Flp 4:1-3
Vik. Leonardo Chandra, M.Th.
Kembali kalau Bapak, Ibu masih mengingat apa yang saya bahas di dua minggu yang lalu di dalam bagian ini kita menemukan mungkin kalau sepintas kita membaca kita rasa cuma, “Oh seperti ini ya.” Tapi kalau kita kembali lihat teksnya secara lebih teliti dengan lebih seksama maka kita akan temukan apa yang saya sampaikan di dua minggu lalu bahwa adanya suatu konflik di jemaat Filipi itu sendiri. Dan saya pikir ini menjadi kalau kita coba menggali dan coba menelaah bahwa kenyataannya ada konflik dalam gereja dan bahkan jemaat seperti Filipi di sini, sehingga sebenarnya kalau kita mengerti konteks nuansa yang seperti itu sebenarnya kalau kita membaca surat ini ada semacam bagi saya itu suatu surprise mungkin ya, suatu kejutan mungkin ya, ya kalau kita tidak paham konteksnya kita mungkin akan kelewat gitu.
Kira-kira ya saya agak review sedikit apa yang saya sampaikan yang lalu, kalau kita melihat, “Oh mungkin dari sini saja,” kalau kita lihat track record-nya gitu ya, kalau saya mau bilang dalam bagian ini ‘track record-nya’ apa yang Paulus lakukan, apa yang dalam pelayanan Paulus, maka khususnya di dalam surat-suratnya, maka kita akan mengingat seperti yang saya sebut dua minggu lalu ya, misalnya seperti Surat Galatia yaitu ada suatu konflik yang terjadi dan ada suatu ada konflik di sana dan terutama masalah pengajaran dan Surat Paulus akhirnya dia mengirimkan suratnya ke sana dan itu ada surat menjadi suatu surat yang dengan terguran yang begitu keras dan segitu kerasnya bahkan mungkin kalau zaman sekarang ya saya kotbahkan situ kita mungkin, kalau saya kotbahkan itu ya, ngomong apa adanya semua isi surat ini kita akan mungkin akan pikir, “Wah ini Rasul Paulus ini kelewatan tegurnya, ini kok ndak ada sopan santunnya, ini ngomong keras sekali, bahkan ngomong terkutuklah ya ini sombong sekali gitu ya,” dan seterusnya. Kita kalau kembali lagi membaca Surat Galatia dan mencoba membayangkan kalau kita menjadi pendengar langsungnya kita akan pikir, “Oh ini tidak ada toleransi, ya ini hamba Tuhan yang mungkin sombong sekali gitu ya dan seterusnya.” Kita akan melihat ada surat itu Galatia ditulis dengan keras seperti itu nadanya. Dan tentu kita mengerti adanya itu terjadi karena memang adanya suatu penyimpangan secara teologis yang mendalam dan bahkan sampai Paulus mengatakan, “Kalau ada bahkan mailakat pun, sekalipun ada malaikat yang memberitakan Injil yang berbeda dari yang kami beritakan, terkutuklah dia!” Wah ini kalimat terlalu berani gitu ya. Mungkin kita bilang, “Wah ini kalimat ndak ada sopan santunnya atau apa gitu ya.” Tapi kalau kita lihat itulah kebenaran Firman yang dinyatakan melalui hamba-Nya Rasul Paulus.
Lalu kemudian kalau kita lebih maju lagi, karena memang Surat Galatia ada termasuk surat awal yang dituliskan Paulus, kalau kita lanjut lagi track record berikutnya, saya akan tentu meng-highlight beberapa saja, misalnya di surat Korintus, maka kita juga akan tentu temukan, “Wah Paulus ini akan tegur keras sekali ya.” Ada penyimpangan moral yang terjadi di jemaat Korintus dan Paulus menegur dengan keras sekali di dalam Surat Korintus. Dan karena itulah sebenarnya kalau kita membaca Surat Korintus kita harus menangkap dalam suatu konotasi yaitu menyindir. Dia itu menegur keras adanya praktek-praktek yang keliru yang dilakukan oleh jemaat di Korintus itu sendiri. Jadi itu memang surat polemik gitu ya, kalau kita bilang jadi kita ndak bisa sekedar baca, oh langsung tafsir begini, kita harus baca mengerti dalam kerangka keseluruhannya dan mengerti ada nuansa tegurannya dan ada sindirannya di sana ya. Saya ndak mengerti mengapa juga ya ada di dalam mungkin saudara teman kita di beberapa gereja tertentu gitu ya yang sangat menekan, “Oh ini sangat meng-highlight pentingnya tentang apa karunia Roh Kudus, ya tentang adanya bisa bahasa lidah,” dan seterusnya, tetapi kalau kurang menangkap itu ada konflik justru masalah bahasa lidah, kita kurang nangkep sebenarnya statement-statement Paulus itu tidak bisa dicuplik cuma satu dua ayat itu lalu kita bilang, “Tu berguna bahasa lidah, oh tu berguna bahasa roh,” dan seterusnya. Tapi ingat itu adalah suatu konteks konflik di sana sehingga ada nuansa nyindir dan ada nuansa teguran-teguran itu di sana dan ada ya kalimatnya itu yang kalau kita baca lebih teliti kita akan temukan sebenarnya dia ndak maksud mengarah kesana dan seterusnya gitu ya.
Kembali saya kembali ke sini kalau kita melihat track record dari sini ya, Galatia, lalu tentu ada juga surat-surat lainnya lalu ada Korintus dan sampai ke Filipi dan kita lihat ada konflik yang terjadi di jemaat Filipi maka kalau kita menangkap kira-kira track record gini ya dan kira-kira kebayang ya tabiat Paulus ya, karakter Paulus seperti apa, maka kita akan sangat surprised ketika surat Filipi ini dikirimkan adalah isinya dikenal sebagai surat sukacita. Nah itu yang saya bilang ada suatu surprise di sini, ada suatu kejutan gitu ya yang kalau kita tidak sangka gitu. Kira-kira mungkin misalnya, andaikata misalnya umpama ya contoh misalnya saya dan Vikaris Lukman gitu ya, misalnya saya ini gengnya Euodia gitu ya, saya ini kubunya Euodia, lalu pendukungnya Euodia, terus dukung dukung dukung kubunya Euodia. Lalu misalnya Vikaris Lukman ini pendukungnya grupnya Sintikhe gitu ya, lalu kita ini saling adu argumen dan seterusnya lalu muncul surat dari Paulus, ya kira-kira mungkin muncul surat sinode, nah kira-kira gitu ya, lalu kita membayangkan ini akan ngomong yang mana ini, grup Euodia atau grup Sintikhe? Maka kita akan semacam ada antisipasi sedemikian dan apalagi track record Paulus itu dia akan tegur keras seperti itu ya, maka kita akan pikir, “Oh dia akan tegur seperti apa ini?” Tapi ternyata setelah bahas punya bahas dari surat itu, lho kok nuansa suratnya lain ya? Bukan marah-marah bukan ngamuk-ngamuk tapi ada nuansa sukacita di situ. Kita mungkin heran gitu ya, ini Paulus apa kesambet atau apa gitu ya kelamaan di penjara gitu ya kok ngomong sukacita di sini, ini kita ada keributan di sini.
Tapi lanjut kemudian, nah sampai di bagian pasal 4 ini, yang mungkin kalau saya dari grup Euodia gitu ya kira-kira gitu ya, muncul teguran ya Euodia kunasihati, aduh saya ditegur di sini ya. Oh tapi mungkin cuma begini, coba lihat yang Sintikhe, eh juga dia ngomong sama. Sintikhe kunasihati supaya apa? Supaya sehati sepikir di dalam Tuhan. Di bagian sini mungkin ya, kalau kita membayangkan ini, saya sebagai pendukung Euodia wah kecewa kok tegurannya cuma begini? Dan mungkin juga Vikaris Lukman gitu sebagai pendukung Sintikhe akan rasa kok kenapa cuma begini? Ya dan di bagian sinilah kita lihat surat ini dipaparkan sedemikian dan bahkan ada nuansa sukacita di dalam Surat Paulus yang kita bisa pelajari di sini ya. Kembali lagi ya kalau kita mau mengerti konteksnya di sini, itu ada kebenaran Firman ya, mutiara iman yang kalau kita telusuri lebih dalam itu bisa menjadi saya percaya jadi makanan rohani bagi setiap kita dan menumbuhkan iman kita, mengerti bagaimana kita hidup di dalam bergereja di dalam pelayanan dan di dalam banyak hal. Ini ada suatu konflik lalu bagaimana Paulus menanggapi konflik ini menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk kita renungkan di sini. Dia menyatakan sebagai suatu surat sukacita.
