaman dengan Stefanus ini. Pada waktu para rasul memberitakan Injil, apa yang terjadi? Mereka ditolak, mereka dianiaya, dan bahkan ada yang dibunuh karena berita Injil yang mereka kabarkan itu, termasuk salah satunya adalah Stefanus.
Jadi sebabnya adalah karena mereka sudah berdosa, dan dosa di dalam hati mereka itu akan membuat mereka mengeraskan diri terhadap kebenaran Kristus dan kasih Allah di dalam Kristus dalam hidup mereka. Dan Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sampai kapan? Sampai berapa lama hal ini akan terjadi di dalam hidup orang-orang ini? Alkitab menyatakan kalau hal itu bukan hanya ketika mereka hidup di dalam dunia ini saja, tetapi mereka juga akan teruskan kekesalan hati mereka, kebencian mereka, kemarahan mereka, sampai ketika mereka ada di bawah penghakiman dari Tuhan Allah di dalam kekekalan.
Kita sering kali mendengar bahwa orang yang sudah mati itu ada kesempatan, sepertinya untuk bisa beralih posisi dari hukuman menjadi keselamatan. Ada yang namanya api penyucian mungkin, ada yang namanya neraka yang tidak kekal, tetapi ada orang-orang yang ditentukan untuk dihukum satu batas waktu tertentu dalam hidup mereka, tidak tahu berapa puluh tahun, atau berapa ratus tahun mungkin, seperti itu, tetapi tetap akhirnya mereka tidak akan ada di dalam neraka seterusnya, tetapi mereka bisa pindah ke dalam satu kehidupan kekal, atau di dalam sorga.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam neraka tidak ada pertobatan, di dalam neraka tidak ada cinta kasih, yang ada di dalam kehidupan orang-orang itu.Tetapi yang ada di dalam neraka kelihatannya adalah satu kehidupan yang terus mempertanyakan atau menolak kasih Tuhan di dalam diri mereka, dan akhirnya mereka makin lama makin benci, makin lama makin marah kepada Tuhan di dalam kondisi mereka dihukum itu.
Kita bisa lihat itu di dalam Wahyu pasal yang ke-11, ini bicara berkenaan dengan penghakiman yang Tuhan berikan, sepertinya ada di dalam dunia, tetapi juga Bapak, Ibu, Saudara bisa lihat ternyata orang-orang yang menolak kasih karunia Tuhan dan anugerah di dalam Tuhan itu tidak pernah sadar akan dosa mereka, tetapi yang justru adalah menimbulkan kemarahan yang makin besar dan makin besar dalam hidup mereka. Kalau Saudara lihat di dalam Wahyu 11:15, di situ dikatakan “Lalu malaikat yang ketujuh meniup sangkakalanya, dan terdengarlah suara-suaranyaring di dalam sorga, katanya: ”Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.” Dan kedua puluh empat tua-tua, yang duduk di hadapan Allah di atas takhta mereka, tersungkur dan menyembah Allah, sambil berkata: “Kami mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan.””
Ini bicara tentang apa? Tentang kondisi orang-orang yang sudah meninggal, yang ada di hadapan Allah, yang ada di sorga, mereka tidak tidur, mereka sadar, seperti itu, dan mereka menyembah Tuhan, mereka berkata, “Kami mengucap syukur kepada-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, yang ada dan yang sudah ada, karena Engkau telah memangku kuasa-Mu yang besar dan telah mulai memerintah sebagai raja,” lalu ayat yang ke-18, “dan semua bangsa telah marah, tetapi amarah-Mu telah datang dan saat bagi orang-orang mati untuk dihakimi dan untuk memberi upah kepada hamba-hamba-Mu, nabi-nabi dan orang-orang kudus dan kepada mereka yang takut akan nama-Mu, kepada orang-orang kecil dan orang-orang besar dan untuk membinasakan barangsiapa yang membinasakan bumi.””