Makanya kembali lagi kalau kita melihat di sini, kenapa ya Paulus mengatakan sukacita? Karena di bagian sini nanti kalau kita juga akan bahas lebih detail, ternyata mereka ini konflik adalah hal yang minor bukan hal yang mayor, ya. Ini yang kita bisa membedakan apa membedakan dengan misalnya, teguran Paulus yang keras di Surat Galatia. Kenapa? Karena kenyataannya memang penyimpangan yang dialami jemaat di Galatia itu bukan hal minor, bukan masalah metode pendekatan yang berbeda tetapi bicara penyimpangan teologis yang memang sangat serius ya. Singkatnya kalau mau dibilang bicara di dalam konteks Galatia itu bicara adalah keselamatan itu adalah kira-kira itu Injil plus sunat, kira-kira seperti itu. Jadi injil plus perbuatan baik, dan itu yang ditegur Paulus dengan tidak main-main. Injil plus tradisi kebiasaan orang yang ada mengatakan itu kepada orang Yudais gitu ya, orang-orang yang dengan latar belakang Yahudi yang menyatakan bahwa, “Oh kalau kamu mau diselamatkan, harus juga menjadi seperti Yahudi, harus disunat,” dan seterusnya. Dan praktek ini padahal kalau kita lihat background-nya itu tradisi sudah umum kira-kira seperti itu. Kira-kira mungkin sederhana dan kalau zaman sekarang kalau saya bilang, “Oh Bapak, Ibu kalau mau selamat itu kudu katekisasi dulu. Sudah dapat surat anggota nah baru kasih selamat.” Kira-kira mungkin begitu ya, karena ini tradisi kebiasaan katekisasi dan seterusnya. Nah kalau kita mengerti seperti itu mungkin kita rasa mungkin oh biasa gitu ya ini kan kebiasaan tapi, dan selain juga memang ada latar belakangnya di dalam tulisan lain di Perjanjian Lama, tapi Paulus tegur keras kenapa? Karena itu mengkompromikan kebenaran Injil itu sendiri karena itu bertentangan dengan doktrin yang utama dan karena itu Paulus tegur dengan keras sekali. Dan seperti yang sudah saya sampaikan dalam dua minggu lalu bayangkan ya padahal Paulus itu konteksnya bukan dalam penjara, keadaan nggak enak tapi dia tegur keras kenapa? Karena dia mengerti ini adalah hal yang serius. Ini adalah penyimpangan doktrin, ini mengarah ke bidat dan karena itulah dia tegur keras sekali dalam Surat Galatia. Lalu di surat Korintus juga memang ada penyimpangan juga secara beberapa faktor doktrinal, tapi yang terutama adalah di dalam Korintus itu ada kita mengerti ada penyimpangan moral di sana dan karena itulah Paulus tegur keras sekali di sana.
Tapi kemudian ketika kita lihat Filipi kok dia ndak tegur keras? Nah di sini saya melihat ada suatu bijaksana dari Paulus sendiri ya, dan tentu dalam pimpinan dari Roh Kudus untuk melihat bahwa perbedaannya ini bukan masalah doktrinal, bukan masalah kebenaran yang dikompromikan, juga bukan masalah jatuh dalam dosa-dosa moral seperti yang di dalam jemaat Korintus, tapi ini adalah bicara metode dan pendekatan berbeda, dan itu Paulus mendekatinya kalau saya bilang di sini dengan lebih ‘lembut’ gitu ya dengan lebih ‘lunak’ dengan lebih halus ketika menghadapi isu ini.
Dan bagian ini saya teringat ketika saya merenungkan bagian ini ya, saya teringat adalah apa yang disampaikan oleh Professor Peter Lillback ya, dia itu Rektor di Westminster di dalam salah satu kelasnya itu, actually dalam dua tiga kelasnya saya ikuti dia menyampaikan hal yang sama, dia bilang dalam pembahasan doktrinal, dia bilang, “Bagaimanapun kita perlu mengingat dalam kita punya iman itu ada levelnya, ada derajatnya, dan ada tingkat-tingkat kedalamannya yang memang berbeda, dan kemutlakannya juga berbeda.” Ya terserah kita mau kira-kira mengerti gimana urutannya gitu ya, yaitu dia bilang ini Peter Lillback mengatakan misal di dalam level pertama dia ngerti yang paling inti yang tidak boleh ditawar sama sekali itu berbicara ada Scripture. Alkitab. Iman kita itu memang ada level pembicara Alkitab itu ada bicara layer iman yang paling inti, paling dalam, dan tidak boleh dikompromikan sama sekali. Andaikata misalnya umpama besok-besok saya bilang, “Wah itu yang kita,” misalnya ya, “Kitab Nahum itu kitab apa sih Pak? Kita juga nggak terlalu paham ya, kitab kuno. Ah udahlah kita buang aja.” Misalnya ya. “Atau kitab Obaja kita buang aja, itu kitab kecil, nabi kecil kan kita juga ndak terlalu ngerti kan. Udahlah buang aja nggak ngaruh.” Oh kita akan mati-matian akan bela gitu. Kenapa? Karena itu Scripture. Itu adalah Alkitab, tidak boleh dikurangi sama sekali. Tidak boleh ditambahkan dikurangi karena namanya itu adalah layer inti. Kalau saya mau coret, saya nggak setuju satu bagian situ, itu saya buang, oh itu saya keluar dari Kekristenan lho. Ataupun mau satu perikop pun, satu ayat pun kalau kita bilang, “Oh ini saya ndak suka lah bagian ini,” misalnya Lukas bagian mana, “Ah saya nggak suka ah saya coret buang,” nggak bisa lho. Kenapa? Karena itu kita ndak bisa nego sama sekali. Itu bicara level kedalaman doktrin Alkitab yang kita mengerti paling mutlak ya Alkitab itu sendiri.
Lalu kemudian dia bilang level ke-2 itu bicara dogma ya. Dogma itu bicara sebenarnya pengertian yang doktrin dasar gitu ya kalau mau dibilang, atau ada yang juga pakai istilah itu lebih ekumenikal yaitu bicara mengenai Allah Tritunggal dan itu ya dwinatur Kristus. Jadi ini ada doktrin dasar yang menjadi patokan kira-kira ini masih ortodoks atau tidak ya. Kalaupun ada orang yang merasa Allah Tritunggal itu sudah lama ya, karangan orang Bapa Gereja kuno, sekarang zamannya baru gitu ya, ubah aja jadi empat tunggal, lima tunggal, atau nggak kadang-kadang jadi dua tunggal dan seterusnya apakah bisa? Ya nggak bisa, begitu kita keluar dari ini, itu keluar dari ortodoksi. Ya ini dia bilang pakai istilah gitu. Jadi ada layer-nya itu yang lebih ini, dogma ya, yang sebagaimana saya tidak ada waktu menjelaskan di sini itu ada penjelasannya di bagian situ. Tentu dogma ini berdasarkan juga pada Firman tapi dia menggambarkan ada layer yang lebih keduanya di situ ya.
Lalu nanti layer ke-3 lagi, lalu dia bilang dengan creeds atau confession ya, yaitu pengakuan iman ataupun ya creed itu sendiri, apostle creed ya Pengakuan Iman Rasuli. Lalu ada memang confession ya. Pengakuan iman ya seperti dalam Nicea lalu Konstantinopel dan seperti Pengakuan Iman Athanasius ataupun bagi kita orang Reformed itu seperti misalnya di dalam Katekismus Westminter, oh ya dan Pengakuan Iman Westminster dan yang lain. Di bagian itu ya itu layer-nya itu bagaimanapun juga tidak setara dengan Alkitab. Kembali lagi ini tidak setara dengan Alkitab tapi misalnya andaikata misalnya saya bilang, “Oh Bapak, Ibu itu Pengakuan Iman Westmisnter sudah usang ya, ndak laku, kita coret aja, saya bikin pengakuan iman baru. Berdasarkan apa? Pokoknya saya buat sendiri, ini saya buang totally semua.” Itu saya keluar dari Reformed. Itu ndak bisa sekedar ngomong coret sendiri gitu ya tapi bagaimana pun kita ngerti itu ada layer-nya yang lebih ke bawah. Bicara itu di dalam pengakuan iman, karena bagaimana ngertinya itu adalah misalnya, lalu nanti dia bilang lagi lapisan yang ke-4 itu apa? Yaitu bicara doktrin. Lho doktrin? Jadi memang di atas itu bukan doktrin? Doktrin juga tapi saya percaya ketika bicara doktrin itu bagaimana pun kita mengerti ada bagian-bagian doktrinal kita bisa berbeda satu sama lain. Misalnya saja bagaimana kita menjelaskan penciptaan misalnya, bagaimana menjelaskan 6 hari itu? Literal? Sekuensial? Atau ini non-literal dan seterusnya, itu kita bisa ada beda di sana ya. Tentu bukan berarti di dalam bagian ini bisa beda bisa apa saja tidak, tentu, tentu kita juga ngerti ada penjelasan penafsiran yang sangat ngawur dan keliru ya tapi kita ngerti ada bagian ini memang bisa beda juga di dalam layer empat ini. Kalau ketika kita bicara doktrin ada misalnya ketika kita ngomong kedaulatan Allah dan kebebasan manusia ini berjalan bersama-sama ya itu sesuai dengan Pengakuan Iman Westmister juga. Tapi misalnya kemudian setelah itu saya menjelaskan bagaiman relasi ini berdua terus berjalan tanpa meniadakan satu sama lainnya ya itu masuk ke doktrin. Itu masuk ke penjelasan saya dan itu bisa beda-beda sedikit dalam kita satu sama lain. Dan itu kita ngerti layer yang lebih ke bawah.
Lalu ada layer yang ke-5 yang dia sebut sebagai teaching ya yaitu cara pengajaran. Ya ini bisa bicara nanti bicara metode ya, pendekatan. Misalnya kalau kita bilang pendekatan penginjilan yang baik ada metode-metode tertentu yang tentu kita juga bisa pelajari sangat banyak gitu ya. Tapi juga ada bisa beda-beda sendiri. Ada misalnya seperti EE (Evangelism Explosion), ada misalnya 4 Hukum Rohani, ada berapa lagi metode-metode lain. Kita ngerti ada masing-masing kelebihan dan kekurangan masing-masing tapi kita ngerti level kemutlakannya tidak semutlak poin-poin sebelumnya. Dan nanti masih ada dia bilang level yang paling bawah itu opinion gitu ya, opini. Nyatanya kita bisa beda satu sama lain gitu. Apalagi nanti kalau misalnya ada pemilu gitu ya, mau pilih siapa jadi calon pemimpin dan seterusnya, kita bisa aja beda pandangan dan seterusnya, jadi dan di bagian sini saya mengertinya itu makin ke atas itu makin ke integral dan makin ke bawah itu makin differential gitu ya. Makin ke atas itu kita makin nyatu, makin kita ke atas kita ngerti ini ada titik temu kita dan ini kemutlakkannya harus kita pegang. Tapi ada layer yang memang lebih bawah, ketika kita ngerti memang beda. Memang ndak apa-apa beda itu. Dan memang Kekristenan dari awal justru merayakan adanya unitas dan diferensitas. Jadi adanya unitas kalau sebenarnya penekanan saya bilang dalam khotbah dua minggu lalu yaitu bicara adanya kesatuan tapi juga ada keragaman yang memang berbeda, keragaman yang tentu bukan oikumene asal apa saja boleh beragam gitu, tapi keragaman yang memang dari prinsip yang sama memang aplikasinya bisa ada beda. Dan ada opini-opini tertentu bisa berbeda, ada pendekatan-pendekatan tertentu yang bisa berbeda dan itu juga yang terjadi di bagian ini. Dan di bagian itulah Paulus mengerti ketika berbeda di sini itu tidak soal. Ini harusnya tidak menjadi isu untuk mereka memecah satu sama lain, meninggalkan Tuhan dan seterusnya, nggak. Kenapa di sini bicara masalah pendekatan gitu ya dan seterusnya.
Banyak commentary yang berusaha kembali lagi bergumul gitu ya ini sebenarnya isunya, keributannya apa sih gitu ya, tapi mereka akhirnya cuma bisa menyimpulkan satu hal yang sama yaitu ini adalah perbedaan yang minor atau setidaknya dianggap minor pada zaman itu. Dan di bagian inilah saya mengerti adalah kalau seperti penjelasan Peter Lillback ini sebenarnya bicara kerangka berpikir kita, bagaimana kita melihat titik perbedaan itu di titik mana, ya, dan sebenarnya ketika kita bisa lihat ada perbedaan tertentu yang itu memang bukan yang hal essensial dan ya sah-sah saja ketika kita berbeda satu sama lain bagian ini, iya kan? Saya hari ini saja bajunya beda dengan Vikaris Lukman, ya kan? Dasinya beda warna. Lalu apakah harus komplain ayo warna apa yang lebih bagus? Ya ndak perlu lah itu masalah opini, masalah selera gitu kan. Ndak harus menjadi patokan sampai segitu dan seterusnya. Ada bagian-bagian yang memang kita bisa beragam,bagian yang memang kita bisa berbeda, tapi memang ada bagian utama yang kita tidak bisa kompromi, yang tidak bisa digoyang, dan ketika kita lihat ada titik yang sama itu yang penting kita sama meski ada di bawahnya itu berbeda ya ndak apa-apa. Dalam kehidupan itu memang demikian.
Tapi sayangnya memang banyak sekali kadang di dalam perselisihan yang terjadi orang itu justru, kalau kita dalam kehidupan sehari-hari, orang ributnya mana sih? Level bawah. Banyak itu orang ributnya level bawah. Saya contoh saja dalam keluarga ya, dalam saya contoh di dalam berapa silahkan cek sendiri kalau dalam konseling-konseling keluarga sampai cerai, wuih ini Kristen lho, sama-sama Kristen. Terus cerai. Cerainya tentang apa sih? “Oh iya Pak, soalnya dia ini mulai tidak setuju Alkitab.” Jarang sekali lho. Kemungkinan sekali ya tapi jarang sekali lho. Atau mungkin, “Oh ya Pak, saya mulai cerai dengan dia kenapa? Dia mulai ajarannya bidat. Dia sudah meninggalkan ortodoksi.” Jarang lho. Ndak ada ketemu yang begitu mungkin ya. Atau, “Iya Pak saya rasa ini dia kok mulai saya terakhir lihat ini buku kita punya G.I. Will pengakuan iman Westminter dia coret poin 1,” gitu ya. “Bukan garisbawahi, dia coret dia bilang ndak setuju, ndak setuju. Jadi ini mulai ndak Reformed.” Ada yang kayak gitu? Mungkin ada ya tapi sedikit sekali. Biasanya orang keributan itu apa? Sama-sama Kristen, tapi ributnya itu sebenarnya urusan yang sebenarnya yang lebih di bawah, yang sebenarnya kembali lagi ya, kita kalau belajar lebih dewasa, kita harus mengakui memang ada perbedaan ini. Saya tidak menyatakan ini menjadi mudah segala sesuatunya gitu ya, tidak, memang ada kesulitan, kembali di dalam bagian ini dan itu juga dialami jemaat Filipi, tapi berapa banyak kita lihat perbedaan ini memang adalah hal-hal yang lumrah, yang tak terelakkan, dan memang Alkitab membuka bagian itu? Sebenarnya kalau kita, kembali lagi kalau dilihat di kitab lain, ya seperti misalnya di Surat Korintus itu sendiri ada bagian itu ya perdebatan tentang ini masalah makan apa yang boleh dimakan dan yang ndak boleh di makan, gitu ya. Dan tentang misalnya tanggal juga. Lalu Paulus itu ada mengatakan, ada sebagian orang melihat ada makanan tertentu yang boleh dimakan, tapi ada sebagian orang lain, “Oh semua makanan boleh dimakan karena semuanya juga ciptaan Tuhan”. Tapi either way, yang mana pun, itu adalah mereka lakukan bagi Tuhan dan bagi Paulus, ya ndak apa-apa. Kembali lagi bagian ini ya, mungkin kalau kita lihat bagian ini “Oh, yang benar yang mana sih, yang boleh dimakan yang mana?” Terus mengenai tanggal, “Tanggalnya itu yang benar yang mana?” Tapi ada bagian itu yang kita ngerti secara posisi teologis itu bisa Paulus bersikap adiafora gitu ya, either way, mau A, mau B ya ndak apa-apa gitu. Meski ini memang membicarakan konflik, gitu ya, tapi dia melihat ini bukan hal yang esensial, dan memang diserahkan kembali ke pilihan masing-masing di dalam bagian itu.
Dan ada bagian, kembali lagi ya, mungkin kalau kita baca juga bagian itu kita akan pikir, “Oh ini isu serius sekali dalam perdebatan ini.” Tapi Paulus mengatakan ini bukan hal tidak mengkompromikan kebenaran utama ya karena itu tidak apa-apa. Dan memang kita bisa berbeda dan menerima perbedaan-perbedaan itu dan inilah juga yang di-highlight di dalam bagian ini. Dan ini harusnya kita melihat seperti bagian ini dan Paulus bisa ngomong sukacita kenapa? Ini yang menarik kalau kita renungkan kok dia tetap bisa sukacita? Di bagian ini kalau di dalam commentary ada yang menyatakan seperti dari Gordon Fee, dia mengatakan ada bicara dia sukacita yang didasarkan apa? Ada yang di past, ada yang di masa lampau, yaitu dia menyebut jemaat ini, adalah jemaat Filipi ini adalah ‘saudara-saudaraku yang kukasihi dan kurindukan.’ Ini bicara, ini bicara past ya, teks Indonesia kurang clear gitu ya, tapi sebenarnya dalam tenses-nya dalam gramatikanya itu menunjukkan kalimat masa lampau. Ini mau menyatakan apa dasar sukacitanya Paulus adalah dia menyatakan ada kedekatan relasi Paulus dengan mereka. Nah mungkin kita pikir, “Oh ya biasa,” gitu ya. Paulus itu mengasihi mereka, dan merindukan mereka, “Oh ini biasa karena kedekatan relasi”. Tapi saya pikir menarik ya, kadang-kadang ketika konflik, itu kita melihatnya itu parsial sekali yaitu kita lupa, kira-kira ya, kita lihatnya konflik sekarang, kita lupa yang lalu itu seperti apa. Dan kadang-kadang memang di dalam banyak masalah itu kita terjebak atau oversaturated ya, atau feeling occupied dengan masalah itu dan misalnya dalam relasi dalam banyak hal sehingga kita melihat cuma di satu sisinya aja. Cuma melihat ini buruk, ini buruk, ini buruk tapi tidak melihat dulunya bahwa sebenarnya mereka itu sama-sama dekat dengan Paulus, dikasihi Paulus, dan dirindukan Paulus. Jadi kita harusnya bisa melihat lebih lengkap gitu ya, bukan cuma lihat parsial, cuma melihat kedudukannya, tapi melihat juga ada kebaikannya. Sebenarnya dalam sikap kita kalau dewasa dalam relasi satu sama lain gitu ya, ya mungkin kita ndak bisa sampai relasi dewasa sekali sampai dengan merata semua orang, tapi setidaknya kalau kita dalam relasi keluarga yang inti atau intim dalam kehidupan kita, sebenarnya ada kematangan di dalam relasi itu apa, yaitu bukan hanya melihat aspek buruknya, melihat ada aspek baiknya. Dan juga tentu bukan sebaliknya, cuma melihat baik-baiknya oh ini orang sudah jahat sekali gitu ya, digebukin tiap hari, “Oh ndak apa-apa, dia itu baik, dia baik”, ya ndak gitu juga ya. Kita bukan itu cuma parsial salah satu cuma lihat yang baiknya atau melihat buruknya. Melihat keseluruhannya dan apa artinya kita menjadi dewasa, ya melihat dua ini ada dalam kehidupan kita. Ada dalam kehidupan ini dan ada dalam relasi itu.