Jadi pada waktu Tuhan menegakkan penghakiman-Nya kepada orang berdosa, dari sisi kelompok orang yang percaya, orang pilihan, anak-anak Tuhan yang sungguh-sungguh taat kepada Tuhan, yang menundukkan diri kepada Allah dalam Kristus, mereka akan bersyukur pada Allah, kepada keadilan Allah, kemahakuasaan Allah, dan sungguh-sungguh meninggikan Allah dalam hidup mereka. Tetapi mereka yang menolak Allah dalam Kristus, bertobat tidak? Penulis Wahyu berkata tidak bertobat. Sadar tidak akan dosa mereka? Yohanes berkata tidak sadar. Lalu mereka hidup bagaimana? Hidup di dalam kemarahan, hidup di dalam kebencian, hidup dalam kesadaran yang tidak membutuhkan Kristus dan keselamatan di dalam Kristus. Itu sebabnya di dalam neraka tidak mungkin ada pertobatan, itu sebabnya di dalam neraka tidak mungkin ada batas waktu penghukuman yang ada, itu sebabnya di dalam neraka yang ada adalah makin orang ada di dalam situ, makin orang akan hidup di dalam satu kehidupan yang jauh dari Tuhan dan bukan makin dekat dalam Tuhan.
Kalau Bapak, Ibu, baca di dalam Injil, di situ ada kalimat-kalimat yang berbicara berkenaan orang-orang yang ada di dalam neraka itu akan ada kertak gigi, geram seperti itu. Gambar dari geram. Yang seringkali dikaitkan dengan ayat 54, ketika Stefanus berbicara di hadapan pemimpin agama itu yang kemudian membuat mereka tertusuk hatinya akan pemberitaan itu, itu membuat mereka menggertakkan giginya yang menandakan suatu kemarahan yang sangat hebat yang ada di dalam diri mereka, hati mereka, akibat dari tindakan Stefanus yang menuduh mereka telah berdosa di hadapan Allah, yang terus menerus tidak mau menaati Roh Kudus dalam hidup mereka, dan mendukakan Allah atau Roh Kudus dalam hidup mereka, itu meledak di dalam kebencian dan kemarahan yang dikaitkan dengan orang-orang yang ada di dalam neraka yang menggertakkan giginya sebagai suatu tanda kebencian dan kemarahan yang ada dalam hidup mereka ketika mereka ada di dalam hukuman itu.
Jadi natur dari orang yang berdosa bukanlah kesadaran akan kebenaran dan kasih Allah di dalam Kristus dan membawa ke dalam pertobatan. Kalau dia bisa bertobat itu karena kasih karunia yang Tuhan berikan bagi diri dia. Natur orang yang berdosa adalah menolak kebenaran Tuhan dan menolak Allah tetapi juga menolak orang-orang yang mengidentikkan dirinya atau diidentifikasi sebagai anak-anak Allah atau orang-orang yang merupakan milik Kristus di dalam dunia ini.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu sebabnya di dalam pengajaran Kristen, ketika seseorang telah meninggal, kita katakan tidak ada lagi kesempatan seseorang itu untuk bisa bertobat dan perlu didoakan. Ibrani 9 berkata manusia hidup satu kali setelah itu dihakimi. Itu berarti dia sudah menjadi orang yang final, satu keputusan sudah dijatuhkan di dalam hidupnya dan tidak ada kesempatan kedua lagi untuk bisa memperbaiki hidup dia dan kelakuan dia, dan pertobatan yang dari dosa-dosanya kepada Allah di dalam Kristus. Kesempatan itu ketika kita hidup dalam dunia, setelah itu tidak ada. Tetapi pertanyaannya adalah kapan kita mau bertobat? Apakah itu adalah suatu kesempatan yang panjang atau sebenarnya singkat? Nggak ada yang tahu. Yang kita perlukan adalah ketika kita dengar Injil, kebenaran, jangan keraskan hati dan menerima kebenaran itu.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Stefanus ketika mendengar pemberitaan kebenaran itu, yang terjadi adalah kertakan gigi dan kemarahan kepada orang-orang itu. Lalu respon Stefanus sendiri bagaimana ketika hal itu terjadi? Di sini dikatakan pada waktu mereka marah, pada waktu mereka menyatakan kebencian mereka kepada diri Stefanus, hal yang bertolak belakang sekali itu terjadi pada diri Stefanus. Yang satu adalah orang yang begitu membenci kebenaran dan ingin Stefanus mati, tetapi Stefanus yang dituduh itu telah mengkhianati Tuhan, menghujat Allah, tetapi sebenarnya tidak menghujat Allah, dikatakan ada di dalam kondisi yang berbeda dengan orang-orang ini. Dia adalah orang yang dikatakan, “Penuh dengan Roh Kudus,” lalu kemudian dia kemudian, “menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.”