Dan menarik di bagian ini Paulus meng-highlight bahwa dia itu sama-sama, mereka itu jemaat yang dikasihi dan dirindukan Paulus. Paulus bukan cuma mengasihi Euodia juga bukan cuma mengasihi Sintikhe ataupun cuma merindukan salah satu nya, ndak, merindukan ke semuanya. Dan ini bicara ada relasi mereka yang sama dengan Paulus dan ini menjadi dasar sukacita Paulus. Meskipun ada perbedaan di dalam pendekatan yang terjadi dalam kehidupan mereka. Dan ini menjadi dasar yang pertama yang bicara past, masa lampau, dan ini menjadi dasar kita mengerti lagi dalam kehidupan ini ada aspek kasih, ya yang dari Rasul Paulus, yang tentu sudah disampaikan sebelumnya dalam surat-surat lain nya, di dalam khotbahnya juga.
Dan juga ada aspek lainnya yaitu melihat kepada future yaitu dia sebut juga ‘sukacitaku dan mahkotaku.’ Nah ini menarik ya, karena yang kukasihi, kurindukan, memakai aspek yang secara gramatikanya itu memakai bentuk masa lampau, tapi kemudian sukacitaku dan mahkotaku itu bicara bentuknya itu future, bentuknya itu masa depan, yaitu bagaimanapun Paulus melihat bahwa pelayanan dia di Filipi itu adalah menjadi sukacita dia dan menjadi mahkota dia. Yaitu meski dalam ada kesulitan dan ketegangan terjadi dalam jemaat, bagaimanapun ini adalah jemaat yang dipersiapkan dan menjadi mahkota pelayanannya Paulus, yaitu apa yang sudah dikerjakan, dan dia percaya, bahwa bagaimana pun Tuhan akan topang, pelihara gereja-Nya meski di tengah kesulitan, penganiayaan ya yang dihadapi, karena bagaimanapun kita ndak bisa lupa kondisi zaman itu bukan cuma masalah ada konflik internal tapi terutama itu kencang justru penganiyaan dari luar ya. Konflik eksternal itu tantangan dari luar itu jauh lebih tajam, tapi bagaimanapun Paulus mengarahkan melihat ada yang terjadi lampau, apa yang sudah Tuhan kerjakan, dan apa yang Tuhan sediakan di depan bagi orang percaya, yaitu mereka adalah sukacita-Nya dan mahkota-Nya.
Dan kembali bagian ini melihat meski di tengah ada kesulitan ini, dia tetap mengarahkan itu, ada memang konflik itu ada di present, gitu ya, di masa kini ya kan, tapi kemudian kita mengingat apa hal yang lain di lampau dan apa yang di depan yang masih Tuhan sediakan pada kita. Dan ketika kita melihat semuanya itu dan terang ini secara lebih lengkap dan lebih ada hopeful gitu ya, pengharapan ke depan, kita bisa di present ini, di masa sekarang itu, dengan berdiri teguh di dalam Tuhan. Nah inilah di dalam terjemahan yang lain dia pakai istilah sehati sepikir ya. Ya ini yaitu saling setuju dalam Tuhan ya. Atau yang sebenarnya Gordon Fee katakan itu, “To have the same mindset in the Lord,” untuk punya cara berpikir sama di dalam Tuhan. Yaitu, bagaimana dalam kehidupan ini, kita melihat yang penting kita ini sehati sepikir dan terutama itu di dalam Tuhannya. Nah ini menarik ya. Bagian ini Paulus tidak bilang, “Euodia kamu itu baikan dengan Sintikhe, kamu harus setuju dengan Sintikhe.” Itu kadang-kadang bisa dilakukan tapi kadang-kadang juga memang ndak bisa gitu ya. Kenapa ndak bisa? Ya mungkin memang beda cara pandang, beda background-nya, dan terutama ini adalah hal-hal yang minor. Tapi bagian hal ini kembali yang diajarkan di sini adalah yang penting saling setuju di dalam Tuhan dan punya mindset yang sama itu di dalam Tuhan, yaitu di dalam Tuhan kita Yesus Kristus, dan bagian inilah yang diingatkan Paulus kepada mereka. Di tengah kesulitannya ada berdiri teguh tetap di dalam semuanya ini karena yang diminta adalah yang penting kalian saling setuju dalam Tuhan, gitu ya, bukan cuma yang penting kalian baikan, ayo salam-salaman, peluk-pelukan, gitu ya, tapi nggak bisa karena ini lagi COVID gitu ya, harus physical distancing gitu ya, mungkin kalau hal itu konflik terjadi di zaman sekarang orang senang ya, saling ndak ketemu gitu ya, oh kenapa? Karena COVID gitu ya. Tapi kalau kita ada di sini, dia memberikan tawaran resolusi itu yang penting berdiri teguh itu di dalam Tuhan dan saling setuju itu di dalam Tuhan. Dan di bagian ini menjadi titik temunya, yang itu kembali ke poin saya di awal, yaitu ngomong di mana titik temu kita sebenarnya hal yang lebih utama yang esensial yaitu bagian iman kita, level paling pertama yaitu same Scripture. Bahwa Kitab yang sama, Alkitab yang sama, dan apalagi kita mengerti ajaran Ortodoks yang sama, dan apalagi di dalam banyak hal kita juga memiliki pengakuan iman yang sama, dan mungkin dalam banyak hal dalam kita relasi satu sama lain ada doktrin-doktrin yang sama kita pegang, tapi kemudian nanti dalam pendekatan teaching ada bisa beda, nanti opini itu bisa beda, dan seterusnya itu adalah hal yang lumrah. Bahkan pun ketika ada doktrin-doktrin tertentu yang berbeda, kita harus bisa mengakui ada perbedaannya itu yang tak terhindarkan karena memang kenyataannya Alkitab meski memberikan tuntutan final dalam kehidupan kita, dia tidak pernah menjadi suatu buku ensiklopedia. Kita jangan lupa Bapak, Ibu, Saudara sekalian bagian ini, Alkitab kenyataannya memang bukan ensiklopedia, dan dia ndak memberikan kita tuntutan itu langsung detail sekali semua sampai klausa-klausa nya gitu. Nggak ada. Dan karena itu memang ada dibuka, ada openness-nya gitu ya dalam satu bagian ini kalau saya bilang, ada openness-nya di dalam aplikasinya atau di dalam implikasinya dalam kehidupannya memang bisa berbeda dan it’s fine dan ndak apa-apa bagian ini. Dan bagian inilah Paulus kembali mengingatkan yang penting adalah berdiri teguh di dalam Tuhan itu. Bagian sini dia meng-address isunya itu bukan dengan mengatakan yang benar yang ini atau yang itu atau tapi yang penting mereka berdiri teguh di dalam Tuhan.
Tapi kemudian lebih lanjut lagi adalah dia memberikan nasihat kepada Euodia, kepada Sintikhe, supaya sehati sepikir dalam Tuhan, bahkan kuminta kepadamu juga, terjemahan Indonesia itu Sunsugos ya, Sunsugos ini sendiri saya ndak ngerti ya kenapa Indonesia menerjemahkan menjadi, kalau kaya gini kan berkesannya nama gitu ya, tapi dalam bahasa Yunaninya itu memang Sunsugos itu kita mengerti itu bukan nama tapi suatu sebutan ya, dan yang di dalam kalau kita misalnya lihat terjemahan ESV (English Standard Version) temukan sebagai true companion, sebagai rekanku yang sejati, kira-kira mungkin seperti itu. Makanya, Indonesia ini mungkin antara ambigu sih itu maka dia tulis Sunsugos, tambahin lagi temanku yang setia gitu ya. Dia kaya ini Sunsugos ini namakah, gitu, atau siapa gitu ya. Tapi kira-kira demikianlah terjemahan Indonesia. “Tolonglah mereka, karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens, dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.” Bagian ini menarik adalah karena ketika ada suatu perbedaan di sini, ada suatu konflik terutama dalam pelayanan, dan kita ngerti dalam bagian ini bukan masalah cari champion-nya, pemenangnya siapa ya, grup Euodiakah, atau Sintikhe gitu ya, tapi mereka dalam kesulitan dan keterbatasan di dalam resource banyak hal gitu ya, sehingga memang kadang-kadang, kita ngerti konflik itu bisa terjadi adalah karena memang juga keterbatasan itu.