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu Stefanus melihat orang-orang yang ada di depan dia semua bukan ada di pihak diri dia, dan dia hanya seorang diri berdiri di hadapan orang yang seperti singa yang ingin menerkam dia, membinasakan dia, memakan dia, mencabik-cabik diri dia, apa yang dia lakukan? Alkitab berkata bahwa dia dipimpin oleh Roh Kudus. Dan di sini kata yang digunakan adalah being filled. Being filled itu dalam pengertian selalu dipenuhi oleh Roh Kudus yang bukan kadang-kadang dipenuhi, kdang-kadang tidak dipenuhi. Dan kalau kita perhatikan berapa lama Stefanus ini dipenuhi oleh Roh Kudus? Kelihatannya sejak dari dia menjadi Kristen di dalam Kisah Rasul 6, terpilihnya menjadi seorang pemimpin yang melayani orang-orang Yahudi berbahasa Yunani, sampai dia mati, dia adalah orang yang selalu dipenuhi oleh Roh Kudus dalam kehidupannya.
Dan pada waktu dia dipimpin dan dipenuhi Roh Kudus, melihat situasi di mana tidak ada orang yang bisa menolong diri dia, apa yang dia lakukan? Kalau Bapak, Ibu, komparasi dengan kehidupan kita, mungkin kita bisa lihat ada hal yang luar biasa sekali yang dilakukan oleh Stefanus. Kalau kita biasanya akan melihat ke bawah. Ketika kita ada di dalam kondisi yang berbahaya, kita bukannya melihat ke atas tapi makin melihat ke bahaya yang ada di hadapan kita. Mata kita bukannya dialihkan daripada keadaan yang tidak mendukung sama sekali itu tapi justru makin fokus, makin lihat, makin pikirkan, dan ketika kita makin fokus, makin lihat, makin pikirkan itu, makin menambah kekuatiran dan ketakutan yang makin besar dalam hidup kita. Tetapi pelajaran yang Stefanus katakan, ketika Roh Kudus memimpin hidup dia, dia ada di dalam kepenuhan itu senantiasa. Dan ketika ada bahaya di depan mata dia, respon yang dia lakukan adalah bukan makin fokus pada bahaya dan ancaman yang ada di depan matanya, tapi justru melihat ke atas. Lihat kepada atas, lihat kepada kemuliaan Allah, dan melihat kepada Kristus. Ada yang berkata Stefanus melihat ke atas untuk mencari di mana Kristus berada.
Dan memang tidak semua orang Kristen yang ada di dalam bahaya hidupnya, yang martir bagi Tuhan diberi anugerah untuk melihat kepada Kristus dan kemuliaan Allah, tetapi di bagian ini Stefanus dikatakan melihat pada Kristus dan Tuhan memperlihatkan diri-Nya dan kemuliaan atau Allah memperlihatkan kemuliaan-Nya pada diri Stefanus itu. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di sisi lain saya juga percaya orang yang sungguh-sungguh hidup bagi Tuhan, yang tidak mengkompromikan iman, ketika dia ada di ujung tanduk untuk bertanggungjawab untuk menyatakan iman dia di hadapan orang-orang yang tidak percaya, maka Roh Kudus akan memberikan kepada dia karunia lebih daripada orang Kristen biasa, sehingga dia ketika menghadapi bahaya itu, dia tidak lagi memikirkan akan bahaya itu, dia tidak lagi memikirkan akan sakitnya akibat dari penindasan dan penganiayaan yang orang lain lakukan, tetapi dia melihat bahwa kemuliaan Allah yang ada dan diri dia yang akan ada bersama Allah dan Kristus itu jauh lebih indah daripada semua bahaya ancaman dan penderitaan yang ada di dalam dunia ini. Ini rahasia, ini kunci.
Walaupun kita mungkin ketika lihat ke atas cuma ada awan-awan di langit, tetapi maksud lihat ke atas itu bukan cuma lihat pada awan-awan di langit, tetapi lihatlah pada Tuhan, lihatlah kepada Kristus, lihatlah kepada karakter Dia, lihatlah kepada kuasa Dia, lihatlah kepada kebaikan Dia, lihatlah kepada kebenaran yang Dia ajarkan kepada kita di dalam Kitab Suci, lihatlah kepada kedaulatan Dia yang Alkitab nyatakan dalam hidup kita. Pada waktu kita melihat pada semua itu, saya yakin kita akan memiliki satu kekuatan untuk menghadapi situasi yang tidak menentu dalam hidup kita, termasuk dalam kondisi pandemi ini.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya bersyukur sekali ketika kita mengikuti kemarin di dalam seminar khusus itu, Pdt. Ivan ada berkata pada waktu kita mengalami satu keadaan yang mungkin menderita, sakit, atau pencobaan dalam hidup kita, atau ditinggal mati oleh orang yang kita kasihi, waktu itu apa yang kita lakukan? Apakah kita terus mencari siapa yang salah dalam hidup kita yang mengakibatkan itu? Apakah kita akan terus menyalahkan diri kita karena apa yang terjadi itu? Atau kita akan melihat Tuhan ingin memakai kita untuk mempermuliakan nama Dia melalui penderitaan yang kita alami saat ini, dan apa yang kita bisa lakukan untuk mempermuliakan nama Tuhan dalam hidup kita? Tetapi semua itu baru bisa terjadi kalau kita melihat pada Kristus, melihat pada Tuhan.
Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, seorang yang dipenuhi oleh Roh Kudus dalam hidup dia, ketika mengalami pencobaan, saya percaya dia akan belajar seperti Stefanus lakukan, yaitu melihat pada kemuliaan Tuhan dalam hidup dia. Dan di dalam Surat Petrus dikatakan oleh Petrus, justru kita harus bersyukur pada Tuhan kalau diizinkan masuk di dalam penderitaan. Kalau kita mau pakai kata Yakobus, justru kita harus menganggap kebahagiaan kalau kita jatuh dalam berbagai-bagai pencobaan dalam hidup kita. Justru kalau kita mau pakai Paulus, dia berkata aku bersyukur karena di dalam kelemahanku ini aku bisa melihat kasih karunia Tuhan yang melimpah di dalam hidupku.
Ini orang-orang rohani aneh-aneh pikirannya ya, kayak penyakit kayak gitu. Kita harusnya punya keinginan bebas dari penderitaan, bebas dari kesulitan, bebas dari segala bahaya, yang kita perlu lakukan adalah menghindarkan diri, kalau bisa hidup di dalam kenikmatan, kebaikan, dan kesenangan selalu di dalam dunia ini, tetapi kenapa justru Paulus, Petrus, Yakobus berkata ketika penderitaan tiba kita bisa bersyukur? Kenapa kita harusnya bersukacita? Karena di situlah kesempatan kita melihat pada kemuliaan Kristus dan menyatakan kasih karunia Tuhan secara limpah dalam hidup kita. Kebaikan Tuhan di dalam kehidupan kita. Atau istilah lainnya adalah kesempatan untuk bersaksi bagi nama Tuhan, bukan menyalahkan, bukan mencari kambing hitam, bukan menyalahkan diri, bukan terus melihat ke belakang, tetapi iman membuat kita melihat ke depan akan rencana Tuhan yang harus kita jalankan dan kesaksian hidup yang Tuhan ingin kita nyatakan dalam hidup kita.