Di bagian ini bisa nangkep ya, kita itu kalau resource–nya banyak sekali, keuangan kita banyak, orangnya juga pasukannya banyak, oh split aja beda grup itu gampang. Tapi karena keterbatasan satu lain hal itu memang kadang bisa jadi tajam sekali. Kita akan pilih cara A atau cara B, yaitu memang bisa jadi tajam sekali karena memang keterbatasan yang ada. Tapi bagian ini menarik, dia dorong adalah untuk sama-sama berjuang dan bahkan untuk minta pertolongan dari true companion ini, yaitu rekan sepelayanan Paulus yang setia ini, ya atau yang sejati ya. Di dalam bagian ini berapa orang akan berkomentar kira-kira ini siapa gitu ya, kita ndak tau clear. Misalnya saja ada yang ngomong mungkin ini Lukas ya, seperti kalau dari F.F. Bruce mungkin ini kemungkinan adalah Lukas dalam commentary-nya, tapi ada juga yang bilang mungkin Silas atau mungkin yang lain. Tapi satu yang pasti, istilah Sunsugos ini atau teman yang, rekan yang setia ini, rekan yang sejati ini, ketika Paulus tuliskan, jemaat Filipi itu tahu, nah ini yang penting, yaitu ini sudah mentok sudah, coba dengar dari ada Sunsugos ini, dan di bagian ini saya pikir ini hal menarik ya karena bagian sini itu 2 orang ini yang sama-sama punya 2 partai kira-kira gitu ya, kira-kira, itu belajar mengakui, bahwa mereka itu membutuhkan, dan memang untuk belajar itu menerima pertolongan dari saudara seiman lainnya.
Nah di bagian ini juga menarik karena kalau Bapak, Ibu mengikutin ya pembahasan ini, ini kan kita akan bisa nangkap sense nya bisa agak bingung ya, kenapa kepalanya ini Euodia, Sintekhe, ini dua-dua adalah nama perempuan gitu ya, dan memang beberapa commentary akhirnya ngomong, mereka berkomentar bahwa memang ini ada 2 pemimpin di dalam gereja dan ada perempuan ya. Saya tidak akan masuk ke perdebatan lebih lanjut dan ada yang bilang oh bukan atau gimana atau apa gitu ya, tapi kita tidak bisa meminimalisir kenyataannya ada dua sosok yang besar di dalam jemaat Filipi yang diwakili oleh dua grup ini dan yah, makanya nanti implikas nya apakah kita bisa mengakui ada hamba Tuhan perempuan dan seterusnya, ya itu perdebatan di waktu yang lain lah ya. Tapi dua kelompok ini, dua orang yang besar, pemimpin yang besar, tapi diajak untuk melihat, mencari, dan untuk mereka menenangkan dirinya bahwa mereka sadar untuk mereka membutuhkan pertolongan dari saudara seiman lainnya, yaitu ya Sunsugos ini. Yang padahal kembali lagi Sunsugos itu padahal artinya adalah teman, rekan yang setia, kawanku yang sejati ini. Yaitu mengakui, bahwa dalam kita kadang konflik, kita membutuhkan ada memang orang lain yang memang untuk menyatukan, dan menarik nya lebih lanjut, dia lanjut sini bahwa bukan cuma sampai saja di sana, bukan cuma satu arah gitu ya, pokoknya kamu minta pertolongan pada si true companion ini ya, siapa pun itu pokoknya Jemaat Filipi tahu gitu ya, mungkin itu suatu apa ya, sebutan dari Paulus kepada orang itu, tapi yang pasti ada dibilang tolonglah mereka juga. Lalu berarti ada dari pihak lainnya untuk membantu mereka, membantu si Euodia, Sintekhe, lalu kenapa? Karena memang Euodia dan Sintekhe ini sama-sama berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil.
Nah bagi saya di dalam bagian inilah baru kita mengerti kenapa Paulus tetap bersukacita di tengah konflik yang ada, kenapa? Karena ini masalah cara yang berbeda tapi yang penting, either way, sama-sama mau bertujuan untuk mengabarkan Injil, dan Injil yang sejati, bukan Injil yang lain. Dan mereka mau berjuang bersama meskipun pendekatannya berbeda, ya anyway yang penting pekerjaan Tuhan tetap berjalan. Ini kadang-kadang kita harus punya ada kedewasaan di sini. Ketika kita ada memang berbeda satu sama lain karena pendekatan satu sama lain beda, ya sudah. Pelayanan Tuhan tidak harus berhenti hanya karena, apa ya, tunggu saya ini si A itu ikuti jalannya B, atau B ini ikuti jalannya A, atau ini dicari champion-nya yang mana. ini juaranya yang mana gitu. Tapi kalau memang kita punya hati untuk pekabaran Injil, untuk pelayanan, apa pun bentuknya kita ngerti ini adalah dari pergumulan kita pribadi bahwa itu untuk, bagi Tuhan, ya kita kerjakan saja. Karena memang tidak harus sampai semuanya ini kita kompak semua satu macam cara gitu ya baru kita kerjakan pelayanan.
Dan di bagian inilah Paulus itu tetap bersukacita, karena kembali lagi, kita bisa mengandai-andai ini perbedaan nya di mana, mungkin sederhananya kalau saya melihat sesuai konteks di dalam dunia Perjanjian Baru, kemungkinan ini beda pendekatan gitu ya, cara pendekatan yang mungkin lebih ke arah orang Yahudi mungkin, mungkin satunya lebih penekanan kepada orang non-Yahudi, ya, ini yang kalau kita lihat apa adanya lebih, mungkin lebih dekat dengan konteks jemaat mula-mula, gitu ya. Ini pendekatannya kaya gimana ini? Kita mau nyampein ke Yahudi atau ke non-Yahudi dan seterusnya. Apalagi memang ini 2 grup yang susah akur ya, terutama memang orang Yahudi yang gaya makannya, pakaiannya saja semua beda sekali. Kita jangan cuma pikir simply Yahudi itu masalah ndak makan babi gitu ya, itu terlalu sederhana sekali gitu. Mereka bahkan cara masakannya aja beda gitu, pakaiannya aja beda, dan itu jadi sudah habit mereka itu sudah ratusan tahun, atau seribuan tahun lebih gitu ya kalau lihat sejak zaman Musa itu seperti gitu sehingga mereka itu ndak biasa bergaul dengan yang beda. Tapi di bagian sini Paulus melihat, ya anyway, mungkin ada satu hal yang penekanan penginjilan kepada grup yang mana, yang satu kepada grup yang mana, yang penting Firman Tuhan itu dikabarkan, yang penting Injil yang sejati beritakan dan tetap kerjakan saja. Nah di bagian ini Paulus itu mengingatkan ke situ. Dan kemudian juga dia lanjut lagi kepada Klemens dan kawan-kawan sekerja lainnya, bahwa untuk melihat meski di tengah kesulitan ini, masih ada rekan-rekan sekerja lain, dan menarik nya adalah rekan sekerja yang lain ini, si Sunsugos ini, ya kembali lagi nggak ngerti persis nya siapa, maupun Klemens dan orang-orang sekerja lainnya untuk sama-sama men-support pelayanan kedua grup ini, Euodia dan Sintikhe.
Dan kembali lagi bagian ini bagi saya suatu surprise mungkin ya, kejutan ya, karena kita ini mungkin dari awal tunggu kapan Paulus ngomong yang bener yang mana grupnya Euodia atau grupnya Sintikhe? Tapi Paulus menyatakan bagian ini kerjakanlah, berbagianlah dalam pekerjaan yang mereka kerjakan, tolonglah dalam pelayanan yang mereka kerjakan, karena mereka juga adalah orang-orang yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan. Kembali melihat juga ke arah ke depan gitu ya ketimbang masalah pendekatannya ini yang benar yang mana, dan apa seterusnya, yang mana yang lebih efektif dan yang mana yang lebih efisien, tapi itu adalah lihatlah bahwa semua ini adalah konflik antar sesama orang percaya, konflik sesama orang pilihan. Paulus ketika memunculkan di sini nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan ini mau menunjukkan, kembali mengingatkan kepada mereka, karena yang pasti ya di tengah perbedaan ini, yaitu mereka sama-sama adalah umat Tuhan. Itu yang penting. Yang penting sama-sama umat Tuhan, sama-sama adalah namanya yang tercantum dalam kitab kehidupan, kerjakanlah pelayanan dan support-lah pelayanan mereka. Mungkin ada sebagian orang, “Oh saya tetap lebih suka grupnya Sintikhe,” ya silahkanlah kerjakan bagian itu, tapi ingatlah ketika kamu kerjakan pelayanan itu, bukan cuma masalah untuk bela-bela Sintikhe tapi terutama adalah kamu kerjakan yang kamu beritakan adalah Injil Kristus yang sejati. Dan begitu pula dengan grup Euodia dan seterusnya.
Di bagian sini Paulus seperti mengangkat mereka dari isu horizontal mengarah ke arah vertikal yaitu lihatlah bahwa ingat, ingatlah bahwa sebenarnya kita kerjakan ini jerih lelah untuk apa sih goal nya? Yaitu untuk banyak orang yang diinjili dan untuk mengingatkan bahwa identitas kita meskipun Euodia dan Sintikhe itu bisa konflik, dan mungkin konflik bisa juga konflik seumur hidup, tapi ingatlah misalnya dari grup Euodia, ingatlah yang dari Sintikhe itu juga mereka adalah orang-orang yang nama-namanya itu tercantum dalam kitab kehidupan. Dan sebaliknya dari grup dari Sintikhe, ingatlah bahwa dari grup Euodia, dan Euodia ini sendiri juga adalah orang-orang yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan. Dan karena itu pentingnya adalah kerjakanlah tetap pelayanan yang ada sesuai dengan ada pendekatan yang mungkin ada berbeda dan approach yang berbeda dan satu sama lain, tapi yang penting Injil sejati itu yang diberitakan dan pekerjaan Tuhan tetap berjalan seperti demikian, ya.
Bagian sini kita lihat di dalam, di bagian inilah kita mengerti bahwa di bagian perbedaan-perbedaan yang ada, kita tidak bisa sesekali, ada memang bisa jadi konflik ya, dan kesulitan dalam kita menjalankan pelayanan, tapi kalau kita belajar untuk lebih dewasa, kenyataannya juga kita bertumbuh melalui itu sih. Sederhana ya, mungkin kalau kita ada dalam bagian ini, perhaps gitu ya, kalau kita bayangkan misalnya ini oh iya ini grup Euodia, ada grup Sintikhe, lalu ada orang apa, non-blok gitu ya, itu yang ide yang kuno yang pernah dicetuskan di berapa puluh tahun yang lalu, saya ini non-blok, tidak kiri, tidak kanan, gitu ya, neti-neti gitu ya, ndak A, ndak B, dan seterusnya. Tapi mungkin menjadi pertanyaan kamu kerjakan pelayanan atau tidak? Nah itu lho. Bukan masalah ributin itu yang mana tapi kamu itu akan tetap kerjakan pelayanan atau tidak?
Dan di bagian sini menarik ya mungkin kalau kita di posisi non-blok mungkin kita dengar, bisa saja kita juga kita di dalam perspektif lain mengaku, “Tu, tu kan itu hal yang minor jadi ngapain diributin,” dan seterusnya gitu ya. Tapi saya percaya di dalam bagian-bagian ini itu sebenarnya mengingatkan kita bahwa kenyataannya, satu, perbedaan itu memang ada dan sebenarnya di dalam perbedaaan yang ada itu sebenarnya Tuhan juga membentuk kita. Tuhan membentuk kita. Saya percaya di dalam bagian ini gitu ya. Karena kenyataannya, kenapa, meskipun kembali lagi kita ndak ngerti konflik nya seperti apa, tapi muncul di dalam Alkitab, ya ini menjadi pengajaran bagi orang Kristen sepanjang segala zaman termasuk kita masa kini. Meski kembali lagi kita tidak tahu isunya yaitu apa, ternyata dalam perbedaan itu sebenarnya Tuhan itu membentuk kita itu kita bisa lebih tajam dalam mengerti pelayanan kita, ini juga adalah hal yang penting ya, apalagi ketika kita kadang-kadang gitu ya, ada bagian memang kita belajar posisi kita atau mempelajari lebih dalam, dalam pendekatan kita dengan cara apa? Pendekatan positif ya kan. Itu saya lebih dalami lagi misalnya cara ini metodenya gini lalu bagaimana konteks dalam A, lalu bagaimana konteks B, konteks C, dan seterusnya dengan cara metode yang sama dan seterusnya. Itu ada cara yang seperti itu yaitu pendekatan positif, yaitu kita mengerti, “O cara ini lalu saya dalamin dalamin lagi lebih dalam.” Tapi ada pendekatan negatif yaitu dengan kita belajar lihat komposisinya yaitu beda pendapat lalu kita belajar kenapa beda pendapatnya. Lalu kita belajar, “O ternyata ada aspek lain yang di-highlight di posisi B,” misalnya, yang mungkin menjadi itu ya seperti titik buta kita gitu. Menjadi titik buta kita yang tidak kita lihat. Dan sebenarnya di dalam bagian ini Tuhan membentuk kita juga pelayanan itu seperti itu.
Saya bersyukur sih di dalam banyak hal ya meski tentu bukan hal yang mudah tapi saya bersyukur itu kalau dalam banyak hal itu kita pelayanan misalnya penekanannya berbeda-beda. Saya bersyukur di dalam pelayanan itu kalau di dalam pekerjaan Tuhan itu ada keragaman yang ada karena memang pekerjaan Tuhan tidak bisa dimonopoli, dikunci dengan satu metode cara tertentu. Bahkan saya harus bisa apa adanya katakan tidak bisa dikunci dalam satu sinode tertentu. Ingatlah bahwa Kerajaan Allah itu lebih besar daripada GRII ini sendiri ya. Di dalam bagian ini dan kita justru berbagian di dalamnya tapi juga tidak kehilangan identitas, o berarti semua sama saya bisa masuk mana saja, nggak, kita at the end of the day kita akan pilih salah satu gitu kan. Kita pilih kita bergereja di mana, kita akan memilih di sinode mana, kita akan memilih tanggung jawab pelayanan di area mana, aspek yang seperti mana, tanpa menganggap yang lain itu semua tidak penting, nggak. Tapi kita mengerti ada dalam konteks saya dalam panggilan saya, saya kerjakan di sini. Ketika ada orang kerjakan di bagian lain ya silahkan. Dan memang ada bagian-bagian yang seperti itu dalam kehidupan ini. Dan justru kita merayakan ada perbedaan-perbedaan demikian. Kenapa? Karena memang kenyataannya dalam kalau kita melihat di dalam pembahasaan Alkitab itu kita temukan memang ada rupa-rupa karunia, ini pinjam dari Surat Korintus ya, ada rupa-rupa karunia tapi datang dari Tuhan yang sama, dari Allah Bapa yang sama, dari tuan yang sama, dan juga dari Roh yang sama. Tapi memang ada rupa-rupa karunia. Ada karunia tiap orang yang berbeda satu sama lain karena dan karena itu memang ada penekanan yang bisa berbeda satu sama lain. Dan kita lihat kalau memang berbeda arahnya di situ, berbeda arah dalam artian tentu bukan ke arah sesat gitu ya, tapi perbedaan penekanan tertentu ya tidak apa-apa. Kerjakanlah itu sesuai dengan beban yang memang Tuhan berikan dalam kehidupan kita ketimbang kita menunggu kapan ini persis samanya? Tapi ingatlah yang penting prisipnya sama, imannya kepada Tuhan yang sama, dan Injil yang sama yang sejati diberitakan, kerjakanlah tetap kerjakanlah pelayanan ini. Fokusnya kita sinkron kita bukan menyenangkan manusia, kita menyenangkan Tuhan.
Dan di bagian inilah kita mengerti di dalam dan belum lagi memang ada faktor-faktor lain orang bisa komplain perbedaan tingkat kedewasaan ya, ini tidak bisa disangkali gitu ya. Saya mengajak kita untuk lebih dewasa melihat satu sama lain tapi kenyataannya memang ada orang yang ndak dewasa sih, dan itu bisa bicara itu either way gitu ya di kita ataupun di yang lainnya atau dan seterusnya itu memang tingkat kedewasaan orang itu bisa beda-beda sih. Orang itu kenyataannya adalah karena bagaimanapun gitu ya meski secara lumrah alamiah kita lihat itu kalau orangnya sudah berumur ya dia sudah lebih dewasa, tapi jangan lupa yang dewasa itu fisiknya tapi belum tentu rohaninya dewasa. Karena ya mungkin bisa saja baru lahir baru kemarin dulu, mungkin misalnya kayak gitu. Dan namanya lahir baru ya baru titik itu, baru lahir rohaninya kira-kira seperti itu. Jadi mungkin umurnya, mungkin ya, umurnya sudah 30 tapi rohaninya baru umur seminggu mungkin misalnya. Ya bisa saja. Dan belum lagi nanti bicara kalau bicara tingkat kedewasaan berbeda yaitu masalah mental ya dan juga dalam berbagai aspek. Saya ndak mengerti ya dalam kehidupan karena kompleksitas hidup ini ada orang itu bisa kalau case model A dia bisa tangani dengan dingin, dengan tenang, dengan fokus, dengan objektif, tapi ada kalau case yang B misalnya itu bisa wah kok kayaknya ngamuk langsung, langsung kayaknya nggak bisa lihat secara objektif langsung ribut dan seterusnya. Karena memang tingkat kedewasaan yang berbeda. Kenyataannya memang tiap-tiap kita itu ada kalau mau dibilang itu area-area yang lebih senstifnya gitu, ada isu-isu tertentu kita lebih sensitif gitu ya. Ada hal tertentu itu yang memang kita akan lebih mudah peak gitu ya kalau mau pakai istilah psikologi yaitu kita lebih bisa ketrigger itu kenapa gini gitu ya, padahal yang sederhana. Kenapa? Karena mungkin hal-hal itu kita rasa kita mungkin belum dewasa dalam menghadapi aspek itu. Dan di dalam bagian ini khususnya juga dalam aspek bergereja. Dan bergereja kita belajar lebih dewasa dan di dalam berelasi satu sama lain kita harus belajar juga menerima ketika ada perbedaan-perbedaan yang ada ya itu memang hal yang tak terhindarkan dalam kehidupan ini.