Dan kita teruskan, pada waktu Stefanus melihat ke atas, dia, “Melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu dia melihat itu, apa yang terjadi? Menariknya adalah dia bukan diam ya tetapi dia berkata. Dan pada waktu dia berkata tentang apa yang dia lihat ini, kira-kira bentuknya seperti apa ya? Suasananya, emosinya seperti apa ya pada waktu itu? Coba bayangin ya kita ada di depan orang-orang yang begitu ingin menghabisi diri kita, kita sudah terjatuh di tanah, nggak bisa buat apa-apa, nggak mungkin bisa melarikan diri, semua orang sudah pegang batu seperti itu, ada yang besar yang pasti paling kecil itu juga bisa membunuh diri kita. Pada waktu itu kita mungkin sudah sebelumnya dipukul dan segala macam. Kita tidak berdaya di situ lalu pada waktu itu adalah kita melihat kondisi seperti itu, kira-kira kita diam, kita berteriak apa? Atau kita memohon apa dalam hidup kita? Mungkin kita akan ngomong, “Saya tidak bersalah! Lepaskan saya! Ampuni saya!” mungkin seperti itu.
Tapi menariknya adalah kalau kita komparasi dengan kehidupan dari orang-orang martir sebelumnya, nggak ada orang yang berteriak seperti ini lho. Nggak ada orang yang minta pengampunan lho, nggak ada orang yang kemudian menyangkali imannya atau nggak ada orang yang kemudian mati dengan suatu kebencian dalam hidup dia, biasanya mereka mati dengan mungkin pujian kepada Tuhan di tengah-tengah kobaran api yang menerpa diri dia, tetapi di saat ini ketika Stefanus ada di dalam keadaan itu, ia melihat kemuliaan Tuhan dan langit terbuka. Ada yang berkata dia bukan diam bukan hanya berbicara atau menggumam seperti itu, tetapi dia berteriak kepada orang banyak itu, “Lihat! Di situ kemuliaan Allah. Langit terbuka di hadapan. Ada Kristus yang berdiri di samping Allah yang mulia itu!” Itu menjadi suatu berita yang dia kabarkan kepada semua orang yang ada di sekitar itu.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini mau bicara apa ya? Saya percaya satu hal, hal ini menyatakan kalau ketika Kristus melihat ada anak-anak-Nya yang mau mati bagi diri Dia, Dia akan menyambut anak-anak-Nya itu dengan berdiri, bukan duduk, tetapi berdiri yang menyatakan mungkin penerimaan dan kalau pakai istilah Pak Tong, hormat yang Tuhan berikan bagi orang-orang yang rela mati bagi diri Dia.
Tetapi, di sisi lain juga ketika Stefanus berkata seperti ini, ini menjadi suatu penggenapan kebenaran yang sebelumnya Tuhan Yesus pernah katakan. Kalau Saudara ingat pada waktu Tuhan Yesus ada di hadapan Mahkamah Agama Sanhedrin sebelum Dia disalibkan, apa yang Sanhedrin itu minta Dia katakan? Apakah mereka bisa menemukan akan dosa yang Yesus lakukan? Alkitab berkata, mereka walaupun menyuruh saksi-saksi mata untuk berbicara berkenaan dengan kejahatan Yesus, mereka tidak bisa menemukan kejahatan Yesus dan membuktikan kalau Yesus adalah seorang yang seperti dituduhkan oleh mereka. Karena Yesus Kristus tidak berdosa, Yesus tidak bersalah, Dia sepenuhnya benar. Sampai akhirnya ketika Imam Besar melihat keadaan yang tidak mendukung itu, bohwat nggak bisa lakukan apa-apa, akhirnya dia tanya, “Katakan kepada kami apakah engkau Mesias itu?” Yesus berkata apa di dalam Markus? Ia berkata, “Akulah Dia dan kamu akan melihat kalau Anak Manusia akan duduk di sebelah kanan Allah Bapa dan Dia akan datang dengan di awan.” Mengutip dari Daniel.