Saya ketika merenungkan ini saya ingat itu ya dalam suatu, saya bertemu dengan salah satu jemaat, ya saya tidak usah ngomong jemaat mana, pokoknya lebih berumur, jauh sudah lebih tua gitu ya, sudah kakek nenek lah. Dan mereka selalu pelayanan bersama, mereka saya lihat mereka rukun sekali, harmonis sekali gitu ya. Lalu ngomong dan suatu ketika itu saya pernah membesuk dan ngobrol-ngobrol gitu ya. Lalu sang kakek ini cerita dia dulu pernah ribut sekali dengan si nenek sampai sudah mau tinggalin neneknya gitu ya. Terus saya bilang, “Wah sampai segitunya..” gitu ya, sampai gitu. Terus dia adalah cerita saya ndak mau masuk lebih detail karena itu private masing-masing tapi terus saya waktu itu ya yang juga waktu itu belum nikah saya pikir, “Ah si kakek ini kok mikirnya kayak gitu ya. Masak konflik apa sih gitu aja ribut,” gitu ya. Terus kira-kira maksudnya saya ini yang lebih dewasa gitu ya, saya ini yang lebih tenang gitu ya, ndak akan ribut kalau hal itu? Oh padahal bisa sama saja Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Karena apa? Karena kenyataannya kita ngerti dalam kehidupan ini, suka ndak suka kita itu ditumbuhkan dewasa juga melalui konflik. Dan saya justru menjadi teladan melihat pasangan kakek nenek ini yang sudah tua, mereka masih bersama meski konflik yang sampai dalam. Kenyataannya adalah kita menjadi dewasa juga di situ, bukan merasa, “O kita selalu happy, “ gitu ya sama seperti kira-kira pasangan muda-mudi yang belum nikah gitu ya, belum ada kesulitan, “O semuanya selalu baik, semua selalu baik, o tidak ada konflik dan kita selesaikan selalu dengan ketawa,” gitu ya, dengan senyuman dengan manis, romantis, dan seterusnya. Kenyataannya tidak demikian. Relasi itu bertumbuh. Yang dewasa itu apa? Justru pernah mengalami konflik berbeda tapi tetap mau sama-sama mengerjakan dan menjaga komitmen mereka itu di dalam pernikahan terutama. Nah itu baru relasi yang matang itu sendiri. Bukan anak-anak muda. Kita bisa cek deh kalau anak-anak muda tanya, o ribut tapi biasa gitu ya dan mereka kayaknya jauh lebih akur dari para orang yang sudah nikah berumur lama gitu ya. Kok orang-orang nikah puluhan tahun bisa konfliknya kayak gitu. Tapi bagi saya ini kita mengukurnya adalah yang muda itu ya justru harus belajar yang dari yang tua bahwa bagaimana di tengah konflik itu tetap bersama, tetap menjaga komitmen, dan terutama, dan mereka adalah tetap berjalan bersama itu karena Tuhan.
Ini kembali di dalam bagian ini. Di dalam bagian ini bukan mengingatkan ingatlah bahwa, “O pokoknya kamu belajar baik-baikan ya. Euodia baik-baik sama Sinthike.” Tapi ingatlah kamu tetap kerjakan pelayanan karena apa? Karena Tuhan karena ingat yang kamu layani itu siapa. Bukan masalah kamu juaranya atau kamu yang pihak kalah menjadi posisi plain victim dan seterusnya gitu ya, tapi ingatlah kalau kamu kerjakan itu motivasinya apa sih? Terutama itu adalah untuk bagi kemuliaan Tuhan dan kalau memang itu bagi Tuhan ya kerjakanlah terus senantiasa. Karena kamu kerjakan itu bukan untuk dilihat manusia tapi untuk kemuliaan Tuhan. Dan di dalam apalagi di dalam kehidupan ini kita mengerti ada banyak kesulitan juga dalam kehidupan ini, aspek plan ya, yang sempat tadi saya kelewat, tapi sebenarnya bagaimanapun juga dalam ada faktor-faktor konkrit itu kenyataannya itu kita hidup adanya percampuran antara orang percaya dan tidak percaya. Kita tahu ini sebenarnya clear sekali di dalam doktrin iman Kristen, dan iya juga tentu dari doktrin Reformed, tidak ada yang otomatis. Orang lahir dari keluarga Kristen tidak otomatis Kristen. Kalau seperti pakai istilahnya pak Billy Graham ya, dia mengatakan, “Kalau orang yang lahir dari keluarga Kristen otomatis jadi Kristen, orang yang lahir di garasi otomatis jadi mobil,” kata dia gitu. Tidak ada yang otomatis memang. Kita tidak otomatis sehingga kita mengerti dalam kita deal satu sama lain dan apa adanya Bapak, Ibu, Saudara sekalian saya pun tidak tahu lho dari kita ini berapa yang sungguh-sungguh orang pilihan atau bukan? Tapi terus gimana rasa untuk kenal gitu o yang ini iya, yang ini bukan, yang bajunya warna-warna gitu ya. Oh ini bukan. Nggak. Panggilan kita bukan untuk membeda-bedakan yang mana orang pilihan dan mana bukan karena yang tahu pada akhirnya itu adalah cuma Tuhan. Tuhan saja yang tahu siapa yang benar-benar umat pilihan-Nya, dan bagian kita adalah kerjakanlah tetap pelayanan yang ada dan mengertilah ada kadang juga konflik terjadi karena memang dunia ini dan bahkan gereja pun ada percampuran antara orang percaya dengan orang tidak percaya.
Di dalam pembinaan doktrinal kemarin pendeta Benyamin Intan itu sampaikan dia bilang apa adanya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dia ngomong, “Di antara pendeta dan semua vikaris, hamba Tuhan, penatua, ini ada ratusan orang kumpul saya juga ndak tahu lho siapa kita benar-benar sudah lahir baru atau tidak.” Kami pikir jadi yang mana ini, yang mana yang belum lahir baru. O coba lihat account-nya yang mute yang cuma hitam gitu mungkin ya, karena itu kamu ikut lewat Zoom, “O ini yang nggak pernah nongol-nongol mukanya ini mungkin sudah gelap,” gitu ya, sudah alam mualam kayak gitu ya. Dipanggil-panggil tahu-tahu tidur atau apa kali gitu ya. Terus ini yang mana orang pilihan? Kita nggak tahu tapi kenyataannya pelayanan itu ya kita dealing dengan campur sari memang. Dan karena itulah kita perlu sebenarnya sikap yang lebih dewasa menghadapi ini dan kalau saya mau lebih dalam lagi sini, iya orang yang misalnya pun orang memang sudah benar-benar lahir baru, genuine lahir baru, satu, kita juga nggak tahu gitu ya. Saya percaya tentu misalnya seperti Vikaris Lukman sudah lahir baru tapi ya saya nggak tahu misalnya kan di situ dan seterusnya kita semua. Tapi lalu kita pun yang sama-sama kenyataannya kita di dalam juga orang yang sudah lama pun ataupun orang baru, tidak ada yang otomatis jadi Reformed. Ini lho karena memang masalahnya ya, masalahnya ya kalau Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya kami hamba Tuhan itu tidak dikasih tombol switch on/off gitu ya. Misalnya saya switch mode on semua ini Reformed, semua nyalain 100% nyala itu. Semua dalam ini saya pencet tap gitu ya atau saya sembur gitu ya atau ditiup angin apa itu. Jadilah Reformed 1 kali sekalian gitu ya. Ndak ada yang otomatis seperti itu. Setiap kita itu bergumul dalam proses dan kita tidak tahu satu sama lain seperti apa dan karena itulah kita ngerti memang bisa ada perbedaan-perbedaan penekanan karena ada background kita dan juga ada penekanan tertentu yang bisa berbeda satu sama lain. Tapi anyway yang utama itu adalah yang penting Firman Tuhan yang sejati itu bisa diberitakan. Kristus diberitakan, jalankan saja.
Kalau kita ingat ya di dalam kisah apa yang dialami oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri, Yesus sendiri memerintahkan para murid memberitakan Injil kan? Dan termasuk di situ Yudas. Termasuk situ Yudas. Kalau kita lihat dalam Matius 10 ya sebenarnya pendeta Ben ada mengatakan itu Yudas juga mengabarkan Injil dan ada commentary yang mengatakan kemungkinan Yudas juga pernah melakukan mujizat. Lho iya to. Kira-kira kalau kita bayangin gitu ya, para murid diutus melayani lalu kembali berikan laporan, terus kecuali Yudas gitu, “Wah dia tengking ndak keluar,” gitu ya. “Dia berkhotbah tidak ada yang bertobat,” gitu ya. Lho nggak kan sama rata kan kurang lebih gitu ya. Sama kan, sama-sama ada mengerjakan pelayanan dan kenyataannya memang tuan disebut kecil juga dengan cara demikian. Saya tidak bisa bayangkan sih apa jadinya kalau kita itu menjadi salah satu Rasul gitu ya yang pernah ikut sezaman dengan Yudas, “Lho dulu gua pelayanan dengan dia.” Belum lagi itu lho yang orang waktu Yesus utus murid itu ada yang di dalam satu episode yang lain gitu ya, utus berdua-berdua yaitu Yudas bareng siapa itu? Terus kita kemarin aduh rekan sekerja saya itu sekarang itu nasibnya gimana dia gantung diri gitu ya. Kenapa? Dia jual Tuhan Yesus. Itu rasanya seperti apa ya? Atau kalau kita jadi jemaat mula-mula yang dulu yang di antara 500 orang yang menyaksikan kebangkitan Tuhan Yesus sampai Dia terangkat naik juga, di antara itu mungkin ada yang dari ‘buah pelayanannya’ Yudas lho. Terus sambil galau gitu, ini Tuhan Yesus sudah mati tapi yang dulu khotbahin saya itu sudah gantung diri ini gimana? Tapi di sinilah kita mengerti dalam kedaulatan Allah, Dia bisa memakai siapa saja dan memang bukan panggilan kita untuk membedakan di dalam bagian ini siapa orang pilihannya siapa nggak, tapi yang penting Injil sejati diberitakan, kerjakanlah bagian ini. Dan tentu di dalam bagian ini sebagai kita hamba Tuhan, sebagai pelayan, kita mendoakan supaya ada pertobatan sejati terjadi, ada perubahan yang terjadi, dan orang yang disadari sebelumnya apalagi sudah lahir baru, sungguh-sungguh sudah genuine melewati pertobatan juga boleh bertumbuh mengerti doktrin Reformed, tapi ingat ini suatu proses. Suatu proses dan orang juga bisa ada satu lain hal itu bisa berbeda gitu ya dan yang datang itu selalu Reformed senantiasa dan setiap saat gitu ya, dari segala tempat.
Dari bagian inilah kita belajar bergumul di dalam konteks pelayanan, yang penting adalah kita kerjakanlah pelayanan itu dan di bagian sini Paulus melihat yang terutama adalah pelayanan itu tetap dikerjakan sih. Kenapa? Saya ambil kesimpulan ini bukan sekedar yang penting dikerjakan selama, yang penting diinjili semuanya ya, tapi karena itulah yang Paulus katakan di dalam bagian sebelumnya di dalam Surat Filipi ya. Kalau kita mengingat di dalam bagian sebelumnya ya itu dia bilang ada orang mengerjakan itu supaya dengan sangkanya itu dengan kepentingan sendiri gitu ya. Sangkanya nanti akan mendatangkan kesulitan baginya tapi yang penting maksud Tuhan yang penting Injil Tuhan itu diberitakan, karena itu tidak apa-apa. Itu Paulus katakan dalam bagian sebelumnya yaitu ada orang-orang sangkanya dengan mengerjakan ini sangkanya membuat Paulus itu jadi lebih sulit tapi bagi Paulus, orang yang ada beda kubu ini, bahkan kontranya dengan Paulus lho ya, dia juga ngomong ya ndak apa-apa yang penting orang itu pun atau grup itu pun kalau mau dibilang grup anti-Paulus itu pun tetap memberitakan Injil sejati. Dan karena itu dia tetap bersukacita, dan karena itu dia bilang ya ndak apa-apa yang penting Injil sejati diberitakan dan pelayanan tetap berjalan.
Di bagian sini ketika kita melihat secara lebih dewasa di bagian ini ya, di dalam jemaat mula-mula ada kesulitan tantangan ini tapi yang membuat mereka tetap bekerja mengerjakan pelayanan itu adalah karena mereka melihat mereka bekerja bagi Tuhan yang sama. Meski mereka berbeda satu sama lain. Cabangnya saja berbeda satu sama lain gitu ya. Ada jemaat yang Filipi dan lainnya dan seterusnya. Dan ada pendekatan masing-masing berbeda tapi yang penting Firman Tuhan yang sejati tetap diberitakan. Itu membuat Paulus tetap bersukacita. Ya ini saya kembali untuk kita meng-highlight bagian ini ya. Apa yang dialami Paulus ini hal yang berat, hanya yang sulit. Dia dipenjara di-ngomong jemaatnya itu malah ribut satu sama lain. Tapi kok dia bisa tetap sukacita? Karena saya percaya adalah Paulus melihat sukacita surgawi itu yang lebih utama. Sukacita kekal bahwa meskipun Euodia, Sintheke ini ribut-ribut dan mungkin ada yang sudah berikan laporan ya itu termasuk Epafroditus dan Timotius yang datang mengunjungi Paulus pasti juga kasih laporan, “Wah ini konflik sudah ndak ada ketemunya ini.” Tapi bagi Paulus ya sudah, yang penting mereka ketemunya di mana? Ya di surga nanti to? Kita yang mungkin sampai hari ini ributin itu Euodia dan Sinthike ributnya apa ya? Masalahnya apa ya? Tapi mereka ini suka kenapa ya? Kalau mau pakai istilah kadang berapa orang Reformed itu, mereka sama-sama saling minum teh, ketawa-ketawa ngobrol gitu ya. Mereka sudah bisa bersatu itu. Karena apa? Karena memang dalam kehidupan ini selama masih di dunia ini memang kita ndak luput dari adanya konflik, ada perbedaan. Ingatlah kita masih hidup di masa interim ini gitu ya, yang ada already and not yet. Ada memang sukacita surgawi, ada perdamaian yang Tuhan Yesus Kristus sudah kerjakan dan kita dipersatukan dalam Kristus selama kita di dunia ini, tapi ingatlah ada aspek not yet-nya. Ada yang belum yaitu kita menantikan kesempurnaan ini di surga nanti. Para theolog pun sama-sama Kristen pun, sama-sama Reformed pun bisa beda pendapat, bisa ribut. Tapi biarlah kita lihat yang terutama adalah kita kerjakan pelayan ada. Dan di dalam bagian ini saya percaya inilah yang mendorong Paulus itu tetap bisa memiliki sukacita, sukacita bahwa karena pekerjaan Tuhan itu terus berjalan meski di tengah kesulitan, meski di tengah konflik, dan meski dia sendiri berada dalam penjara. Tidak tahu nasib dia, dia masih akan hidup atau tidak, tapi selama Injil itu tetap diberitakan, dia tidak patah semangat. Dia tidak mundur, dia tidak menjadi pahit mungkin, atau kecut tawar hati, tapi dia lihat ya sudah pekerjaan Tuhan terus berjalan. Kemanakah Tuhan akan pimpin ini memang bukan dalam kontrol saya. Justru itu ya. Kalau kita kerjakan pelayanan walau kita jadi Paulus, “Wah ini akan jadi jalannya seperti apa ini?” Ada beda grup dan seterusnya mungkin ya kalau mau dibilang. Kita juga tidak terlalu banyak dapat laporan bagaimana hasil dari Surat Paulus ini kalau mau dibilang. Tapi bagi Paulus, kita kerjakan bagian kita, hasilnya ya di tangan Tuhan. Dan kenyataannya, Surat Paulus itu masih kita baca sampai sekarang.
Dan saya bersyukur juga dalam 1 bagian ini Paulus tidak tuliskan ributnya tentang apa karena itu bagian yang sudah tidak signifikan lagi dipelajari sepanjang segala zaman. Ya kan? Bayangkan ada keributan tentang apa, kita nggak tahu gitu ya, masalah A, masalah B, aduh nanti setelah beberapa ratus tahun kemudian, aduh gua ingat ada ribut tentang bagian ini. Malu. Euodia disebut, “Wah malu kok itu ditulis.” Tapi Paulus melihat dengan esensi yakni makannya dia cuma bilang kunasehati Sinthike, juga kunasehati supaya sehati sepikir ya sudah, kerjakanlah itu. Cara bisa berubah, pendekatan bisa berubah, pengalaman kita bisa keliru, dan memang pengalaman bisa salah, pengalaman bisa berubah, tapi kebenaran itulah yang tidak pernah bisa berubah dan biarlah itu yang terus kita pegang dan itu yang kita beritakan dan biarlah kita melihat di dalam pekerjaan Tuhan, bentuk planning itu aneka macam tapi yang penting Tuhan yang sama diberitakan, demi itulah terus kita beritakan di dalam berbagai situasi dalam berbagai kondisi, bahkan termasuk kondisi pandemi saat ini. Mari kita satu dalam doa.
Bapa kami dalam surga kami bersyukur di dalam Firman–Mu pada hari ini boleh menegur kami, boleh mengoreksi kami, boleh mengingatkan kami bagaimana melihat pelayanan itu sendiri di hadapan–Mu. Kami berdoa ya Bapa kiranya melalui Firman–Mu ini sungguh memurnikan setiap kami untuk bertumbuh dewasa di dalam pelayanan, untuk bergiat di dalam pelayanan, ketika kami melihat ada perbedaan yang ada biarlah kami boleh melihat bagaimana kesatuan yang esensi itu di dalam Kristus itu yang kami tinggikan dan yang kami perjuangkan kiranya menjadi dasar kami melayani. Dan kami berdoa ya Bapa kiranya Engkau yang memberkati di dalam berbagai bentuk pelayanan yang ada juga karena semuanya ini adalah bagi kemuliaan nama–Mu dan pengembangan Kerajaan Surga dan bukan kerajaan manusia. Terima kasih Bapa semua ini. Berikanlah kami kerendahan hati, berikanlah kami kerelaan dan kiranya Roh Kudus yang terus menguatkan kami untuk setia melayani Engkau sampai kami bertemu dengan Engkau muka dengan muka. Demi Putra–Mu yang tunggal Tuhan Yesus Kristus kami berdoa. Amin.
Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah (KS)