Dan itu yang membuat imam-imam itu kemudian menjatuhkan hukuman mati bagi Yesus Kristus atau penyaliban. Tetapi kalimat itu ada bukti tidak? Yesus cuma ngomong, Yesus cuma mengatakan sesuatu yang mereka tidak pernah lihat kebenarannya. Sampai kapan? Sampai Kisah pasal 7 ketika Stefanus mau mati, ketika dia melihat ke atas, dia melihat Kristus ada di sebelah kanan Allah Bapa. Dan bayangkan orang yang ada di depan Stefanus itu adalah para pemimpin yang menghakimi Yesus Kristus dan mematikan Yesus Kristus mendengar itu, saya percaya itu menjadi suatu, apa itu, mungkin halilintar yang menggelegar di telinga mereka yang menyatakan gila ya ini orang dulu kita pernah menghakimi, membunuh orang yang ia percayai karena mengatakan hal yang sama, sekarang dia berkata seperti itu juga bahwa orang yang dibunuh itu sekarang duduk di sebelah kanan Allah Bapa persis seperti yang dia katakan sebelumnya, Yesus katakan sebelumnya.
Akibatnya apa? Ini sekali lagi membuktikan ya, bukan pertobatan, tetapi kebencian dan kemarahan yang makin besar kepada Stefanus. Istilah mereka langsung menutup telinganya, artinya mereka tidak mau dengar lagi segala hal berkenaan dengan Kristus dan mereka kemudian menyerbu dia, istilah menyerbu itu mereka seperti gerombolan yang langsung ingin menelan dari Stefanus dan melempari dia dengan batu sampai mati.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, dan ketika itu terjadi di situ ada seorang yang bernama Paulus muncul pertama kalinya, Saulus. Dan di situ dia menjadi seorang yang menjaga jubah-jubah mereka yang dilepas dan ditaruh di kaki Saulus itu. Ini membuat ditafsirkan kelihatannya yang menjadi lawan utama Stefanus di sidang agama itu adalah Saulus, yang menjadi orang yang berdebat dengan Stefanus dan berusaha untuk mengalahkan Stefanus di dalam argumentasi Kitab Suci itu adalah Saulus. Tapi dia tidak bisa, dan dia menjadi pemimpinnya. Lalu pada waktu dia melihat segala kemungkinan nggak ada, di situ dia setuju orang-orang banyak itu untuk membunuh Stefanus pada hari itu. Tetapi Stefanus yang dirajam mati, apa yang dia nyatakan lagi? Hal yang sangat kontras sekali dengan kelompok orang yang begitu membenci kebenaran itu, dan yang dia nyatakan adalah satu kasih kepada orang yang berbuat jahat kepada diri dia.
Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Stefanus berkata, “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” Tetapi setelah itu dia berkata, “”Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada kasih yang dinyatakan. Bukan kebencian dan bukan kemarahan kepada orang yang membunuh dia dan menyakiti diri dia. Apa sebab? Saya percaya ini adalah ciri orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus dalam hidup mereka. Tetapi di sisi lain kalau Bapak, Ibu perhatikan orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus itu adalah orang yang kehidupannya seperti apa? Seperti Kristus. Baik dari perkataan dia, baik dari cinta kasih yang dianyatakan dalam hidup dia. Itu yang dinyatakan oleh Stefanus dan saya percaya ini menjadi suatu hal yang membuat Stefanus itu menjadi orang yang begitu agung sekali di dalam kehidupannya. Makanya para pemimpin dari gereja itu tidak salah memilih dia untuk menjadi pemimpin mungkin, bisa dikatakan pemimpin dari 7 orang yang merupakan pelayan gereja kepada orang-orang bukan Yahudi atau Yahudi yang berbicara Bahasa Yunani dan sampai mati dia menyatakan karakter seorang yang begitu serupa dengan Kristus.
Kalau kita tanya, adakah keserupaan kita dengan Kristus? Mungkin terlalu jauh, tapi mungkin kita mau tanya, adakah keserupaan kita dengan Stefanus? Kenapa saya tanyakan ini? Karena kalau kita berkata adakah keserupaan kita dengan Kristus? Kayaknya itu menjadi sesuatu impian yang nggak mungkin, seolah-olah itu nggak mungkin. Terlalu jauh, terlalu kudus, seperti itu. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, realitanya adalah ada orang-orang di dalam Kitab Suci yang seperti itu loh, yang memiliki satu karakter yang seperti Kristus. Di sini kita bisa lihat Stefanus, di Perjanjian Baru surat-surat Paulus kita bisa lihat Paulus menjadikan dirinya seperti Kristus dalam hidup dia dan meminta orang untuk meneladani hidup dia. Kita bagaimana? Mau nggak kita menjadi orang yang diepnuhi oleh Roh Kudus? Mau nggak kita menjadi seorang yang meneladani Stefanus dan Paulus di dalam hidupnya? Mau tidak kita menjadi seorang yang juga menjadikan hidup kita teladan bagi orang-orang yang melihat diri kita?
Saya kira ini adalah suatu hal yang indah sekali kalau gereja bisa memiliki prinsip ini, gereja bisa menyatakan suatu kehidupan yang meneladani Kristus dan masing-masing orang boleh menjadi teladan satu dengan yang lain di dalam relasi yang ada di dalam gereja. Ini menjadi suatu daya tarik yang besar bagi orang-orang untuk bisa datang kepada Kristus.
Stefanus di sini mati bagi Nama Tuhan. Hidupnya total diberikan bagi Tuhan, mulai dari pertama dia percaya sampai dia mati. Itulah keagungan dari pada Stefanus ini. Dan kita akan lihat setelah peristiwa ini bahwa gereja kemudian atau orang-orang kemudian, Kristen kemudian mengalami aniaya dan mulai tersebar ke berbagai penjuru melalui akibat ini. Tapi saya percaya ini bukan sesuatu yang merupakan dosa Stefanus tetapi ini merupakan rencana Tuhan melalui Stefanus untuk membuat gereja tersebar tetapi juga melalui Stefanus memanggil Paulus untuk menjadi atau mempersiapkan Paulus untuk menjadi satu pelayan Tuhan yang luar biasa nantinya di dalam kehidupan gereja di kemudian harinya. Kiranya Tuhan boleh berkati kita melalui firman Tuhan pada hari ini ya. Mari kita berdoa.
Kami berdoa bersyukur, Bapa untuk anugerah-Mu, untuk suatu kehidupan teladan dari Stefanus yang boleh Engkau nyatakan bagi kami pada hari ini. Seorang yang begitu mengasihi Kristus, seorang yang begitu dipenuhi oleh Roh Kudus di dalam hatinya dan kehidupan dia sehingga yang ada di dalam hidupnya adalah bagaimana Kristus boleh dimuliakan dan dinyatakan dan tidak ada hal lain yang lebih penting dari pada kemuliaan Kristus itu yang boleh dinyatakan dalam hidup dia. Kiranya Engkau boleh pimpin gereja-Mu ya Tuhan, kiranya Engkau boleh kesampingkan segala sesuatu dalam hati kami dan diri kami yang menghalangi Nama Tuhan boleh dimuliakan dan dinyatakan, dan kiranya Engkau boleh berikan kepada kami suatu kehidupan yang senantiasa penuh di dalam pimpinan Roh Kudus sehingga kehidupan kami boleh meneladani orang-orang kudus di dalam Kitab Suci karena mereka meneladani Kristus tetapi kehidupan kami pun layak untuk diteladani karena kami juga mencerminkan Kristus dalam hidup kami. Kami berdoa bersyukur untuk kasih karunia-Mu dan kiranya Engkau boleh pimpin. Dalam Nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.
Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah (KS)